Malaysia U-23 vs Indonesia U-23 : Krisis Efektivitas dan Ketergantungan pada Sananta

Analisis

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Malaysia U-23 vs Indonesia U-23 : Krisis Efektivitas dan Ketergantungan pada Sananta

Tim nasional (Timnas) Indonesia U-23 memulai AFF U-23 dengan kekalahan. Garuda Muda takluk dari Malaysia U-23 dengan skor 2-1. Sempat unggul di babak pertama melalui gol dari Ramadhan Sananta, namun Harimau Malaya mampu membalikkan keadaan melalui dua gol dari kaki Fergus Tierney. Hasil ini diperkirakan sangat penting untuk menentukan juara Grup B. Indonesia wajib menang melawan Timor Leste sementara Malaysia hanya perlu hasil seri untuk memastikan langkahnya ke babak semifinal.

Jika berkaca dari komposisi pemain yang diturunkan, Indonesia tampil dengan pemain-pemain yang menjuarai Sea Games 2023. Ernando Ari, Bagas Kaffa, Beckham Putra, hingga Ramadhan Sananta turun sejak menit pertama. Di daftar susunan pemain terlihat Shin Tae-yong menggunakan formasi dasar 4-4-2. Namun dalam prakteknya, timnas Indonesia cenderung bermain dengan formasi dasar 3-5-2.

Di kubu lawan, Elangowan Elavarasan menurunkan beberapa pemain “langganan” seperti Najmudin Akmal, Ruventhiran, Aiman Afif, dan Nik Aziz. Malaysia bermain dengan formasi dasar 4-1-4-1 yang bergeser menjadi 4-4-2 ketika menyerang. Alif Izwan Yuswan berperan sebagai ujung tombak ditopang oleh dua sayap yang diisi oleh Najmudin Akmal dan Harith Mohamad Sahar.



Sejak wasit Hiroki Kasahara meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, Indonesia langsung mengambil inisiatif serangan. Robi Darwis yang berada di sentral pertahanan juga berperan sebagai inisiator build up. Lini tengah yang diisi Mohammad Kanu, Beckham, dan Arkhan tampil dominan dan mampu mengungguli lini tengah Malaysia yang diisi Saiful Jamaluddin dan Syahir Bashah. Terbukti hingga akhir pertandingan, Indonesia unggul dalam penguasaan bola (65%).

Malaysia, terutama pada babak pertama, cukup cerdik dalam menentukan kapan harus melakukan high press, dan kapan harus menunggu di area sendiri. Fokus highpress Malaysia adalah menutup jalur umpan ke gelandang, baik itu Arkhan, Beckham, atau Kanu. Mereka justru membiarkan bola bergulir ke sisi sayap sebab secara struktur, Malaysia lebih memungkinkan menang di sektor sayap dibanding di lini tengah.




Indonesia yang terarahkan menyerang dari sayap mampu menciptakan beberapa peluang. Bagas dan Frengky Missa yang beroperasi di sisi terluar memiliki kemampuan penetrasi, kombinasi, dan umpan silang yang cukup berbahaya. Selain itu, mobilitas Beckham dan Arkhan sangat membantu sektor sayap untuk menciptakan overload (unggul jumlah pemain). Secara keseluruhan, Indonesia tidak memiliki masalah dalam proses build up dan penciptaan peluang.

Masalah timnas Indonesia kembali lagi ke masalah klasik, yaitu efektivitas. Sepanjang laga, timnas Indonesia melepaskan 12 tembakan namun hanya tiga tembakan yang tepat sasaran. Indonesia juga lebih sering memasuki kotak penalti lawan (30 sentuhan) namun hanya dua tembakan yang dilepaskan dari dalam kotak penalti.

Satu gol yang dicetak timnas Indonesia nyatanya tidak cukup untuk memboyong tiga poin pertamanya. Justru, timnas Malaysia memanfaatkan situasi ini hingga mampu membalikkan keadaan. Hasil ini tentu bukan kebetulan, terdapat beberapa hal yang membuat Indonesia harus menerima kekalahan.

Penurunan Intensitas

Memasuki babak kedua, Indonesia perlahan menurunkan intensitas. Situasi ini kemungkinan besar disebabkan oleh stamina, atau memang instruksi Shin.

Ketika situasi off posession (tidak menguasai bola) Indonesia lebih sering menunggu di area sendiri. Mereka cenderung membiarkan Malaysia melakukan sirkulasi bola di lini belakang. Sananta dan Jauhari menutup jalur umpan ke tengah dengan intensitas rendah. Bagas dan Frengky yang bertanggung jawab di sisi lapangan melakukan man marking terhadap sayap Malaysia.

Pembeda dari situasi ini adalah Fergus Tierney yang masuk menggantikan Bashah pada menit ke-46. Tierney yang berperan sebagai gelandang serang menambah kekuatan Malaysia dalam memainkan bola-bola direct. Indonesia yang terlanjur menurunkan intensitan memberikan ruang yang cukup leluasa untuk Tierney. Pemain yang lahir di Sktotlandia tersebut bergerak sangat dinamis. Ia memberikan teror hampir dari segala sisi.

Ketergantungan pada Sananta

Jika harus memilih siapa pemain Indonesia terbaik dalam laga ini, maka Sananta adalah pemain paling layak. Terlepas dari satu gol yang ia catatkan, Sananta menjadi tumpuan serangan Indonesia. Ketika fase build up dan Malaysia menerapkan strategi high press, pemain belakang yang memegang bola sering mengirimkan umpan panjang ke arah Sananta yang kuat duel udara.

Sepanjang pertandingan, Sananta yang diplot sebagai ujung tombak ternyata bergerak sangat dinamis. Tidak jarang ia mencari ruang di pinggir lapangan. Ia juga rajin menjemput bola andai Beckham dan Arkhan dijaga ketat. Bermain selama 90 menit, kontribusi Sananta terasa cukup konsisten.

Sayangnya, serangan Indonesia terlalu bergantung pada Sananta. Malaysia perlahan menyadari ancaman dari Sananta sehigga mereka meningkatkan penjagaan terhadapnya. Pada situasi ini, Irfan Jauhari sebetulnya sedikit lebih bebas. Sayangnya, Jauhari gagal memanfaatkan celah tersebut. Idealnya, Jauhari berganti peran menjadi ujung tombak apabila Sananta diberikan peran sebagai penyerang yang lebih banyak menjemput bola. Harapanya, Jauhari yang akan menerima umpan-umpan kunci dan diselesaikan menajdi gol. Namun skenario tersebut tidak terjadi selama pertandingan.

Masuknya Ragil di babak kedua tidak mengubah situasi. Sananta tetap melakukan tugasnya dengan baik namun kontribusi Ragil cenderung tidak terlihat. Ragil justru lebih sering melebar sehingga menciptakan kekosongan di area kotak penalti lawan. Alhasil, Indonesia kesulitan mencari target umpan ketika berhasil membangun serangan hingga memasuki area lawan.

Kesalahan Individu

Pada laga ini, banyak sekali kesalahan individu yang dilakukan Garuda Muda. Salah umpan, sapuan yang “kotor”, salah penempatan posisi, dan sebagainya. Kejadian seperti ini perlu diminamilisasi apalagi bermain di tingkat tim nasional. Shin Tae-yong perlu menyoroti mental pemain karena kesalahan individu sangat dipengaruhi oleh mental pemain.

Dua gol yang dicetak Malaysia pun berawal dari kesalahan individu. Gol pertama tercipta dari titik putih. Namun, keputusan wasit berawal dari aksi pemain Indonesia yang kurang dewasa dalam situasi genting (seperti situasi di dalam kotak penalti). Gol kedua pun demikian, berawal dari salah umpan, Malaysia menghukum melalui penetrasi di sayap kanan, diakhiri dengan sepakan Tierney yang mengarah ke pojok.

Jangan lupa bahwa mereka bukan timnas senior sehingga progres jauh lebih penting dibanding hasil. Maka dari itu, di pertandingan berikutnya melawan Timor Leste, harapanya para pemain mengalami peningkatan termasuk mental.

Ikuti terus perkembangan dan nikmati konten eksklusif dari turnamen sepakbola terbesar di Asia Tenggara di akun resmi sosial media Piala AFF, @affmitsubishielectriccup dan @affu23championshipofficial.

Komentar