Diky Indriyana, Donnarrumma dari Ciamis

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Diky Indriyana, Donnarrumma dari Ciamis

Gianluigi Donnarumma, penjaga gawang muda asal Italia ini membuat kejutan dengan menembus skuat utama AC Milan di usianya yang baru menginjak 16 tahun. Dirinya menjalani debut kompetitifnya pada 25 Oktober 2015, kala Rossonerri berhadapan dengan Sassuolo pada pekan kesembilan Serie A.

Usia Donnarumma yang masih sangat belia menjadi sensasi tersendiri. Apalagi dengan tingginya yang saat ini mencapai enam kaki atau dalam konversi hitungan lain adalah 1,97 m dan masih dalam masa pertumbuhan, bayangkan saja berapa tinggi badan Donnarumma saat usianya matang nanti.

Ternyata tak hanya Donnarumma, kiper muda yang berhasil unjuk gigi di skuat senior di usia muda. Di Indonesia, situasi tak jauh berbeda dialami oleh Diky Indriyana. Kiper berusia 18 tahun ini berhasil menembus skuat utama Bali United.

Sebagian publik sepakbola Indonesia mungkin mengenal namanya sebagai pemain yang pernah menjadi bagian dari tim Garuda Muda. Bersama Ravi Murdianto dan Rully Desrian, dirinya diikutsertakan oleh pelatih Indra Sjafrie untuk menjadi bagian tim yang berlaga di Piala AFC U-19 di Myanmar tahun 2014 lalu.

Namun sejak Piala Presiden lalu, Diky sudah menjadi bagian dari Bali United dan namanya semakin sering menghiasi layar kaca. Bali United yang ditangani Indra Sjafrie pun membuat kedatangannya ke Bali United menjadi hal yang cukup wajar, di mana coach Indra tentunya tahu betul kemampuan dan potensi yang dimiliki Diky.

Bali United sendiri menjadi klub profesional pertama yang diperkuat oleh anak muda kelahiran 4 Juni 1997 tersebut. Setelah bermain untuk level junior klub kota kelahirannya, Ciamis, yaitu PSGC U-18, ia kemudian bermain untuk Diklat Ragunan.

Bergabungnya Diky ke Bali United berbarengan dengan hijrahnya Endra Prasetya dan kiper asing, Yoo Jae Hoon. Dua kiper tersebut yang awalnya membuat Diky diproyeksikan sebagai pelapis dan akan lebih banyak berlaga di level U-21. Kepergian keduanya membuatnya otomatis naik sebagai kiper utama di Piala Jenderal Sudirman ini.

Dengan format pertandingan yang mengharuskan kedua tim yang bertanding menentukan pemenang melalui adu penalti apabila pertandingan berakhir imbang pada waktu normal. kepercayaan yang diberikan kepada pemain Diky jelas tidak disia-siakan. Pemain bernomor punggung 97 ini menjadi pahlawan bagi Bali United dalam dua pertandingan terakhir.

Meskipun saat berhadapan dengan Persipura pada tengah bulan November lalu Diky dinaungi keberuntungan karena sepakan Lim Jun Sik melenceng sementara eksekusi Robertino Pugliara membentur tiang, di pertandingan terakhir melawan PSM Makassar pada 29 November lalu Diky menjadi pahlawan dengan menghentikan dua eksekusi dua penendang Juku Eja. Bali United pun kemudian mengakhiri pertandingan dengan kemenangan.

Pada laga melawan PSM yang berakhir 0-0 pada waktu normal, Diky menunjukkan kepiawannya menahan penalti. Dirinya berhasil menggagalkan dua penendang pertama PSM yang merupakan pemain asing; Patrick Nzekou dan Escobar Benitez. Hal itu tentunya menjadi pencapaian tersendiri bagi Diky.

Tercatat Hanya Rasyid Bakrie (PSM) dan Lukas Mandowen (Persipura) yang berhasil menaklukan Diky. Karena ketika berhadapan dengan Persipura maupun berhadapan dengan PSM, kedua pertandingan harus diakhiri oleh babak adu penalti tersebut berakhir dengan skor 4-1 untuk keunggulan Diky dan kawan-kawan.

Arah Eksekusi Penalti Ke Gawang Dicky Indrayana

Meski gagal mengantarkan Bali United lolos ke babak berikutnya, pencapaian Diky yang hanya kebobolan empat gol dari empat laga tentunya merupakan prestasi tersendiri. Tidak lah salah jika kita mulai menaruh harapan besar padanya agar bisa menjadi penjaga gawang timnas Indonesia suatu hari nanti dan memiliki karier yang cemerlang, tak terhambat oleh cedera.

Jauh sebelum Diky, kita mengenal nama Ferry Rotinsulu. Kiper yang lama berkarier bersama Sriwajaya FC ini sudah terkenal sebagai kiper berbakat sejak masih bermain untuk Persipal Palu. Cedera menjadi penghambat utama karier Ferry, padahal dirinya termasuk salah satu kiper yang sangat baik dalam menggagalkan eksekusi penalti lawan.

Akhirnya di usia yang bahkan belum mencapai pertengahan 30 tahun, dirinya dilepas oleh Laskar Wong Kito. Kariernya di tim nasional lebih mengenaskan lagi, dirinya hanya sempat menjaga gawang timnas Garuda Jaya sebanyak tujuh kali.

Satu generasi dengan Ferry, ada nama Syamsidar yang juga lebih sering terlibat masalah terutama mengenai kedisiplinan. Masih segar dalam ingatan kita salah satu penyebab Indonesia di hajar 10-0 oleh Bahrain di kualifikasi Piala Dunia 2014 lalu adalah dikartu merahnya Syamsidar pada menit-menit awal.

Diky dan Donnarruma, yang belum berhenti pertumbuhannya saat ini, berbadan cukup tinggi secara fisikal. Memang tinggi Diky hanya 178 cm. Meskipun begitu, terhitung cukup tinggi apabila dibandingkan dengan kebanyakan anak muda Indonesia.

Bakat spesial yang dimiliki baik Donnarruma ataupun Diky jelas akan menghadirkan ekspektasi yang sangat tinggi. Harapan tinggi tersebutlah yang terkadang justru membebani para pemain belia tersebut, bahkan lebih parah lagi membuat mereka perkembanganya terhambat. Maka yang diperlukan saat ini adalah dukungan dan penanganan yang tepat agar bakat-bakat tersebut mencapai level terbaiknya.

Sumber Foto : sepakbola.com

Komentar