Sepakbola adalah Cinta, Cinta adalah Sepakbola

PanditSharing

by Pandit Sharing 81731

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Sepakbola adalah Cinta, Cinta adalah Sepakbola

Oleh: M. Zaky Firdaus


Berjuta bahkan milyaran makna terkandung dalam satu kata “cinta”. Berjuta buku bertema cinta telah beredar dan tak semuanya mempunyai makna yang sama. Walau berbeda, cinta tetaplah cinta.

Cinta kadang sederhana. Cinta kadang rumit. Cinta tergantung apa yang ada dalam kepala. Cinta bisa menjadi apa yang kita inginkan. Cinta bisa menjadi apa yang tidak kita inginkan. Cinta mampu membuat dua kepala berbeda yang memiliki banyak perbedaan bersatu dalam kesepahaman antara satu sama lain.

Seperti cinta, sepakbola tidak mengenal perbedaan. Sepakbola bisa mempersatukan orang dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Sepakbola pun juga bisa membuat seseorang lupa akan segalanya. Gembira, sedih, marah, kesal. Layaknya cinta, Sepakbola adalah sesuatu yang menyenangkan untuk diikuti. Kehadirannya terkadang membawa seribu satu macam kisah menarik yang mewarnai perjalanan hidup seseorang.

Sama seperti beragam cara memaknai cinta, sepakbola dapat dinikmati dengan beragam cara. Tidak semua penikmat sepakbola memiliki pemikiran sama. Tidak semua manajer atau pelatih memiliki taktik yang sama. Mendukung kesebelasan yang sama saja tidak menjamin dua orang memiliki pemikiran yang sama. Karena sepakbola seperti cinta.

Sepakbola dan cinta mempunyai banyak persamaan. Cinta yang hakiki adalah cinta yang hanya memandang indah kepada yang dicintai. Cinta yang hakiki adalah mencintai tanpa alasan. Karena cinta tidak membutuhkan alasan. Logika pasti kalah oleh kekuatan cinta. Pernahkan kau bertanya kenapa seseorang masih saja mendukung kesebelasan yang ia cintai walau kesebelasan tersebut sering kalah atau bahkan tidak memenangi apa pun selama puluhan tahun? Untuk apa mereka masih memberi dukungan kepada kesebelasan yang hanya bisa memberi pahit? Tentu karena cinta mereka yang hakiki, cinta tanpa adanya alasan untuk mencintai.

Atau pernahkan Anda melihat pendukung kesebelasan semenjana yang hanya berkutat di papan tengah saja? Apa tujuan mereka? Mencari sensasi? Aneh memang jika melihat hal tersebut, sama seperti cinta seorang wanita cantik kepada seorang pria yang biasa-biasa saja. Tapi itulah cinta, tak mengenal alasan.

Katanya cinta itu turun dari mata turun ke hati. Kebanyakan cinta memang berawal dari mata; paras dan kelakuan anggun yang dilihat mata disampaikan ke hati setiap manusia. Sepakbola pun sama: berawal dari menonton pertandingan secara langsung atau melalui televisi bisa membuat kita langsung jatuh cinta.

Ada saja memang cinta yang memerlukan alasan. Memang diawal saya mengatakan cinta yang hakiki adalah cinta yang tak mempunyai alasan tapi hal tersebut tak sepenuhnya benar. Karena ketika mencintai seseorang kadang kita butuh alasan pendorong. Entah itu paras cantik, rasa nyaman ketika berbicara, atau alasan lainnya. Dalam sepakbola pun kadang ada alasan mendasar kenapa Anda menyukai kesebelsan tersebut. Entah karena pemain idola Anda bermain di kesebelasan tersebut atau karena kesebelasan tersebut berasal dari kampung halaman Anda.

Dalam cinta ada fase melihat dari kejauhan, mencari tahu informasi, berkenalan, dan saling berbincang hingga merasa cocok dan akhirnya memutuskan bersama. Dalam sepakbola pun sama. Ada fase melihat dan mencari tahu hingga akhirnya ada dase dimana Anda merasakan adanya kegembiaraan luar biasa ketika kesebelasan tersebut menang dalam suatu pertandingan. Atau kesedihan mendalam hingga tangis mengalir karena kesebelasan yang Anda dukung kalah. Namun kadang pula alasan di balik tangis adalah kebahagiaan yang memuncak karena kesebelasan yang Anda dukung menjadi juara.

Dalam cinta ada istilah cinta buta dimana seseorang sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Dalam sepakbola pun sama. Kecintaan seseorang kepada kesebelasannya membuat ia tidak peduli apakah kesebelasan tersebut sedang berada dalam tren baik atau buruk atau apakah kesebelasan tersebut memenangi trofi dalam beberapa tahun kebelakang. Jika sudah cinta buta, kesebelasan ditinggal pemain andalannya pun seorang penggemar tidak akan peduli. Tetap saja ia akan rela bangun pagi untuk menonton kesebelasan tersebut walaupun kadang hasilnya kurang memuaskan.

Tentu mudah mendukung kesebelasan yang terus menerus meraih kemenangan dan rutin menjadi juara. Tapi mendukung kesebelasan kecil perkara lain. Tidak jarang hasil akhir tidak sesuai keinginan. Di situlah cinta diuji.

Kita tak bisa menilai tulusnya cinta seseorang hanya dari harta atau apa yang dia lakukan untuk seseorang yang dia cintai. Kita juga tidak bisa menilai tulusnya seseorang dalam mendukung kesebelasan yang dia idolakan hanya dari cara dia mendukung atau dari kualitas jersey yang dia beli. Kita tak bisa menilai seseorang hanya dari itu saja. Kadang ada orang berkata “banyak omong loe emang situ bisa main bola?” Tapi tak seharusnya seorang yang memberikan komentar kepada kub yang dia idolakan haruslah seorang pesepakbola atau bahkan mantan pemain sepakbola, karna Anda tak harus menjadi koki untuk mengetahui rasa martabak itu enak atau tidak. Kita tak bisa menilai dia suporter yang baik hanya dari sana karena banyak cara mendukung kesebelasan yang diidolakan.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa kita tidak bisa menentukan kepada siapa kita jatuh cinta. Dalam sepakbola pun sama; seorang pendukung tidak bisa menentukan hendak mendukung kesebelasan apa. Karena cinta dan sepakbola adalah sama: sama-sama berasal dari hati bukan karena paras cantik atau banyaknya trofi.

Benar atau salah?


Penulis berdomisili di Tenggarong, Kalimantan Timur. Dapat dihubungi lewat akun Twitter @zakyynwa.

Komentar