"Halo.... Saya Agen Pemain!"

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

“In witness whereof—hear my voice, Alexander Graham Bell.”

Sulit dibayangkan bagaimana agen pesepakbola bekerja tanpa telepon. Ia harus berpindah tempat ratusan kilometer demi urusan yang belum pasti. Penjajakan kontrak dan gaji pemain pun bisa menghabiskan waktu berhari-hari. Kesibukan agen mencapai puncaknya jelang penutupan bursa transfer. Segala keputusan yang ia lakukan dapat memengaruhi karir kliennya sendiri.

Tepat 168 tahun silam, Aleander Graham Bell terlahir di Edinburgh, Skotlandia. Ibu dan istrinya sama-sama tuna rungu. Ini yang membuatnya tertarik untuk meneliti segala hal tentang suara dan ruang akustik. Kakek dan ayah Bell merupakan pengajar “elocution” atau ilmu bicara formal dalam pengucapan, tata bahasa, gaya, dan nada.

Setelah pindah ke Kanada pada 1870, ia semakin menekuni prinsip listrik dan suara. Ia pun mendedikasikan dirinya untuk mengajar khusus mereka yang tuna rungu.

Pada Februari 1876, Bell berhasil mendapatkan paten telepon meski diwarnai sejumlah kontroversi. Pemerintah Amerika Serikat mengakui pada 2002 silam kalau penemu telepon bukanlah Bell, melainkan Antonio Meucci.

Namun, Bell tetaplah berjasa. Bell Telephone Company yang ia dirikan pada 1877 merupakan awal dari berdirinya perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat, AT&T, yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia.

Sebelum teknologi internet berkembang pesat seperti saat ini, telepon adalah media paling mudah dan murah untuk komunikasi jarak jauh. Dibandingkan dengan telegraf, telepon bisa menghadirkan komunikasi dua arah dalam waktu yang realtif bersamaan.

Baca juga: Cahaya Thomas Alva Edison untuk Sepakbola

Herbert Chapman Sang Inventor yang Terlupakan


Sebagai Alat Promosi

Tugas agen sebenarnya lebih besar ketimbang hanya mengurusi kepindahan pemain. Ia juga yang mengurusi akomodasi pemain, serta kerjasama komersial maupun kontrak pemain dengan kesebelasan.

Saat klien dianggap sulit berkembang di satu kesebelasan karena kurangnya menit bermain, agen mestilah was-was. Kesuksesan pemain akan berdampak pada karir agen, pun sebaliknya.

Agen harus punya kemampuan mempromosikan pemain. Saat ini, pelatih bisa saja mencari pemain lewat Youtube maupun lewat situs statistik yang tersebar di internet. Namun, bagaimana cara mereka mencari pemain, saat internet masih belum berkembang, selain dari pemantauan dan rekomendasi agen?

Lewat telepon, agen yang berlokasi di Manchester tak perlu menghabiskan waktu dua jam di jalan untuk mampir ke London, hanya untuk mempromosikan pemainnya. Ia tinggal memutar nomor telepon, dan meyakinkan kesebelasan di London untuk menggunakan jasa pemainnya.

Agen penting bagi karir pesepakbola terutama mereka yang senang “bertualang”. Agen harus bisa memastikan dan memproyeksikan bagaimana nasib pemain di kesebelasan barunya. Jangan heran, misalnya, jika sejumlah pemain tua hijrah ke MLS, Liga Australia, atau yang sedang tenar: Liga India.

Memaksimalkan Potensi Keuangan

Saat kesebelasan sudah mendapatkan izin—biasanya sudah sepakat soal nilai transfer—agen harus membaca dengan cermat kontrak yang ditawarkan. Poin utama yang dibicarakan biasanya tentang besaran gaji, durasi kontrak, dan bonus yang didapatkan.

Pemain umumnya menggunakan jasa agen untuk memaksimalkan potensi pendapatan yang mereka miliki. Pemain juga tidak ingin ribet soal urusan admininstrasi. Agen yang sudah punya nama, seperti Jorge Mendes, tidak mungkin mengurusi pemainnya satu persatu, karena ada puluhan nama yang bekerja sama. Mendes pun membangun agensi pemain dengan nama GestiFute yang berbasis di Portugal.

Untuk mengurusi hal-hal minor seperti akomodasi dan asistensi pemain, Mendes tentu tidak turun tangan langsung. Ia punya asisten yang dipekerjakan untuk membantu sang pemain.

**

“Halo”, “Hola”, “Assalamualaikum”. Hampir semua orang mengangkat telepon dengan kata pembuka. Dalam detik-detik penutupan transfer, barangkali kata-kata tersebut tak pernal lagi terucap.

“100 ribu per minggu,”

“Turunkan, nanti kami beri bonus rumah,”

“75 ribu atau tidak sama sekali,” telepon pun ditutup; menyisakan adrenalin yang terpacu kencang di kedua ujung telepon. Yang satu khawatir tawarannya ditolak, sementara ujung yang satunya lagi masih berdebar karena harus mengeluarkan uang yang begitu besar.


Baca juga: Pertimbangan Pemain Menyetujui Kontrak

6 Langkah Terjadinya Transfer

Kepemilikan Pihak Ketiga pada Kasus Rojo, Tevez, dan Mascherano


Sumber gambar: socceracme.com

Komentar