Gelandang Serba Bisa Warisan Belanda

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Gelandang Serba Bisa Warisan Belanda

Oleh: Moch. Adib Irham Ali*

Namanya mungkin memang tidak setenar sederet bintang-bintang yang pernah mengisisi pos gelandang timnas Oranje Belanda macam Mark van Bommel, Rafael van der Vaart, Clarence Seedorf, Edgar Davids, Johan Cruyff, dan pemegang caps terbanyak untuk timnas Belanda yaitu Wesley Sneidjer. Namun nama ini juga tidak bisa dikesampingkan sebagai salah satu gelandang terbaik yang pernah dimiliki oleh Belanda.

Bagi anak-anak awal 2000-an penggemar game PES/Winning Eleven dan tim Oranje Belanda, pasti akan sangat paham dengan nama ini. Nama lengkapnya Phillip John-William Cocu atau yang lebih dikenal sebagai Phillip Cocu.

Cocu adalah maestro lini tengah dan gelandang box-to-box yang bisa mengalirkan bola dari belakang ke depan ataupun sebaliknya. Selain itu, Cocu memang mencerminkan pemain masa kini yang harus serba bisa. Ia bisa menyusuri sisi kiri lapangan baik sebagai penyerang sayap maupun bek sayap. Jika digambarkan pada zaman sekarang, gaya bermainnya hampir mirip James Milner yang juga gelandang serba bisa.

Darah Eindhoven sudah mengalir pada diri Cocu sejak kecil. Cocu terlahir di Kota Eindhoven, yang juga adalah kota terbesar kelima di Belanda, pada 29 Oktober 1970. Namun Cocu muda bukanlah didikan Akademi PSV Eindhoven melainkan lebih banyak menghabiskan waktu dan menimba ilmu di De Graafschap, kesebelasan lokal yang berbasis di kota Doetinchem.

Bakat Cocu muda lantas tercium oleh seorang pemandu bakat AZ Alkmaar yang lantas menawarkan karier profesional kepadanya. Di usia 18 tahun, Cocu debut di tim senior Alkmaar. Selama dua tahun, dari 1988 hingga 1990, Cocu bermain di 50 pertandingan dan mencetak delapan gol. Angka ini tergolong mentereng untuk ukuran pemain muda minim pengalaman. Selanjutnya, karier Cocu muda dilanjutkan ke Vitesse Arnherm pada 1990.

Di Vitesse, bakat Cocu mulai terlihat jelas dan diperhitungkan oleh publik sepakbola Belanda. Tak terkecuali pelatih tim Oranje kala itu, Dick Advocaat, yang memanggilnya untuk mempersiapkan timnas Belanda yang akan dikirim ke Piala Dunia 1994. Pada waktu itu, usia Cocu kurang lebih masih 23 tahun. Sayangnya, ia gagal terpilih untuk berangkat ke Amerika Serikat untuk melakoni Piala Dunia pertamanya. Pada akhirnya, sang pemain harus menunggu dua tahun lagi untuk melakukan debut internasionalnya.

Selama di Vitesse yaitu antara 1990 sampai 1995 ia berhasil melakoni 137 penampilan dengan melesakkan 25 gol. Pada usia 24 tahun, ia akhirnya memutuskan untuk pindah ke kota kelahirannya bersama PSV Eindhoven. PSV bahkan rela membayar klausul pelepasan kontraknya dari Vitesse.

Di tahun keduanya di PSV, ia berhasil membantu PSV untuk meraih gear juara Eredivise 1996/97. Dua tahun kemudian, atau pada musim 1998/1999, Barcelona pun mengangkutnya ke Liga Spanyol karena terpincut oleh kemampuan Cocu, dan mungkin juga untuk melanjutkan tradisi-tradisi pemain hebat Belanda yang merumput di Camp Nou, macam Johan Cruyff, Ronald Koeman, dan Johan Neeskens.

Karier Cocu tak begitu sukses di Camp Nou. Prestasinya seret. Namun, hal itu tak lantas membuat kemampuannya juga ikut surut. Di Barcelona, beberapa kali ban kapten melingkar di lengannya.

Penampilan gemilangnya di Barcelona akhirnya membuahkan panggilan ke Piala Dunia. Cocu merupakan salah satu pilar tim Oranje Belanda yang tampil impresif di Piala Dunia 1998 Prancis. Sayangnya, mereka gagal melangkah ke final setelah dikalahkan Brasil lewat adu penalti.

Momen ini merupakan salah satu yang kelabu dalam karier Cocu. Dalam pertandingan semifinal di Stade Velodrome, Marseille, tersebut, pertandingan harus dilanjutkan hingga adu tendangan penalti karena skor tetap bertahan 1-1.

Taffarel mengawal gawang Brasil, sementara gawang De Oranje dijaga Edwin van der Sar. Empat penendang dari Brasil yaitu Ronaldo, Rivaldo, Emerson, dan Sang Kapten, Dunga, berhasil menggetarkan jala gawang Van der Sar. Sementara Belanda hanya mampu mencetak gol lewat Frank De Boer dan Dennis Bergkamp.

Sebagai penendang ketiga sekaligus pengawal kegagalan De Oranje yang malam itu berperan sebagai tokoh protagonis adalah Cocu. Cocu yang selama pertandingan dimainkan di posisi bek kiri dari formasi 4-4-2 yang dimainkan Guus Hiddink terlihat gugup dalam menendang penalti tersebut. Benar saja tendangannya yang mengarah ke sisi kiri gawang mampu dibaca dengan baik oleh Taffarel dan sekaligus membuat mental pasukan De Oranje goyah. Benar saja penendang keempat yaitu Ronald de Boer gagal juga untuk membobol gawang Taffarel. Akhirnya Belanda harus puas bertengger di posisi keempat pada Piala Dunia 1998 setelah dikalahkan Kroasia di perebutan peringkat ketiga.

Setelah mengabdi cukup lama di Barcelona dari 1998 dan berhasil mencatat penampilan 205 kali dengan 31 gol, Cocu kembali ke PSV pada 2004. Sebagai pemain dengan segudang pengalaman, ia pun dipercaya menjadi kapten. PSV sukses mendominasi Eredivisie dengan keluar sebagai juara tiga tahun berturut-turut. Cocu pun mencatatkan 23 gol dari 94 pertandingan yang dilakoninya bersama PSV Eindhoven; nilai yang cukup mentereng untuk pemain yang sudah berusia kepala tiga.

Lalu, pada 2007, Cocu yang kala itu sudah berusia 37 tahun memutuskan untuk menghabiskan tahun terakhir kariernya di Timur Tengah. Ia membela Al-Jazira di Liga Uni Emirat Arab selama setahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu pada 2008.

Setelah pensiun sebagai pemain, Cocu bergabung dengan PSV lagi sebagai pelatih tim remaja dan kemudian menjadi asisten manajer. Dia juga menjabat sebagai asisten di tim nasional Belanda di bawah pelatih Bert van Marwijk pada Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Secara keseluruhan Cocu mendampingi timnas Belanda antara 2008 sampai 2012.

Pada 2012, Cocu ditunjuk untuk menjadi pelatih PSV yang kala itu baru saja mengakhiri kerja sama dengan Fred Rutten. Hasilnya bombastis, sebagai pelatih sementara pada musim pertamanya di PSV dia berhasil membawa tim ini menjadi juara.

Selanjutnya karier kepelatihannya di PSV berjalan sangat baik bagi seorang pelatih baru. Cocu berhasil memberikan empat gelar Eredivisie kepada PSV dan yang terakhir adalah musim kemarin yang diwarnai dengan pensiunnya seorang Dirk Kuyt dari sepakbola. Namun karier kepelatihannya di PSV harus berhenti tatkala beberapa bulan yang lalu dia diberhentikan dan dia melanjutkan kariernya di Fenerbache yang juga beberapa waktu lalu baru memecatnya karena dinilai kurang berhasil.

Secara keseluruhan Cocu bermain di 598 pertandingan dan melesakkan 122 gol di level klub. Selain itu bagi timnas Belanda, Cocu tercatat sebagai salah satu pengoleksi caps terbanyak bagi De Oranje di pertandingan internasional yaitu dengan rincian 101 caps dan berhasil membuat 10 gol; jumlah yang termasuk sangat bagus bagi seorang gelandang yang sering diposisikan sebagai bek sayap. Secara keseluruhan Cocu adalah gambaran pesepakbola modern pada zamannya di mana pemain yang fasih bermain di berbagai posisi.


*Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir. Bisa dihubungi lewat akun Twitter di @@IrhamAdib dan Instagram @mochadibirham_21

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar