Teka-teki Nasib Rudi García Bersama AS Roma

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Teka-teki Nasib Rudi García Bersama AS Roma

Semua berawal dari wortel. Para pendukung AS Roma menyimpan tujuh box berisi wortel di tempat latihan mereka, ditambah dengan spanduk bertuliskan "Selamat menikmati makananmu kelinci!" Aksi tersebut dilakukan sebagai akibat hasil imbang Roma atas Bologna serta kekalahan yang diderita pada dua laga selanjutnya dari Barcelona dan Atalanta.

Rudi Garcia pun kian berada di bawah tekanan besar; sebesar harapan para pendukung Roma yang ingin melihatnya dipecat. Selanjutnya, ia menghadapi Torino dengan keputusasaan. Rasa itu bisa diperlihatkan dari feeling-nya ketika memutuskan susunan pemain. Garcia berjudi dengan memainkan Gervinho yang masih belum fit 100%. Alhasil, cedera pemain penyerang sayap itu kumat pada menit ke-26.

"Baca juga : Apa Perlu Membelikan Gervinho Helikopter dan Pulau Pribadi Agar Permainanya Meningkat?

Kesebelasan berjuluk I Lupi (Si Serigala) itu seperti kehabisan akal selama pertandingan. Kegelisahan dari bahasa tubuh Garcia pun terus disorot kamera. Dirinya mencoba tenang untuk memperbaiki masalahnya saat itu. Dalam arti lain, Roma harus mengalahkan Torino. Tapi kinerja tim justru memperlihatkan sesuatu yang berbeda saat itu.

Daniele De Rossi dikenal dengan kegigihan dan semangatnya. Tapi pada pertandingan tersebut ia terlihat lesu dalam mengkordinir lini tengah. Radja Nainggolan ikutan tidak bersemangat dan diganti William Vainqueur pada menit ke-71.

Sebuah gol dari Miralem Pjanic pada menit ke-83 hampir membiarkan Garcia lolos dari kecemasan. Tapi Garcia kembali menjadi hina saat Maxi Lopez bisa mengeksekusi penalti pada waktu tambahan. Pertandingan tersebut pun berakhir 1-1.

Bertahan Penuh di Naples

Hasil tersebut seolah mempertipis peluang Garcia untuk setidaknya bisa merayakan Natal bersama skuat AS Roma. Apalagi lawan yang dihadapi selanjutnya adalah Napoli yang kala itu lebih difavoritkan untuk menang. Ketimbang menyerang habis-habisan, Garcia menginstruksikan skuatnya untuk bermain bertahan demi mengamankan poin. Roma diubahnya menjadi bermain lebih tertutup. Pjanic yang memiliki kemampuan mengontrol pertandingan diinstruksikan untuk bertahan penuh. Ia tak pernah melepaskan pengawalannya dari Jorginho di lini tengah.

De Rossi turun lebih dalam di antara dua bek tengah I Lupi. Hal ini membuat dua full-back, Alessio Florenzi dan Lucas Digne, bisa bertahan lebih lebar. Sementara itu Roma cuma membalas serangan melalui umpan-umpan panjang dari depan kepada Edin Dzeko. Dua bek tengah Napoli, Kalidou Koulibaly dan Raul Albiol, pun sampai harus naik ke tengah lapangan untuk membuka serangan.

Pada akhirnya skor 0-0 menjadi hasil yang cukup untuk menyelamatkan posisi Garcia sebagai pelatih kepala AS Roma. Namun, rasa percaya diri Garcia pun runtuh setelah ia gagal menjaga peluang Francesco Totti dkk., di Copa Italia. Mereka dikalahkan Spezia, kesebelasan Serie-B, melalui adu penalti. Sungguh memalukan.

Garcia yang semula bisa merasa aman karena meraih satu poin di kandang Napoli, kembali was-was. Ramalan selama satu bulan bahwa ia akan dipecat kembali merisaukannya. Bahkan usai kekalahan tersebut, dikabarkan para petinggi Roma sudah menghubungi Luciano Spalletti untuk mendapuknya sebagai pelatih kepala mulai Januari 2016.

Garcia pun pasrah tetapi tetap tidak ingin mundur. Menghadapi Genoa pada Minggu (20/12) disebut-sebut sebagai pertaruhan terakhirnya. Jelang pertandingan tersebut, Iago Falque memberi dukungan kepada Garcia. Dirinya mengatakan jika semua pemain bersatu dengan dan tidak berpikir jika menghadapi Genoa adalah partai terakhir bagi Garcia.

Falque menegaskan jika I Lupi harus bersatu dan fokus meraih tiga poin. Salah satu caranya yaitu bermain sesuai taktik untuk menemukan keseimbangan antara mencetak gol dan kebobolan. "Kami seharusnya hanya berpikir tentang kemenangan. Kita semua bersatu dengan pelatih dan kami berdiri untuk pelatih. Saya tidak berpikir pertandingan ini akan menentukan, tapi akan sangat penting bagi perjalanan kami," ujar Falque dikutip dari Football Italia.

Kemudian kesatuan itu benar-benar terjadi. Roma pun menang dua gol tanpa balas atas Genoa. Gol Florenzi dan Umar Sadiq membuat Garcia bisa bernafas lebih panjang Usai laga, Garcia menyalami pemain satu-persatu dengan aura semangat yang luar biasa. Dirinya pun memeluk Florenzi dengan emosional usai keunggulan pertama. Kendati beberapa pendukung Roma yang datang ke Stadion Olimpico masih mencemooh Garcia. Hinaan lebih terasa didengar karena Stadion Olimpico masih sepi karena aksi boikot.

Sebelumnya, pertandingan melawan Genoa dikabarkan secara luas akan menjadi kesempatan terakhir untuk Garcia, terlepas dari apapun hasilnya. "Setiap pertandingan itu penting, kami sedang berada di dalam momen yang sulit, tapi kami tidak mengambilnya dari satu pertandingan pada satu waktu. Ada evaluasi terus menerus," ujar Italo Zanzi, CEO Roma, dikutip dari Mediaset Premium. "Kami berharap untuk menang hari ini dan seterusnya," sambungnya ketika ditanya tentang nasib Garcia.

Sementara Garcia sendiri tidak bisa menjawab nasibnya. Pelatih yang pernah membawa Lille juara Ligue 1 ini cuma fokus kepada apa yang terjadi di lapangan. Baginya, cemoohan para pendukung kepada I Lupi dijadikan sebuah dorongan untuk permainan skuatnya.

Untuk saat ini para pendukung Roma mesti bersabar. Dalam artian lebih baik menikmati kemenangan tersebut dan menyambut Umar Sadiq, penyerang muda yang mencetak gol kedua ke gawang Genoa.

Komentar