Sentimen De Klassieker

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Sentimen De Klassieker

Beberapa hari terakhir, media-media di Belanda dipenuhi artikel tentang pertandingan sepakbola paling panas di negara tersebut: antara Ajax Amsterdam dengan Feyenoord, yang dikenal dengan nama De Klassieker.

Situs Football-Derbies menganggap bahwa De Klassieker merupakan pertandingan antarkota terpanas ketiga di dunia. Sementara majalah World Soccer menilai bahwa De Klassieker merupakan permusuhan tertinggi kelima di dunia. Penilaian Football Derbies dan World Soccer memang tidak berlebihan karena di De Klassieker selalu ada dendam, pengkhianatan, sampai bentrokan yang berujung kekerasan.

Permusuhan terjadi di setiap sudut masing-masing daerah asal kesebelasan tersebut. Hampir di setiap tahunnya terjadi bentrokan dan kerusuhan di dalam maupun luar lapangan pada pertandingan De Klassieker. Kemenangan adalah harga mati yang dituntut oleh pendukung masing-masing kubu.

Setiap kubu selalu memberikan ancaman yang konsisten kepada lawannya di setiap pertandingannya. Sementara pemain di lapangan selalu berusaha menunjukkan kualitas di dalam panasnya pertandingan ini. Padahal sudah ada kesepakatan adanya larangan masing-masing kelompok suporter tandang pada De Klassieker dalam lima musim sejak 2009.

Tapi larangan diperpanjang tiga musim setelah para pendukung Ajax membuat kerusuhan di Stadion De Kuip, kandang Feyenoord, ketika laga final Piala KNVB 2013/2014 melawan PEC Zwolle. Para pendukung Ajax melemparkan kembang api ke lapangan sehingga pertandingan sempat tertunda sekitar setengah jam pada babak pertama.

Adanya larangan tanpa pendukung tandang tidak menutup keributan di luar pertandingan De Klassieker itu sendiri. Sebuah club house para pendukung Ajax Amsterdam, tidak jauh dari Stadion Johan Cruyff Arena, terbakar pada Januari 2015. Para pendukung Ajax menduga pelaku pembakaran adalah pendukung garis keras Feyenoord yang dikenal dengan nama SCF (Sport Club Feyenoord).

Kemudian beberapa pendukung garis keras Ajax yang dikenal dengan nama F-Side merencanakan balas dendam. Mereka ingin menyerang SCF yang akan bertandang ke Heracles pada bulan berikutnya. Padahal masih belum jelas siapa yang harus bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Rencana itu terendus kepolisian dan beberapa orang berhasil ditahan.

Pertandingan De Klassieker pada Februari 2016 di Stadion Johan Cryuff Arena pun berjalan panas sehingga membuat beberapa pihak geram. Hal itu karena pendukung Ajax menggantung boneka berseragam Kenneth Vermeer yang menjaga gawang Feyenoord pada waktu tersebut.

Aksi itu karena F-Side menganggap Vermeer yang merupakan mantan kiper Ajax telah berkhianat setelah bergabung dengan Feyenoord pada 2014. Padahal Vermeer memutuskan pergi dari Ajax karena kalah bersaing dengan Jasper Cillessen, kiper utama.

Kemarahan karena pengkhianatan De Klassieker sendiri sudah terjadi sejak 1950-an. Apalagi jika mengingat keputusan Johan Cruyff ketika pindah dari Ajax ke Feyenoord pada 1983. Sebelumnya, pemain andalan Feyenoord, Jan Everse, juga memilih hengkang ke Ajax pada 1977.

Persaingan di Pelabuhan

Rivalitas antara kedua kesebelasan ini melampaui persaingan antara kota Amsterdam dan Rotterdam sejak abad ke-13. Lokasi kedua kota cukup berdekatan tapi keduanya mewakili dua kutub berbeda di Belanda.

Amsterdam merupakan bagian dari kawasan utara dan Rotterdam berada di selatan. Masing-masing merupakan dua kota terbesar di Belanda karena Amsterdam dihuni sekitar 848.861 penduduk, terpadat di negara tersebut. Sementara itu Rotterdam berada di peringkat kedua terpadat dengan sekitar 638.221 penduduk.

Tapi Rotterdam sering ditempatkan sebagai kota yang kurang menguntungkan dibandingkan Amsterdam sejak abad ke-13 itu. Hal itu karena Rotterdam dianggap sebagai kota dengan tingkat kejahatan yang tinggi. Alasan tersebut membuat Amsterdam dianggap sebagai kota yang lebih aman daripada Rotterdam.

Padahal faktanya, Amsterdam adalah kota paling tidak aman di Belanda jika dilihat dari statistik yang dibuat pada 2014. Rotterdam sendiri merupakan kota yang memiliki kanal bersejarah sejak abad ke-14. Di sana terdapat dermaga yang tangguh di Rotterdam Selatan. Pelabuhan di Rotterdam pun paling besar dan tersibuk di Eropa dengan etos kerja yang keras.

Bahkan sampai saat ini pun Rotterdam memiliki kontainer paling canggih di dunia. Tapi Rotterdam tidak dianggap kota kanal bersejarah di Belanda karena pernah dibom pada Perang Dunia II sehingga banyak bangunan bersejarah hancur. Kejadian itu membuat orang-orang meninggalkan Rotterdam.

Apalagi Amsterdam pun memiliki kanal yang terhubung dengan kota-kota lain. Amsterdam memiliki kanal yang istimewa karena mencakup 90 pulau yang dihubungkan sekitar 1.500 jembatan. Bisnis pelabuhan Amsterdam dan Rotterdam adalah persaingan yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Sementara masyarakat yang tersisa di Rotterdam terpaksa bekerja keras dan berjuang mengembangkan kotanya dengan arsitektur yang semakin modern setelah mendapatkan bom. Stadion De Kuip pun dibangun di melalui program bantuan yang melibatkan para pengangguran bekas pekerja di luar gudang pada 1930-an.

Maka dari itu orang-orang Rotterdam bangga dengan etos kerja mereka. Budaya itu yang sering dibandingkan dengan kesombongan di Amsterdam dari warisan yahudi yang kaya, borjuis dan cukup emosional. Atas warisan itulah mengapa para pendukung Ajax sering menghiasi tribun stadion dengan logo bintang Daud.

Tapi identitas itu jugalah yang sering melahirkan reaksi anti-semit dari pendukung Feynoord. Tidak jarang mereka menyanyikan lagu tentang Auschiwtz. Tapi para pendukung Feyenoord menolak jika disebut sebagai pengikut Nazi mengingat bom yang didapatkan Rotterdam dikirim dari tentara fasis Jerman tersebut.

"Rotterdam diledakkan dalam perang, tidak seperti Amsterdam, dan banyak perempuan dan anak-anak mati di sini. Ajax membesar-besarkan fakta bahwa mereka Yahudi sehingga mereka menjadi sasaran," kata Jan, salah seorang pendukung Feyenoord, sebagaimana dikutip dari Telegraph.

Budaya, Citra Kota, dan Etos yang Bertolak Belakang

Rotterdam terus membangun arsitektur yang modern dan menarik seperti Rotterdam Central, stasiun kereta api. Kota itu juga berupaya memberikan kenyamanan bagi para turis melalui transportasi kota lainnya. Rotterdam juga terus melakukan pembaharuan bagi penghuninya, termasuk harga perumahan yang lebih terjangkau dibanding di Amsterdam.

Tapi lagi-lagi Rotterdam tidak pernah dianggap sebagai kota wisata layaknya Amsterdam yang sampai diberikan penghargaan oleh New York Times. Justru Amsterdam dipilih New York Times menjadi 10 kota yang wajib dikunjungi pada 2014. Padahal Rotterdam sering mengadakan acara internasional bergengsi seperti Marathon Rotterdam, North Sea Jazz Festival, International Film Festival Rotterdam, Summer Carnival Street Parade, dan lainnya.

Amsterdam pun memiliki daerah pelacuran yang menjadi daya tarik lain bagi para turis. Kota itu memang terkenal memiliki sensasi secara kultural, kebebasan dan jejak finansial yang baik karena menjadi pusat pengatur ekonomi di Belanda. Amsterdam juga merupakan kota metropolis yang paling kosmopolitan di Belanda.

Di sana terkenal dengan budaya yang menghasilkan seniman dan aktor. Maka dari itu Ajax adalah cerminan dari Amsterdam sebagai kota pesta, artistik dan kebebasan di Belanda. Sementara Rotterdam utilitarian dan berpikir praktis dari pabrik-pabrik di Belanda dengan etos kerja yang tinggi.

Ada stereotip bahwa pendukung Feyenoord membenci segala sesuatu hal yang berhubungan dengan Ajax. begitu pun sebaliknya. Jangankan untuk simpatik, orang-orang di sana jarang mengunjungi satu sama lain meskipun jarak kota cukup dekat. Dalam urusan lapangan, Ajax yang terkenal melalui gaya bermain penguasaan di Belanda pun menjadi filosofi sepakbola di Belanda.

Inovasi dalam berbagai alternatif itulah yang menjadi salah satu kebanggaan para pendukungnya. Di sisi lain, Feyenoord merupakan kesebelasan Belanda pertama yang berdiri di panggung dunia dengan memenangkan Piala Eropa 1970. Maka dari itu Feyenoord disebut-sebut sebagai kesebelasan legendaris.

Pada tahun-tahun 1970-an juga di mana keduanya menjadi kekuatan kontinental sehingga semakin melipatgandakan persaingan. Tapi diiringi dengan tindakan kekerasan antara kedua pendukungnya yang selalu berulang. Pertandingan De Klassikier pun menjadi sesuatu yang lebih dari hajat apapun di Belanda.

Emosi dan perasaan yang paling bermusuhan dan agresif di negara ini. Perasaan yang dihadapi bagi tahta pengejar sepakbola di Belanda ini semakin sengit dengan juaranya Feyenoord pada Eredivisie 2016/17. Kedua kesebelasan ini pun akan kembali saling mengalahkan di Stadion Johan Cruyff Arena pada akhir pekan ini, Minggu (21/1).

Komentar