Tak ada Hidup yang Sempurna

Backpass

by Redaksi 13

Redaksi 13

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tak ada Hidup yang Sempurna

Gary Winston Lineker adalah representasi kesuksesan karier seorang anak manusia. Sewaktu aktif sebagai pemain sepakbola ia dikenal sebagai penyerang mematikan. Berbagai macam gelar sudah ia raih; Copa del Rey saat berseragam Barcelona, trofi FA Cup ketika merumput bersama Tottenham Hotspur.

Di level individu, ia meraih 15 gelar termasuk tiga gelar sepatu emas kompetisi Liga Inggris, PFA Players of the Year 1986, runner-up Ballon d’Or 1986, FIFA Fair Play Award, dan sepatu emas Piala Dunia.

Selepas pensiun, pemain yang lahir pada 30 November 1960 ini dikenal sebagai pekerja media yang cerdas. Lineker pernah bekerja untuk Al Jazeera Sports serta NBC Sports Network. Sejak 1999 Lineker dikenal sebagai presenter tetap program sepakbola Match of the Day (MOTD) di BBC.

Lineker disebut-sebut sebagai sosok yang pandai dalam membawakan acara tersebut. Komunikasinya sangat baik dan analisisnya tajam. Dia juga sekarang aktif bekerja di BT Sports sebagai pembawa acara di program Liga Champions UEFA.

Namun tidak banyak yang tahu bahwa ada suatu masa ketika karier Lineker justru tidak berjalan dengan baik, tepatnya saat ia memutuskan meninggalkan Inggris untuk pergi ke Jepang membela Nagoya Grampus Eight.

Hijrah ke Jepang

Lineker mencetak satu gol ketika Tottenham Hotspur kalah 1-3 dari Manchester United pada Mei 1992. Gol tersebut merupakan gol terakhirnya di tanah Eropa setelah menghabiskan satu dekade dengan meneror kiper lawan di Inggris dan Spanyol.

Lineker memutuskan melanjutkan kariernya jauh ke dataran Asia Timur, di Jepang. Lineker menerima lamaran untuk memperkuat Nagoya Grampus Eight. Di usia yang relatif tidak terlalu tua (32), keputusan ini mengejutkan para fans dan media. Seorang wartawan Inggris bahkan mengejek keputusannya ini.

“Lineker tampaknya senang mendapatkan gaji besar, keputusannya pensiun dari kompetisi Eropa demi bermain di stadion kelas tiga. Jadi benarkah Lineker akan menghabiskan kariernya di Jepang dengan bermain di stadion kelas tiga?”

Pemain binaan Leicester City ini sendiri berterus terang bahwa uang dan materi menjadi motivasi di balik keputusannya melanglang jauh ke Asia.

Nagoya Grampus yang saat itu disponsori Toyota sebagai sponsor utama menghadirkan Lineker dengan durasi kontrak selama 2 tahun dengan besaran gaji $2,57 juta per musim. Nominal yang saat itu cukup besar dan tercatat sebagai gaji termahal yang dibayarkan kesebelasan Jepang kepada seorang pemain.

Takayuki Miyashita, eksekutif pemasaran Toyota pada jumpa pers pertama Lineker mengatakan: “Sosoknya sebagai olahragawan yang hebat, adalah gabungan sempurna dari sofware dan hardware. Kami ingin menjadikannya sebagai representasi brand produk kami.”

Pada awalnya penampilan pemain yang pernah buang air besar saat pertandingan berlangsung ini tampak menjanjikan. Ia tampil memukau ketika Grampus Nagoya mengalahkan Shimizu S-Pulse 2-1 pada laga pra-musim.

The Lineker Effect,” ujar Ryuzo Hiraki, pelatih Nagoya Grampus selepas pertandingan.

Namun sayang cedera jempol kanan menggangu performanya di atas lapangan sehingga ia tidak mampu menampilkan performa apik saat kompetisi berlangsung.

Selain cedera jempol kaki yang mengganggunya, komunikasi juga menghambat proses adaptasinya di Jepang. Walau ia dan istrinya sempat menghabiskan 6 bulan untuk mempelajari bahasa Jepang, namun ternyata itu tidak banyak membantu.

Pemain yang tidak pernah mendapatkan kartu selama kariernya sebagai pesepakbola ini hanya bermain pada 18 pertandingan dan mencetak empat gol selama dua tahun kariernya di Nagoya.

Justru yang memperoleh keuntungan dari transfer Lineker ini adalah kubu Nagoya dan J-League secara umum.

Baik untuk Pemasaran Liga Jepang

Mendatangkan seorang top skor Piala Dunia 1986 dan mantan Kapten Timnas Inggris merupakan langkah cerdas yang dilakukan kesebelasan kecil sekelas Nagoya Grampus. Apalagi musim itu merupakan musim perdana J-League bergulir. Lineker mungkin sudah berusia 32 tahun, namun nama besarnya berpengaruh besar terhadap pemasaran kompetisi J-League.

Selain itu kedatangannya di Nagoya membuka jalan bagi bintang-bintang Eropa lainnya untuk merumput di Liga Jepang. Dragan Stojkovic, seorang penggawa Timnas Yugoslavia, mau bergabung mengikuti jejak Lineker. Namun tidak seperti Lineker, Stojkovic justru mampu bermain apik dengan mencetak 57 gol dari 184 pertandingan selama tujuh tahun kariernya di Nagoya.

Kesan kurang baik terhadap karier Lineker di Jepang ia utarakan pada wawancaranya dengan The Observer Desember 2005 lalu.

“Aku suka dan berharap aku bisa bermain lagi, aku berada di sana untuk mempromosikan liga, meski aku frustrasi akibat cedera. Aku belajar banyak dari negara ini, seperti memesan meja untuk makan malam dan umumnya mereka berperilaku sopan, tetapi tidak cukup untuk melakukan percakapan. Bahasanya sungguh sulit namun Jepang merupakan negara yang menarik.”

Gary Lineker akhirnya pensiun pada September 1994 dan ditunjuknya ia sebagai kolomnis The Observer dua tahun kemudian menjadi pembuka bagi karier cemerlangnya sebagai pekerja media yang mumpuni. Namun dua tahun kariernya di Jepang menyiratkan bahwa tak ada hidup yang sempurna bagi Lineker.

Komentar