Jangan Nilai Alexandre Lacazette dari Gol

Analisis

by Redaksi 15

Redaksi 15

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jangan Nilai Alexandre Lacazette dari Gol

Hanya bisa menyumbang enam gol dari 18 pertandingan yang dijalaninya di musim 2019/20 sejauh ini, kualitas Alexandre Lacazette mulai dipertanyakan. Kepada the Times, mantan penyerang Chelsea, Tony Cascarino, merasa Arsenal perlu menjual penyerang Prancis tersebut dan menggunakan hasil penjualan untuk mendatangkan gelandang Manchester City, Fernandinho. Sementara legenda Skotlandia Charlie Nicholas melihat lini depan yang berantakan menjadi alasan utama the Gunners terpuruk di 2019/20.

Menurut sosok yang pernah terpilih sebagai pemain terbaik Arsenal 1984 tersebut, Pierre-Emerick Aubameyang yang terlalu diberi kebebasan membuat Lacazette tidak dapat banyak terlibat dalam pertandingan. Nicholas pun merasa Mikel Arteta harus berani melepas salah satu dari dua pemain tersebut demi memperbaiki lini serang the Gunners.

Musim 2019/20 memang menjadi sejarah kelam tersendiri bagi Arsenal. Duduk di peringkat ke-10 klasemen sementara Liga Primer Inggris setelah 21 partai, kesebelasan asal London Utara tersebut merasakan posisi terendah mereka sejak 1994/95. Pada era kepelatihan George Graham itu, the Gunners duduk di peringkat ke-11 setelah menjalani jumlah pertandingan yang sama. Tapi, mereka berhasil mengumpulkan poin lebih banyak dibandingkan Aubameyang dan kawan-kawan di 2019/20 (28:27).

Lini pertahanan Arsenal sering kali jadi sorotan utama. Duet David Luiz dan Sokratis Papastathopoulos sering kali disalahkan. Alasan Cascarino menyarankan Arsenal memboyong Fernandinho juga tidak lepas dari sorotannya ke lini pertahanan the Gunners. Menurutnya, Fernandinho dapat memberi ketenangan dan keseimbangan yang dibutuhkan Arteta. Melapisi Luiz dan Sokratis sekaligus mengalirkan bola untuk Nicolas Pepe dan kawan-kawan.

Namun, sebenarnya pertahanan Arsenal sudah membaik dibandingkan 2018/19. Walaupun jumlah kebobolan mereka dari 21 pertandingan Liga Primer Inggris di 2018/19 dan 2019/20 hanya beda tipis. Sangat tipis, musim lalu gawang Bernd Leno kebobolan 31 kali dari 21 laga. Sementara di 2019/20, angka itu berkurang satu jadi 30 kali kebobolan dari jumlah pertandingan yang sama.

Tipis, jika tidak dapat dianggap sebagai perbaikan, setidaknya data tersebut menunjukkan bahwa bukan lini belakang bukan masalah Arsenal di 2019/20. Pasalnya, musim lalu mereka menduduki peringkat lima klasemen meski kebobolan 31 kali dari 21 pertandingan. Posisi tersebut berhasil diamankan Unai Emery di akhir musim. Memberikan tiket Liga Europa 2019/20 untuk the Gunners.

Masalah Arsenal adalah di lini depan. Setidaknya berdasarkan statistik, musim ini mereka baru berhasil membobol gawang lawan sebanyak 28 kali dari 21 partai Liga Primer Inggris. Angka paling rendah yang pernah dilihat Arsenal sejak 2005/06 (27 gol dari 21 laga). Wajar jika Lacazette dan Aubameyang dikritik.

Apabila mengikuti saran Nicholas, Lacazette akan ditunjuk sebagai kambing hitam ketumpulan Arsenal. Meski Aubameyang mungkin bermain terlalu bebas dan membuat aliran bola seakan berantakan, dirinya masih dapat menyumbang 15 gol dari 25 pertandingan di 2019/20 sejauh ini. Baik di Liga Primer Inggris ataupun Liga Europa. Sementara Lacazette hanya menyumbang enam gol dari 18 pertandingan.

Aubameyang memang mendapatkan jam terbang lebih banyak dibandingkan Lacazette. Ia adalah kapten yang dipercaya untuk memimpin the Gunners setelah Granit Xhaka gagal memenangkan hati penduduk Stadion Emirates. Menurut Transfermarkt per 10 Januari 2020, Aubameyang sudah bermain 2.074 menit (‘) untuk Arsenal. Sementara Lacazette baru tampil 1.219’.

Meski demikian, Aubameyang memiliki rataan 136 menit per gol. Sementara rataan Lacazette adalah 203 menit per gol. Padahal seharusnya, jika Lacazette bisa memanfaatkan setiap menit yang ia dapat, dirinya akan memiliki rataan menit per gol yang lebih kecil dibandingkan Aubameyang.

Mirip seperti Paco Alcacer di Borussia Dortmund 2018/19. Dirinya memiliki jam terbang yang terbatas layaknya Lacazette. Tapi dibandingkan Jadon Sancho yang diberikan kebebasan untuk menyerang dari segala sisi, Paco lebih efektif. Mencetak satu gol setiap 86 menit, jauh lebih baik dari Sancho (228’/gol).

Lacazette tidak bisa seperti Paco. Jika Arteta mendengarkan saran Nicholas, pemain terbaik Arsenal di 1984, Lacazette jelas akan dibuang dari Stadion Emirates. Sekalipun penyerang kelahiran Kota Lyon itu adalah pemain terbaik Arsenal di 2018/2019.

Akan tetapi, tidak ada satupun pihak internal Arsenal yang merasa Lacazette harus pergi setelah gagal mempertahankan performanya di 2019/20. Setidaknya dari laporan the Athletic, semua percaya bahwa hanya waktu yang dibutuhkan Lacazette untuk kembali menemukan ketajamannya lagi.

Arteta bahkan memberikan ban kapten kepada Lacazette ketika Arsenal bertemu Leeds United di ronde ketiga Piala FA 2019/20 (7/1). The Gunners menang tipis lewat gol semata wayang Reiss Nelson. Waktu Nelson berlari ke pinggir lapangan untuk merayakan golnya, Lacazette terlihat sangat senang berlari di belakang juniornya itu. Sebuah pemandangan aneh untuk penulis L’Equipe, Vincent Duluc.

Duluc sudah mengikuti karier Lacazette sejak usia dini. Dirinya sudah mengakui talenta Lacazette sejak masih di Akademi Olympique Lyon. Melihat Lacazette senang merayakan gol pemain lain merupakan hal langka baginya. “Dirinya dikenal sebagai pemain yang egois. Akan tetapi mungkin semua ini merupakan efek usia dan pengalaman. Lacazette selalu tahu bahwa dirinya akan dinilai dari jumlah gol atau konversi peluang yang ia raih. Ini adalah pertama kalinya Lacazette tumpul di depan gawang lawan,” kata Duluc.

Duluc juga ingat bahwa Lacazette adalah penyerang yang malas. Bahkan menurutnya, Lacazette sendiri pernah mengakui hal tersebut. Ketika Lyon diasuh Remy Garde, Lacazette bahkan dipaksa bermain di sisi sayap guna melatih determinasi. Tapi bersama Arsenal, Lacazette sudah membuktikan bahwa dirinya tak bisa lagi disebut pemalas.

Ia jelas butuh waktu adaptasi saat pertama mendarat di Stadion Emirates. Apalagi sebenarnya Lacazette sudah mempersiapkan diri untuk membela Atletico Madrid. Bukan Arsenal. Namun karena Rojiblancos saat itu terkena embargo transfer, Lacazette pun pindah haluan dan mendarat di Kota London.

Mendadak bukan berarti panik. Lacazette membuktikan dirinya dengan melibatkan diri dalam 19 gol dari 32 partai Liga Primer Inggris 2017/18. Mencetak 14 gol dengan namanya sendiri serta mengarsiteki lima lainnya. Tidak ada pemain yang lebih terlibat dalam gol Arsenal di musim 2017/18 dibanding Lacazette.

Pada musim 2018/19 juga sama. Lacazette terlibat dalam 32 gol Arsenal dalam semua kompetisi, 23 di antaranya tercipta saat Liga Primer Inggris. Padahal di bawah arahan Unai Emery, dirinya sangat jarang bermain penuh 90 menit. Dari 49 pertandingan yang ia jalani di semua kompetisi pada musim 2018/19, hanya 23 kali Lacazette bermain selama 90 menit. Tapi dengan jam terbang terbatas itu, dirinya dapat menjadi pemain terbaik the Gunners.

Mantan gelandang Arsenal sekaligus rekan senegara Lacazette, Robert Pires, merasa keputusan Didier Deschamps untuk tidak melibatkan Lacazette di dua edisi Piala Dunia (2014,2018) dan juga Piala Eropa 2016, telah mempengaruhi rasa percaya diri pemain kelahiran 28 Mei 1991 itu. Apalagi di 2018, Olivier Giroud yang hanya terlibat dalam 15 gol dari 44 partai bersama dua kesebelasan berbeda (Arsenal dan Chelsea) di 2017/18 ikut berangkat ke Rusia.

https://twitter.com/cnnsport/status/1018777725656535040">

Usia Lacazette sudah tidak muda lagi, ia akan berumur 31 tahun saat Piala Dunia 2022 bergulir di Qatar. Piala Eropa 2020 dan Piala Dunia 2022 bisa disebut menjadi kesempatan terakhirnya untuk mewakili Les Bleus di turnamen besar. Bukan tidak mungkin Lacazette mengubah gaya permainanya jadi lebih mirip dengan Giroud untuk bisa terbang mengenakan seragam Tim Nasional Prancis.

Giroud juga sama seperti Lacazette. Ia tidak banyak mencetak gol, tapi dirinya selalu berusaha sekuat tenaga untuk membantu rekan-rekan satu timnya. Ada masanya di Piala Dunia 2018, Giroud bermain layaknya gelandang bertahan jadi tembok pertama sebelum lawan memasuki area pertahanan Prancis. Padahal, ia tetap ditempatkan sebagai penyerang oleh Deschamps.

Urusan gol, pada waktunya juga akan datang sendiri. Lacazette adalah salah satu penyerang paling produktif yang pernah dimiliki oleh Lyon. Mencetak 129 gol bersama Les Gones, hanya Serge Chiesa (134) dan Fleury Di Nallo (182) yang mengalahkan Lacazette. Bersama Arsenal, ia juga sudah berhasil membuktikan diri sejak pertama mendarat di London Utara.

Ada agenda lain yang mungkin sedang dikejar Lacazette. Arteta selaku juru taktik the Gunners pun tidak mempermasalahkan minimnya gol Lacazette. “Dirinya selalu membuat pemain-pemain sekitarnya tampil lebih baik,” puji mantan kapten Arsenal tersebut.

Komentar