Eksklusif Wawancara Leonard Tupamahu: Tentang Bagaimana Tetap Bermain di Umur 40 Hingga Persimpangan Jalan Kariernya

Nasional

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Eksklusif Wawancara Leonard Tupamahu: Tentang Bagaimana Tetap Bermain di Umur 40 Hingga Persimpangan Jalan Kariernya

“Kecuali, dalam hati saya, kecuali yang datang saat ini di tim ini adalah Sergio Ramos, saya akan dengan senang hati duduk untuk belajar lihat dia dari [bangku] cadangan.”

Itu sepenggal kalimat Leonard Tupamahu, pemain yang lahir di Jakarta, 9 Juli 1983, dari ayah yang berasal dari Maluku dan ibu dari Nusa Tenggara Timur. Tahun ini ia genap berusia 40 tahun. Namun, ia masih bisa bermain di Liga 1 bersama PSS Sleman. Baginya, tidak ada patokan umur bagi seorang pemain sepakbola. Kalimatnya itu menggambarkan betapa ia tetap terus ingin bersaing dengan siapapun meski umurnya tidak muda lagi.

Pemain yang mengawali karier profesionalnya bersama Persija Jakarta pada 2001 itu kami mewawancarai saat ia sudah berada di mes pemain, selepas PSS menghadapi Persis Solo pada Jumat (7/7/2023) di Stadion Maguwoharjo. Leonard bicara soal rahasia kariernya, tips untuk pemain muda, hingga titik persimpangan jalannya sebagai seorang pemain

Berikut wawancara kami:

Omong-omong, dua hari lagi genap 40 tahun.

Ya. Live begins at 40 hahaha..

Rahasia masih fit di umur 40?

Pertama Puji Tuhan, bersyukur banget Tuhan udah bawa saya sampai umur 40 tahun. Tapi kalau dibilang rahasia khusus sih sebenarnya gimana ya, nggak ada. Tapi, saya memang punya target. Saya mau main bola sampai umur 40, karena saya punya panutan dalam sepakbola. Saya lihat senior saya bisa main lama. Contoh Mas Bima Sakti, Putu Gede [Pelatih Arema FC], terus Mas Ponaryo [Astaman]. Mereka main bola juga cukup lama dan bagus, jadi saya juga punya angan-angan main bola kayak mereka, panjang kariernya.

Saya sebisa mungkin menjaga fisik di umur 30 lebih. Saya sebisa mungkin menjaga kondisi itu dengan misalnya menjaga pola makan, walaupun memang saya kadang nggak strict-strict amat gitu untuk jaga pola makan. Saya masih kadang-kadang makan – ya namanya orang Indonesia ya kalau untuk makanan-makanan yang terbaik ya istri saya juga nggak biasa bikin itu setiap hari atau di mes juga nggak ada setiap hari. Palingan kalau ada, nggak setiap hari. Palingan sekali-kali aja. Kadang-kadang kalau lagi away di hotel kita bisa temuin makanan-makanan yang dari goreng-goreng, tapi sebisa mungkin setelah umurnya 30+ saya nggak terlalu makan yang gimana-gimana, kalau istri saya bisa masak yang bagus, saya makan masakan istri.

Soal jam istirahat?

Soal jam istirahat, saya sebisa mungkin setelah pertandingan nggak keluar lagi, bukannya saya dari dulu, pemainnya itu selalu jaga kondisi, nggak juga. Karena saya pemain bola, pasti waktu umur saya bisa dibilang muda, saya juga nakal juga. Maksudnya saya menikmati juga kehidupan di dunia malam. Minum sama temen setelah pertandingan tapi selalu ada batasnya. Kalau saya pribadi saya selalu ada batasnya. Saya minum-minum atau pergi ke diskotek biasanya setelah abis pertandingan. Dan itu pun saya bisa dibilang tidak terlalu sering kalau dulu. Tapi setelah umur saya 30+ bisa dibilang saya jarang sekali. Kalaupun saya pergi gitu, itu adalah acara untuk selesai kompetisi sama temen-temen. Setelah selesai kompetisi ya wajarlah kita having fun, menikmati, yaudahlah kita bersyukur udah menjalani kompetisi yang panjang ini. Ya, okelah kita sekali-kali having fun sekali-kali pergi sama temen-temen ke diskotek, minum. Kalau sekarang kan saya udah nggak terlalu [sering].

Dan kalau ngerokok saya nggak ngerokok. Kalau dulu saya ngerokok sih, waktu masih kecil, dari SD sampai SMP. Ketika saya SMP, saya mutusin saya bilang sama diri sendiri, saya ingat kelas 1 SMP. Waktu itu pulang sekolah saya bilang “ah saya mau jadi pemain bola aja, saya udah mau berhenti ngerokok.” Semenjak itu saya jujur udah nggak ngerokok-ngerokok lagi sampai detik ini. Kalaupun saya ngerokok, saya ngerokok satu batang untuk ngilangin stres, tapi itu pun sangat jarang sekali. Saya juga sekarang me-manage stres saya. Kan juga penting untuk seorang pemain untuk bisa me-manage stres. Dan juga Puji Tuhan, saya punya istri yang perhatian, istri yang selalu mengingatkan, orang tua yang selalu mengingatkan, dan juga yang paling penting juga kehidupan spiritual kita, karena menurut saya itu yang paling penting. Ketika kita tahu apa yang bener, kita pasti nggak akan ngelakuin hal yang nggak bener untuk ngerusak badan kita.

Ada Kekhawatiran Tergeser Pemain Muda?

Kalau dibilang kekhawatiran, namanya juga saya manusia itu pasti ada. Apalagi di zaman-zaman sekarang kayak gini, sepakbola kita ini pemain selalu dilihat dari umur. Menurut saya di sepakbola nggak ada itu persoalan umur. Pertanyaan di sepakbola itu bisa atau nggak? Mau atau nggak? Mampu atau nggak? Nggak ada pertanyaan umur muda umur tua. Kalau kayak gitu, Messi kemarin nggak jadi juara Piala Dunia kan istilahnya, di umur segitu. Yang juara dunia mungkin umurnya yang masih lebih muda dari dia.

Jadi saya kadang-kadang ada kekhawatiran [tergeser pemain muda], tapi saya selalu berpikiran positif. Saya dari dulu nggak pernah takut untuk bersaing. Contoh saya misal datang pada satu tim, siapapun yang datang di tim itu, pemain asing, pemain lokal, pemain tua/muda, saya nggak pernah takut untuk bersaing. Kecuali, dalam hati saya, kecuali yang datang saat ini di tim ini adalah Sergio Ramos, saya akan dengan senang hati duduk untuk belajar lihat dia dari [bangku] cadangan.

Prinsipnya gitu, saya berusaha, ya namanya sepakbola kan kita bicara mental. Ketika datang pemain yang lebih muda, mental kita kayak gimana, pikiran kita, itu yang bener-bener kita harus manage terus setiap waktu. Saya kalau dibilang [punya] kekhawatiran, pasti setiap manusia kadang-kadang itu muncul, tapi bagaimana caranya mental kita tetap sehat, pikiran kita sehat, jadi kita bisa fokus untuk mengerjakan hal-hal yang harus kita lakukan. Contohnya kita persiapkan diri kita di latihan, perihal kita dipasang atau nggak sama pelatih, kita udah kasih maksimal di latihan, kita bermain bagus ketika dikasih kesempatan. Kupikir cuma itu aja sebenarnya.

Kalau kekhawatiran sekarang justru malah kita diakal-akalin sama regulasi. Dari dalam diri kita nggak ada tekanan. Sama temen yang muda tua, asing, yang satu posisi, kita bisa bekerja sama, berkoordinasi, saling kasih motivasi, kasih masukan. Justru tekanannya datang dari regulasi. Jadi ya kadang-kadang itulah hidup, tantangan kayak gitu harus terus kita lewati terus supaya kita bisa survive di bisnis ini.

Tips Untuk Pemain Muda?

Pesan untuk anak-anak muda sekarang bukan sekadar kerja keras, bukan sekadar disiplin, bukan sekadar latihan yang giat, yang pasti nomor satu dia harus respek dulu sama orang tua. Respek dulu nih nomor satu, karena kalau dia mau panjang main bolanya, dia mau bagus main bolanya, dia harus respek dulu sama orang tua, orang tua ini bisa bicara dari orang tua di rumah, pelatih dia di lapangan, senior dia di dalam tim. Kitman mungkin yang lebih tua dari dia atau manajemen, lawannya pun, dia harus bisa respek dulu sama orang yang lebih tua.

Kedua dia harus banyak mendengarkan. Zaman sekarang udah banyak banget diberi kemudahan di sepakbola dan itu harus mereka manfaatin, mereka nggak boleh leha-leha santai karena ada regulasi pemain muda pasti [mereka] main. Mereka harus banyak mendengarkan seniornya, pelatih, banyak bertanya, nggak boleh malu-malu. Terus banyak nonton video, entah video pertandingan, video analisa, itu mereka harus banyak tonton. Jadi itu hal-hal yang membantu mereka di dalam pertandingan. Dia satu langkah lebih dari musuhnya, ketika dia sudah menganalisa pertandingan, kaya sekarang kan banyak yang kita sebut dari Youtube. Sekarang juga sudah pelatih analisa, aku pikir mereka harus punya waktu lebih untuk dengerin pelatihnya, untuk cari tahu, untuk nonton – selain yang jaga kondisi, itu kan sudah lumrah.

Belum Ada Rencana Pensiun?

Target saya memang [main] sampai umur 40. Ini kan umur saya 40. Tapi memang saya jujur ini ada di persimpangan jalan. Saya ada target yang saya pengen capai di lima tahun ke belakang ini, baru saya pensiun. Target saya gini, saya berhenti di umur 40 tapi saya pengen punya lisensi A [pelatih] dulu nih. Saya masih main, ketika memutuskan udah pensiun, saya punya lisensi A nih untuk memulai kepelatihan. Sekarang saya sudah punya lisensi B. Jadi target saya kemarin kalau bisa saya pengen ambil lisensi A, setelah saya punya lisensi A nyambi jadi pemain, terus saya putuskan untuk pensiun.

Tapi memang jujur saja saya lagi berada di persimpangan jalan. Saya banyak bertanya sama pelatih-pelatih saya, saya nanya sama temen-temen satu tim, saya juga banyak tanya, banyak sharing sama mereka. Karena menurut saya orang-orang ini orang-orang yang melihat keseharian saya. Saya juga nggak mau jadi pemain senior yang nggak tahu diri, “ah lu nggak bisa apa-apa maksain terus,” saya nggak mau ada orang ngomong kaya begitu. Saya ya kalau memang masih mutusin untuk main bola, saya memang masih pantes, masih bisa bersaing. Nah jadi saya makanya banyak bertanya. Kaya tadi [setelah pertandingan PSS vs Persis], saya bertanya kepada asisten pelatih saya Bang Washiyatul [Akmal]. Dulu waktu saya datang ke Persija dia juga ada di Persija kan, jadi saya juga tanya ke dia, “Coach saya gimana, di latihan saya gimana, menurut anda masih sanggup nggak?” Terus waktu itu juga di Bali United ada coach Antonio Claudio jadi asisten, terus saya tanya sama temen-temen saya karena mereka yang lihat saya setiap hari.

Duet Terbaik?

Ada banyak, karena jujur saja karena kan [karier] saya panjang. Yang paling terakhir sih ada Jajang [Mulyana]. Terus kayak [Willian] Pacheco, ada Hamka [Hamzah], ada [Pierre] Njanka, menurut saya empat orang ini bisa dibilang tandem saya yang menurut saya terbaik ini mainnya.

Komentar