Cha Bum Kun Legenda Asia di Bundesliga

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cha Bum Kun Legenda Asia di Bundesliga

Dalam daftar nama penggawa Korea Selatan yang dipanggil ke babak kualifikasi Piala Dunia 2014 lalu, hanya ada satu pemain dengan marga “Cha” yakni Cha Du Ri. Sisanya, didominasi oleh marga “Kim”, “Lee”, dan “Park”. Padahal, pada era 1980-an, “Cha” amatlah populer di Bundesliga.

Pria dengan tinggi 179 sentimeter tersebut bernama Cha Bum Kun. Dalam khazanah sepakbola Jerman, ia dikenal dengan sebutan “Tscha Boom”, karena penampilannya yang eksplosif di lini depan.

Kini, ia lebih sering tampil rapi dengan setelan jas lengkap. Ia hadir sebagai komentator sepakbola di salah satu stasiun televisi di Korea Selatan, SBS. Atas pencapaiannya selama lebih dari satu dekade di Bundesliga, membuatnya disebut sebagai legenda sepakbola Korea Selatan.

Dua Kali Juara Piala UEFA

Permainan Cha Bum memang terbilang fenomenal. Selepas SMA, ia mengikuti wajib militer. Dalam tugasnya tersebut, ia turut bermain untuk tim sepakbola angkatan udara. Penampilannya pun mendapat decak kagum pelatih timnas Korea Selatan pada masa itu. Dalam usia 19 tahun, ia pun dipanggil untuk memperkuat timnas. Cha Bum menjadi pemain termuda yang pernah bermain di timnas Korea Selatan.

Pada 1979, Eintracht Frankfurt tertarik merekrutnya. Hanya butuh waktu satu tahun baginya, untuk membawa tim yang bemarkas di Commerzbank Arena tersebut menjadi juara Piala UEFA.

Pada 1983, Bayer Levekusen memboyongnya ke BayArena. Sempat mengalami cedera lutut yang hampir merenggut kariernya, Cha Bum membuktikan diri kalau ia belum habis. Bahkan, Leverkusen dibawanya menjadi juara Piala UEFA pada 1988.

Setahun setelah gelar tersebut, Cha Bum memutuskan untuk gantung sepatu. Catatannya pertandingannya pun mengesankan. Ia telah melakoni 308 pertandingan dengan mencetak 98 gol selama satu dekade di Bundesliga.

Hal tersebut yang membuat Cha Bum menjadi panutan bagi pesepakbola generasi muda Korea Selatan.

Seperti halnya pesepakbola yang tak bisa jauh dari sepakbola, Cha Bum memutuskan beralih profesi menjadi seorang pelatih. Ia melatih Ulsan Hyundai pada 1991 hingga 1994. Kariernya kemudian menanjak setelah membawa timnas Korea Selatan lolos ke Piala Dunia 1998.

Saat Piala Dunia 1998 masih digelar pada pertandingan kedua, ia dipecat karena kalah lima gol tanpa balas dari Belanda. Ia bahkan mendapat sanksi lima tahun tidak boleh beraktivitas di sepakbola, karena menuduh Liga Korea Selatan telah diatur dan menyalahkan federasi sepakbola Korsel, KFA, atas buruknya penampilan di Piala Dunia.

Pada 2003, ia melatih Suwon Bluewings. Di sinilah puncak tertinggi karier kepelatihan Cha Bum. Ia membawa Suwon dua kali juara Liga Korea pada 2004 dan 2008.

Cha Bum memutuskan untuk beristirahat dari kegiatan sepakbola pada 2010.

Ditantang Park Ji Sung

Mungkin, belum banyak yang tahu kalau Cha Bum dan Park Ji Sung memiliki ikatan yang kuat sebagai guru dan murid. Sejak kecil, Ji Sung sudah menyaksikan pertandingan Cha Bum di Bundesliga. Sejak saat itu pula lah semangatnya terbangun untuk bisa menyamai prestasi yang ditorehkan Cha Bum.

Pada pertengahan 2014, Cha Bum kembali bertemu dengan Ji Sung. Kali ini dalam momen yang berbeda. Ji Sung mengundang gurunya tersebut untuk turut serta dalam acara Asian Dreams Cup 2014, yang akan digelar di Jakarta.

Namun, sebelumnya, Cha Bum diundang khusus ke acara variety show terlaris di Korea Selatan, Running Man.

Awalnya, ia diminta untuk mengasah kemampuan para member Running Man sehingga memiliki bekal sebelum bertolak ke Jakarta. Pelatihan singkat tersebut mencakup latihan umpan dan tendangan.

Namun, di penghujung acara, Cha Bum ditantang untuk menembak bola ke dalam cincin api dengan diameter dua kali lebih besar dari bola itu sendiri. Bukan sebuah tantangan yang mudah, bagi pesepakbola yang masih aktif bermain sekalipun. Terlebih, cincin tersebut ditempatkan 20 sentimeter lebih tinggi dibanding mistar gawang.

Ada sejumlah tantangan yang mesti dilewati. Pertama, dengan jarak sekitar 15 meter dari target, ia harus melambungkan bola tepat dengan tinggi target. Kedua, bola diupayakan tidak melengkung karena peluang menabrak pinggiran cincin tersebut makin besar. Cha Bum diberi tiga kali kesempatan untuk menyelesaikan tantangan tersebut.

“Ah, tantangan ini sangat sulit,” tutur Cha Bum. Dengan menggunakan celana bahan dan sepatu kulit pantofel, ia tetap mencoba.

Tendangan pertamanya hanya membentur bagian bawah cincin tersebut.

Cha Bum Hit
Tendangan pertama Cha Bum yang membentur dinding bawah cincin api.

“Sepatu yang kugunakan, tak cocok jika digunakan untuk bermain bola,” Cha Bum beralasan. Ia pun hampir menyerah dan memberikan tantangan tersebut pada Ji Sung. Namun, member Running Man terus memberinya semangat agar ia melanjutkan tantangan tersebut, dengan satu syarat.

“Izinkan aku menggunakan sepatu bola,” katanya.

Dengan penuh percaya diri, ia memantulkan bola untuk ditendang. Kali ini, kuda-kudanya jauh lebih sigap ketimbang tendangan pertama. Bola pun melengkung lebih tinggi dengan lengkungan yang lebih tajam.

Lagi-lagi, bola membentur dinding cincin bagian atas. Member Running Man pun menghela nafas. Karena hanya ada tersisa satu tendangan lagi.

Cha Bum Hit 2
Tendangan kedua Cha Bum dengan menggunakan sepatu bola yang masih membentur cincin atas.

Di tendangan ketiga, ia mulai terbiasa dengan sepatu yang ia kenakan. Cha Bum kembali melakukan ancang-ancang dengan menendang bola jauh lebih kuat, tapi tak membuatnya terlalu melambung. Hasilnya, bola pun bergulir dengan kencang tepat ke area tengah cincin api tersebut.

Cha Bum Hit 3
Tendangan ketiga Cha Bum yang berhasil menembus cincin api.

Ketekunan berlatih serta pengalaman membuat apa yang terlihat mustahil menjadi mungkin. Hal tersebut dibuktikan oleh Cha Bum dengan menjadi pemain Korea Selatan pertama yang merengkuh gelar di kompetisi Eropa.

Bukan tanpa alasan pula jika International Federation of Football History and Statistics, IFFHS, menobatkannya sebagai pemain terbaik Asia abad ini.

Cha Bum bukan hanya milik Korea Selatan. Keberhasilannya bisa menjadi teladan bagi semua pemain muda Asia, Indonesia khususnya untuk meraih mimpi setinggi-tingginya dalam bidang sepakbola.

Komentar