Giringan Bola yang Melambungkan Sekaligus Membunuh Karier Overmars

Backpass

by Redaksi 33 74861

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Giringan Bola yang Melambungkan Sekaligus Membunuh Karier Overmars

Menjadi pemain yang suka menggiring bola, maka akan ada beberapa risiko yang bisa Anda dapatkan, termasuk sering mendapatkan cedera karena diterjang oleh lawan. Hal inilah yang dialami oleh Marc Overmars, salah seorang winger terbaik di dunia asal Belanda.

Arjen Robben adalah winger kenamaan dari Belanda yang saat ini dikenal sebagai "Pangeran Kaca". Julukan ini muncul karena rentannya Robben terkena cedera dalam sebuah kompetisi liga. Kedekatan Robben dengan cedera, momok bagi setiap pesepakbola ini, adalah karena kebiasaannya dalam menggiring bola yang membuat fullback lawan kerap menebas kaki atau menghentikan laju giringan bolanya dengan kasar (sekaligus kesal).

Di beberapa klub yang pernah ia bela macam Chelsea, Real Madrid, dan sekarang Bayern München, Robben selalu akrab dengan meja rawat karena begitu seringnya ia mendapat cedera. Beruntung sampai sekarang, walau ia kerap menderita cedera, ia masih aktif bermain dan sempat menyumbangkan beberapa trofi penting untuk klub yang pernah ia bela.

Jauh sebelum legenda Robben sang "Pangeran Kaca", legenda "Pangeran Kaca" lain sebenarnya sudah terukir dalam diri Marc Overmars. Sama-sama dari Belanda, sekaligus sama-sama berposisi sebagai winger, Overmars dan Robben juga memiliki kemiripan dalam segi kerapuhan kaki mereka. Keduanya memiliki riwayat cedera yang sama-sama parahnya. Riwayat cedera parah yang berasal dari kebiasaan mereka menggiring bola.

Pertaruhan Sukses Arsene Wenger

Bakat Overmars sebenarnya sudah muncul sejak ia masih bermain untuk Willem II di Belanda. Bermain gemilang bersama Willem II, ia pun ditarik masuk ke skuat Ajax Amsterdam. Overmars adalah bagian dari skuat Ajax yang sukses menjuarai Eredivisie selama tiga musim berturut-turut serta menjuarai Liga Champions Eropa pada musim 1994/1995 setelah mengalahkan AC Milan di babak final dengan skor 1-0.



Kemampuan Overmars dalam menggiring bola serta kemampuannya dalam menyelesaikan peluang dan memberikan asis diakui oleh pelatih Ajax saat itu, Louis van Gaal. Filosofi permainan menyerang Van Gaal di Ajax pun bisa berjalan karena adanya Overmars di posisi winger, baik itu sebelah kiri maupun sebelah kanan.

"Ia adalah penggiring bola yang baik dan dapat mengalahkan pemain manapun dalam situasi satu lawan satu. Ia adalah pemain yang penting dalam sistem saya karena saya adalah pelatih dengan filosofi menyerang (saat di Ajax), dan Overmars ada di sana sebagai winger terbaik yang dimiliki Belanda," ujar Van Gaal seperti dilansir BBC.

Namun menjelang akhir kebersamaannya di Ajax, berbagai cedera mulai menghampiri Overmars. Pada musim 1995/1996, ia mengalami cedera panjang yang mengharuskannya menghabiskan sisa musim 1995/1996 di meja perawatan. Hal itu berlanjut pada musim setelahnya, dan akhirnya pada Juni 1997, dengan segala riwayat cedera yang Overmars miliki, Wenger melakukan pertaruhan dengan merekrut 29 Maret 1973 tersebut.

Walau pada masa-masa awal bermain di Inggris ia kerap mendapatkan cercaan, berkat penanganan yang baik dari Wenger serta kemampuannya beradaptasi dengan Liga Primer yang cukup baik, Overmars menjelma menjadi sosok penting dalam skuat Arsenal yang meraih double winner (Liga Primer dan Piala FA) pada musim 1997/1998. Kecepatan dan kemampuan menggiring bolanya, melambungkan namanya di tanah Inggris sebagai salah satu winger terbaik dunia hingga ia pun dihargai 25 juta paun oleh Barcelona, menjadi pemain termahal Belanda awal abad ke-21.

Dua Sisi Mata Uang dari Kebiasaannya Menggiring Bola

Dengan giringan bolanya, Overmars mencapai puncak ketenaran di dunia sepakbola. Selain menjadi juara Eropa dan Eredivisie bersama Ajax, ia juga berhasil menguasai tanah Britania bersama Arsenal hingga pindah ke Barcelona. Di satu sisi, giringan ini memberikan efek positif bagi dirinya.

Namun di sisi lain, kesukaannya menggiring bola ini ternyata membawa efek buruk terhadap dirinya sendiri. Sama seperti Robben, Overmars menjadi pemain yang rentan terkena cedera karena kesukaannya menggiring bola ini. Cedera engkel dan cedera lutut menjadi hantu tersendiri bagi Overmars.

Pada Januari 2000, ia harus menderita cedera engkel dan menepi selama enam minggu setelah menerima terjangan dari bek Sheffield Wednesday. Saat membela Barcelona, ia terkena cedera lutut setelah ditekel oleh pemain lawan ketika menggiring bola. Cedera lutut ini merupakan cedera kambuhan karena ia pernah mengalami cedera yang sama saat masih membela Ajax. Selama membela Barcelona di Spanyol, ia lebih banyak berkutat dengan cedera lutut daripada membawa Barca meraih trofi.

Cedera engkel dan cedera lutut yang menjadi hantu bagi Overmars, dan membuatnya cukup menderita karena kesempatan bermain mulai sedikit. Pemain yang pernah membela timnas Belanda itu pun akhirnya keluar dari hingar bingar sepakbola Eropa pada 2004, setelah ia memutuskan untuk pensiun dari dunia sepakbola dan mundur dari skuat Barcelona karena cedera ini (walau pada 2008 ia kembali bermain lagi selama semusim untuk Go Ahead Eagles).

***

Sekarang Overmars sudah menjalani kehidupan yang baru sebagai direktur teknik Ajax Amsterdam, klub yang pernah membesarkan namanya. Kebiasaannya yang suka menggiring bola, sampai akhirnya ia menderita cedera parah, menjadi sebuah sejarah tersendiri untuknya. Sejarah yang mungkin akan ia bagikan kepada para pesepakbola muda, bahwa terlalu banyak membawa bola tidak selamanya memberikan efek yang baik.

Terlepas dari semua yang terjadi dalam kariernya, ia tetaplah pesepakbola terbaik yang pernah dimiliki oleh Belanda. Seperti yang pernah Van Gaal ungkapkan, ia adalah salah satu winger terbaik yang pernah dilahirkan oleh Negeri Kincir Angin.

foto: @standardsport

Komentar