Cara Revolusioner Brentford FC Menuju Liga Primer Inggris

Cerita

by Redaksi 47

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cara Revolusioner Brentford FC Menuju Liga Primer Inggris

Nama Brentford FC mungkin masih jarang kita dengar di dunia sepakbola. Selain karena mereka mengalahkan Arsenal beberapa hari lalu dalam pertandingan persahabatan yang digelar tertutup, tidak banyak pemberitaan tentang klub asal London ini di media-media di Indonesia.

Mereka kini berada di peringkat keempat kelasemen sementara dan berpeluang untuk promosi ke Liga Primer Inggris musim depan. Klub asal Kota London ini menjadi tim dengan jumlah gol terbanyak di Divisi Championship musim ini bersama West Bromwich Albion dengan 64 gol, dan menjadi yang paling sedikit kedua dalam hal kemasukan dengan 33 gol, di bawah pimpinan klasemen, Leeds United dengan 30 gol.

Namun bukan itu yang istimewa dari Brentford FC. Brentford FC ternyata memiliki cara sendiri untuk melakukan perbedaan pada sepakbola yang mereka jalani. Sejak tahun 2016, Brentford FC sudah menutup akademinya dan mengubahnya menjadi Brentford B yang terdiri dari pemain berusia 17-21 tahun.

Hal ini dilakukan tentu bukan tanpa alasan. Dan alasan utama di balik semua ini adalah faktor bisnis untuk keuntungan Brentford itu sendiri. Pemiliki Brentford FC saat ini adalah Matthew Benham dan Co-Director of Football Brentford FC adalah Rasmus Ankersen, dua nama yang berjasa membawa FC Midtjylland mendobrak Eropa beberapa tahun lalu. Dengan menggunakan data dan sains olahraga, FC Midtjylland berhasil membuat kejutan di Eropa dengan mengalahkan Manchester United di Liga Eropa musim 2015/2016.

Benham adalah seorang lulusan Bachelor of Arts degree in Physics Universitas Oxford yang kemudian menjadi seorang pejudi profesional. Ia sangat akrab dengan data statistik para pemain sepakbola dan percaya bahwa data memegang peranan penting untuk menentukan performa pemain. Ia pernah memecat mantan manajer Brentford FC, Mark Warburton, beserta asisten manajernya, padahal saat itu Mark Warburton berhasil membawa Brentford promosi di divisi Championship karena menurut perhitungan matematisnya Brentford FC tidak bermain cukup bagus saat itu.

Benham mengambil alih Brentford FC pada tahun 2012 dengan memberikan jaminan sebesar 500ribu paun untuk finansial Brentford FC. Sejak itu, ia terus mengangkat prestasi Brentford FC yang berada di divisi League One ke divisi Championship dengan tambahan investasi mencapai 100juta paun untuk membangun akademi, fasilitas, dan stadion.

Namun hal ini masih dianggap belum cukup bagi Benham. Ia menyadari bahwa apa yang dilakukannya saat ini juga dilakukan oleh klub-klub besar Inggris dengan sumber dana yang jauh lebih besar dari yang ia punya. Tentu saja ia tidak akan bisa memenangkan pertarungan yang seperti itu.

Ia kemudian membuat gebrakan yang tidak dilakukan klub-klub lain di Inggris, yaitu menutup Akademi yang Brentford FC yang tadinya memiliki pemain usia U8-U21 dan hanya menjalankan Tim Brentford B yang terdiri dari pemain-pemain berusia 17-21 tahun.

Hal ini diawali saat ia menyadari bahwa akademi tidak memberikan keuntungan yang besar bagi Brentford FC. Ia melatih pemain-pemain sejak usia muda hingga mereka berkembang. Saat sang pemain sudah hampir matang dan akan memasuki karier profesional, tawaran dari klub-klub besar membuat mereka tertarik dan akhirnya Brentford FC hanya mendapatkan kompensasi sebesar 30ribu paun per pemain sebagai biaya pembinaan.

Benham tidak puas dengan kondisi ini. Untuk menjalankan akademi dari kelompok U8 sampai U21 ia membutuhkan dana kurang lebih 2 juta paun setiap tahunnya. Kompensasi 30 ribu per pemain sama sekali tidak bisa membuatnya meraih profit.

“Saat kamu melakukan pembinaan pemain muda, ada 2 jalan untuk mengukur kesuksesan. Apakah kamu membina pemain untuk masuk ke tim utama? Dan apakah kamu bisa menjual pemain yang kamu bina dan mendatangkan keuntungan? Pada akhirnya pembinaan pemain muda juga merupakan sebuat bisnis, dan layaknya bisnis-bisnis lain, kamu menginginkan balik modal,” kata Rasmus Ankersen.

Matthew Benham bersama Rasmus Ankersen akhirnya melakukan pemikiran dengan cara terbalik. Alih-alih mencari pemain-pemain potensial di usia sangat muda dan membinanya, ia memilih untuk merekrut pemain-pemain setengah matang yang sudah kehilangan posisinya di klub-klub besar.

Setiap tahunnya ada puluhan hingga ratusan pemuda yang harus keluar dari akademi klub-klub besar Liga Primer Inggris namun tidak berhasil mendapatkan tempat untuk masuk ke tim utama. Benham dan Ankersen melihat ini sebagai sebuah peluang dan meyakini bahwa tidak semua pemain ini adalah pemain yang buruk.

Baik Benham dan Ankersen sama-sama meyakini bahwa hasil akhir dalam sepakbola penuh dengan tipuan. Permainan sepakbola sangat bersifat acak sehingga faktor keberuntungan bisa mengubah banyak hal. Seseorang bisa meraih jauh lebih banyak dari apa yan seharusnya bisa dia raih, sementara yang lain bisa meraih jauh lebih sedikit dari yang seharusnya bisa diraih.

Brentford FC menggunakan data dan sains untuk membandingkan kekuatan antar tim sehingga dapat mengidentifikasi pemain yang memiliki level yang lebih tinggi dari yang diketahui orang saat itu. Matthew sudah sangat ahli di bidang ini, dan Ankersen mengeksekusinya dengan sangat baik.

Skuat Brentford FC B ini diperlakukan tidak berbeda dengan skuat utama. Mereka mendapatkan fasilitas yang sama dan mereka akan bertanding dengan tim reserve klub-klub Inggris dan Eropa. Hal ini sulit mereka dapatkan saat bermain di akademi. Akademi sekelas Brentford FC akan sulit untuk berhadapan dengan akademi klub-klub besar. Hal inilah yang membuat pemain akademi Brentford FC sulit berkembang.

Brentford FC juga menggunakan struktur yang berbeda dengan struktur yang digunakan mayoritas klub-klub Inggris lain. Mereka tidak lagi menggunakan manajer yang mengurusi hampir semua urusan klub. Tim utama Brentford FC dikepalai oleh seorang pelatih utama. Sementara untuk Brentford B ditangani oleh 2 orang direktur olahraga.

“Dalam struktur tradisional klub Inggris ada manajer yang mengurusi hampir semua urusan jangka panjang dan pendek klub. Menurut kami itu tidak baik bagi perkembangan pemain. Rata-rata manajer hanya memiliki durasi 14-16 bulan menangani satu klub. Dalam durasi yang singkat itu apa yang akan menjadi fokus utamanya? Mungkin hanya terkait pertandingan di akhir pekan. Apakah kamu akan mengambil risiko dengan memainkan pemain muda ketimbang memilih pemain mahal yang berpengalaman?” kata Ankersen.

Brentford FC mengubah model struktur tersebut. Brentford FC menggunakan pelatih kepala, tugasnya adalah untuk memenangkan pertandingan di akhir pekan. Pelatih kepala tidak ikut mengurus perekrutan pemain. Tugas perekrutan pemain adalah Tugas Ankersen dan Phil Ghiles sebagai Co-Director of sport. Selain merekrut pemain, Ankersen dan Ghiles juga bertanggung jawab untuk kesuksesan jangka panjang klub.

Untuk perkembangan pemain, Brentford FC juga tidak membebankan tugas ini kepada pelatih kepala. Brentford FC menunjuk seorang development coach yang masing-masing maksimal hanya menangani 6-7 pemain.

Hasilnya, Brentford FC memang merupakan klub dengan pemasukan dari sektor komersial terendah di Divisi Championship. Namun pemasukan mereka dari penjualan pemain tidak terkalahkan oleh klub-klub lain di Divisi Championship. Brentford FC setidaknya meraih profit 15 juta paun setiap tahunnya dari penjualan pemain yang mereka lakukan. Beberapa pemain yang berhasil mereka jual dan kini bermain di Premier League adalah Neal Maupay (Brighton and Hove Albion), Chris Mepham (Bournemouth), Andre Gray (Bunley), Ezri Konsa (Aston Villa), dan Scott Hogan (Aston Villa).

Selain berkontribusi kepada penjualan, skuat tim B Brentford FC juga memberikan kontribusi kepada tim utama. Dalam 4 tahun terakhir sudah ada 16 pemain yang berhasil naik dari tim B ke tim utama. Tentu saja pemain-pemain ini juga bukan pemain ‘sisa’ yang tidak terjual ke klub lain. Pasalnya, nilai skuat Brentford FC sejak tahun 2016 pun terus meningkat. Pada tahun 2016 nilai skuat Brentford FC hanya sekitar 4,9 juta paun, kini di musim 2019/2020 nilai mereka sekitar 15,3 juta paun.

“Jika David ingin mengalahkan Goliath, tentu saja dia tidak bisa menggunakan senjata yang sama,” kurang lebih seperti itu yang dikatakan Rasmus Ankersen kepada Talksport.com. Brentford FC memang tidak memiliki sumber dana sebesar Manchester City, Machester United, ataupun klub-klub Liga Primer Inggris lainnya. Namun kecerdasan Matthew Benham dan Rasmus Ankersen membuat Brentford FC bisa mulai sejajar dengan klub-klub besar tersebut.

Komentar