Loyalis dari Friuli

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Loyalis dari Friuli

Dikirim oleh: Asta Purbagustia

Ada berbagai alasan yang mendasari seorang pesepakbola untuk memutuskan bertahan di klub lamanya, salah satunya yaitu rasa cinta kepada klub yang dibelanya. Pesepakbola  seakan memiliki ikatan emosional yang begitu kuat yang membuat si pemain tak terpikir untuk membela klub selain klubnya sehingga pesepakbola itu dilabeli dengan kata “loyalis sejati”

Di era sepakbola modern saat ini tidak banyak pesepak bola. Para pesepakbola saat ini begitu sulit bertahan di sebuah klub lantaran godaan uang. Contoh terbaru dari sebuah loyalitas sejati yaitu Marcell Jansen pemain asal Jerman yang memutuskan pensiun di usia ke 29 setelah Hamburg SV tidak memperpanjang kontraknya. Pemain kelahiran 4 November ini mengaku tidak dapat membayangkan mencium bagde klub lain selain Hamburg SV.

Itulah yang membuat pesepakbola dengan kesetiaan baja akan selalu dipuja-puja oleh pecinta sepakbola di mana pun berada. Nama-nama besar seperti Paolo Maldini, Ryan Giggs hingga Francesco Totti layak dikenang bila dikaitkan dengan loyalitas. Mereka adalah simbol sekaligus brand ambassador dari sebuah produk yang bernama kesetiaan.

Salah satu nama yang patut diingat terkait kesetiaan, namun agak jarang diingat, adalah Antonio di Natale.

Sebuah gol ke gawang Sampdoria membuat namanya terukir dalam sejarah pesepakbola Italia. Namanya masuk dalam jajaran pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Serie A. Gol itu telah membawanya  melewati rekor gol legenda sepakbola Roberto Baggio dengan jumlah 207 gol.

Pencapaian tersebut tergolong istimewa karena Di Natale melakukannya diusia yang kini menginjak 37 tahun. Dengan jumlah golnya itu, kini Di Natale duduk di peringkat kelima pencetak gol terbanyak sepanjang masa di Serie A. Meskipun torehan golnya masih kalah jauh dari sang pemuncak, Silvio Piola, dengan 247 gol dari 537 penampilan.

Di Natale memperkuat Udinese sejak musim 2004 -2005 setelah hengkang dari Empoli. Di musim perdananya, Toto - julukan di Natale - menyelesaikan musim itu dengan 33 penampilan dan tujuh gol. Di musim-musim berikutnya di Natale selalu tampil apik dengan gelontoran gol yang selalu berjumlah dua digit gol. Bahkan di musim 2014-2015 lalu, di Natale membukukan 14 gol di usia yang sudah tergolong uzur.

Hampir 15 tahun di Natale membela kesebelasan yang bermarkas di stadion Friuli. Waktu sepanjang itu sudah cukup bagi seorang pesepakbola untuk dilabeli loyalis sejati. Apalagi di Natale bukan pemain kelas kacangan. Kualitasnya bukan tidak pantas bermain di kesebelasan yang lebih superior (ralat: bukan 15 tahun tapi 11 tahun)

Namun ia tetap memilih bertahan di Friuli. Seperti Penelope yang dengan bertahun-tahun setia menunggu kepulangan Odysseus, suaminya, selama 20 tahun. Penelope harus menolak banyak pria yang mencoba melamarnya demi menanti kembalinya Odysseus dari perang Troya.

Menolak tawaran klub sebesar Juventus demi bertahan di Udinese mungkin terlihat konyol bagi sebagian orang. Tapi itulah yang dilakukan di Natale pada proposal pembelian dari Juventus demi sebuah kesetiaan kepada klub kebanggaan Udine, kota kecil dekat Venezia.

Ujian selama mempertahankan kesetiaannya selama kurang lebih 11 ahun mungkin lebih berat jika dibandingkan dengan Maldini atau pun Giggs. Kenapa lebih berat? Ya, apa sulitnya bertahan di klub sebesar AC Milan atau MU? Tidak sulit bertahan di klub dengan sejarah prestasi yang begitu panjang, begitu besar dan berlimpah gelar, juga harta.

Bertahan di Udinese, klub yang tidak punya sejarah bagus di liga Serie A, bahkan bisa disebut medioker, jelas tidak mudah. Jangankan menjadi juara, bertahan di papan tengah pun butuh perjuanganngan.

Dan di Natale sendiri punya banyak prestasi yang membuatnya punya pilihan untuk pindah ke tempat yang lebih menjanjikan. Selain menjadi salah satu pencetak gol terbanyak dalam sejarah Serie A, ia juga pernah menjadi top skor dua musim berturut-turut (2010 dan 2011) dan menjadi pemain terbaik Italia 2010. Bahkan di usianya yang ke 37, ia musim lalu masih bisa menjadi top skor Piala Coppa Italia.

Jam terbang di tim nasional Italia juga lumayan bagus. Ia bermain dj Piala Eropa 2008 dan 2012 serta Piala Dunia 2010. Total ia sudah mencetak 11 gol untuk Azzuri dari 42 laga. Jumlah cap yang tidak bisa dibilang sedikit juga.

Dengan potensinya itu, di Natale seharusnya sudah pantas membela klub yang lebih besar dari Udinese, semisal Roma atau Juventus. Bahkan klub besar China, Ghuangzo Evergrande, yang bersedia menggelontorkan banyak uang untuk menggajinya pun pernah ditolaknya. Di Natale sama sekali tidak tergoda untuk pindah, tidak seperti mantan rekannya di Udinese semisal Samir Handanovic, Mehdi Benatia, Alexis Sanchec atau Fabio Quagriarella yang memilih hengkang ke klub yang lebih mumpuni ketimbang Udinese.

Sebelum bergabung dengan Udinesse, ia pun hanya pernah membela Empoli, kesebelasan yang membesarkannya. Sisanya ia dipinjamkan ke kesebelasan-kesebelasan kecil untuk menimba pengalaman, seperti Iperzola atau Varese. Ya, ia tak pernah membela kesebelasan-kesebelasan top sepanjang karirnya.

Kesetiaan memang begitu mahal harganya. Sebagaimana ketabahan Penelope menunggu bertahun-tahun Odysseus, akhirnya mereka bertemu dan semuanya berakhir dengan kebahagiaan yang sejati.

Kesetiaan yang pada akhirnya akan membawa pada sebuah keberhasilan atau kebahagiaan sejati. Kesetiaan yang tidak semua orang mampu mempertahankannya, bahkan memilikinya saja tidak bisa, tapi itulah yang dilakukan Antonio Di Natale di dalam kesetiaannya menolak godaan-godaan yang menggiurkan demi kebahagiaan sederhana, kebahagiaan bermain sepak bola di klub yang sangat dicintainya yaitu Udinese.

Kelak namanya akan selalu dikenang di dalam ingatan sebagai “Sang Loyalis dari Friuli”.

Komentar