Kebangkitan Aston Villa di Bawah Unai Emery

Analisis

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kebangkitan Aston Villa di Bawah Unai Emery

Keputusan menunjuk Unai Emery sebagai pengganti Steven Gerrard berbuah hasil manis bagi Aston Villa. Gerrard dipecat setelah The Villa kalah 0-3 dari Fulham (21/10) dan berada satu strip di atas zona degradasi dengan unggul selisih gol atas Wolverhampton di peringkat 18. Aston Villa hanya meraih dua kemenangan dari 11 pertandingan.

Semua berubah ketika Emery datang. Dalam tujuh pertandingan di Premier League, Emery berhasil meraih 16 poin dengan catatan lima kali menang, satu kali seri dan satu kekalahan.

Sebelumnya, pelatih berusia 51 tahun itu menukangi Villarreal dan berhasil menjuarai UEFA Europa League 2021. Selain itu, ia juga berhasil mengantarkan Villarreal mencapai babak semifinal Liga Champions musim 2021/2022. Dalam sebuah konferensi pers menjelang laga semifinal, ia mengungkapkan bahwa sebenarnya ia tertarik untuk kembali melatih di Premier League.

“Saya memikirkan tentang kesempatan untuk kembali ke Inggris, ke sebuah proyek yang serius. Saya menyukai ide itu, tetapi saya juga berterima kasih kepada Villarreal atas kesempatan yang mereka berikan kepada saya,” kata mantan pelatih Arsenal itu kepada The Athletic pada April 2022.

Kesempatan datang di bulan November 2022 ketika Nassef Sawiris dan Wes Edens (NSWE), pemilik Aston Villa, membujuk Emery untuk berlabuh ke klub yang berasal dari kota Birmingham itu. Tanpa perlu banyak waktu untuk mempertimbangkan, Emery menerima pinangan itu. Aston Villa pun membayar klausul rilis sebesar 5,25 juta poundsterling kepada Villarreal.

Saat menerima pinangan dari Aston Villa, ia mengaku bahwa keputusan itu sebagai tantangan dan pekerjaan yang berbeda.

“Di sini (Villarreal) saya merasakan sesuatu dari hati lagi, tetapi profesi sebagai pelatih ada dalam diri saya. (Memilih menjadi manajer Aston Villa) saya menganggap bahwa saya harus mengambilnya, sebagai tantangan, sebagai pekerjaan yang berbeda,” ujar Emery dilansir dari Yahoo Sports.

Setidaknya sejauh ini Emery membuktikan bahwa ia berhasil dalam mengatasi tantangan itu dan menerbitkan optimisme bagi Aston Villa bisa berlaga di kompetisi Eropa musim depan.

Mengubah Formasi Permainan

Gerrard menggunakan pakem 4-3-3 yang diubah Emery menjadi 4-4-2. Leon Bailey dan Ollie Watkins menjadi duet striker.

Ezri Konsa (CB), Tyrone Mings (CB), Lucas Digne (LB), Douglas Luiz (LCM), dan Emi Buendia (LW) menjadi pemain yang selalu diandalkan oleh Emery. Di bawah mistar gawang, Emi Martinez masih menjadi pilihan pertama.

Formasi 4-4-2 membuat Danny Ings yang sangat diandalkan di bawah Gerrard tidak selalu menjadi pilihan pertama. Namun demikian, kombinasi Leon Bailey, Ollie Watkins dan Danny Ings di bawah asuhan Emery jauh lebih produktif, karena sudah menghasilkan lima gol dan dua asis. Bandingkan dengan di era Gerrard yang hanya mencetak tiga asis dan tiga gol dalam sebelas pertandingan.

Satu dari dua striker yang dipasang Emery biasanya ditugaskan untuk menjadi target, sedangkan satu striker lain akan bergerak lebih fleksibel. Ketika masih menjadi manajer PSG, Emery memasang Edinson Cavani sebagai target man, sebagaimana ia memasang Lacazette di Arsenal. Di Aston Villa, Emery menginstruksikan Watkins sebagai striker yang bergerak bebas dan peran target man ditugaskan pada Bailey.

Dibanding era Gerrard yang condong menggunakan sayap kiri sebagai titik tumpu, Emery menekankan pola serangan yang banyak bertumpu di area sayap kanan. Di area kanan, Villa mempunyai bek sayap dengan kemampuan menyerang yang cukup mumpuni, yakni Matty Cash dan Ashley Young.


Gambar 1: Perbandingan area attacking third Aston Villa di era Gerrard dan Emery. (Sumber: SkySport)

Mengubah Pendekatan Latihan

Di jeda Piala Dunia, tidak banyak pemain Aston Villa yang bermain untuk negaranya. Hanya Matty Cash dan Jan Bednarek (Polandia), Emi Martinez (Argentina), serta Leander Dendoncker (Belgia).

Hal ini cukup menguntungkan karena Emery bisa meracik permainan dengan banyak pemain utama yang tersisa. Di jeda Piala Dunia itu, Emery membawa Aston Villa berlatih di Dubai, Uni Emirates Arab.

Di Dubai, Emery mengenalkan apa yang ia inginkan dalam permainan secara intens dan detail. Ia, misalnya, selalu menginstruksikan pemainnya ketika mencoba membangun serangan dari belakang dengan detail. Bagaimana posisi pemain ketika menguasai maupun tidak menguasai bola juga dijelaskan dengan baik, dalam bahasa Inggris maupun Spanyol.

Emery memang membawa pendekatan latihan yang berbeda untuk skuad The Villa. Tyrone Mings, setelah diasuh Emery, mengaku bahwa ia harus lebih aktif.

“Banyaknya informasi dari Emery dan asistennya membuat saya harus lebih aktif dari sebelumnya selama latihan,” ujar senter bek berusia 29 tahun itu dilansir dari The Athletic.

Leon Bailey mengaku bahwa latihan di Dubai sangat berguna untuk membangun semangat tim. “Kami benar-benar terikat satu sama lain,” ujar Bailey.

Senada dengan Mings dan Bailey, Ollie Watkins mengatakan bahwa Emery segera menunjukkan otoritasnya sebagai pelatih dalam enam pekan pertama.

“Sekarang kami menghabiskan waktu lebih lama untuk sesi menganalisa pertandingan melalui video. Emery sangat lihai soal penempatan posisi, seperti memberi tahu bek tengah dengan tepat di mana mereka harus menempatkan diri, bahkan saat bola berada di kotak lawan. Ada lebih banyak detail, jadi sedikit berbeda,” ujar Watkins dikutip dari The Athletic.

***

Hingga pekan ke-20, Aston Villa berada di peringkat 11 dengan raihan 28 poin. Rasanya tidak mustahil The Villans akan merasakan bermain di kompetisi Eropa musim depan. Persaingan dari peringkat 6 hingga 11 sangat ketat. Aston Villa hanya berjarak tiga poin dari Brighton yang berada di peringkat 6. Jika Aston Villa bisa finish di posisi 7, maka mereka akan mendapat tiket ke UEFA Conference League musim depan.

Mampukah Unai Emery membawa Aston Villa konsisten sampai akhir musim?

Komentar