Roman Indah Diego Simeone dan Atletico Madrid

PanditSharing

by Aqwam Fiazmi Hanifan

Aqwam Fiazmi Hanifan

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Roman Indah Diego Simeone dan Atletico Madrid

Dengan segala keterbatasannya tanpa bertaburan bintang dan sederet pemain mahal Atletico Madrid mampu mematahkan dominasi dua raksasa Spanyol Real Madrid dan Catalonia Barcelona yang disokong mayoritas dukungan publik dan gelontoran uang tak berseri. Kesuksesan Atletico tak lepas dari sosok pelatih Diego Simeone.

Pada tanggal 23 desember 2011, pelatih bernama lengkap Diego Pablo Simeone mengambil alih kursi kepelatihan Los Rojiblancos ketika klub itu dalam pertempuran keluar dari zona degradasi. Sebelum Simeone mengambil alih, Atletico hanya bisa mendapatkan 19 poin dari 16 pertandingan. Namun, setelah kedatangan Simeone, mereka bisa memperoleh 37 poin dari 22 pertandingan berikutnya.

Tak hanya membawa Atletico lolos dari jurang degradasi saja, pada musim itu juga, mantan gelandang bertahan Argentina itu berhasil membawa timnya ke Europa Leaque dengan mengakhiri klasemen La Liga pada posisi kelima.

Lalu, pada musim berikutnya, atau 2012/2013, mereka mengakhiri liga di tempat ketiga dengan hanya ketinggalan sembilan poin dibelakang Real Madrid, Bahkan Simeone mengalahkan rival sekota mereka itu difinal Copa del Rey.

Jangan dilupakan prestasi musim 2013-2014 lalu dengan menjadi juara La Liga setelah puasa gelar sejak tahun 1996 dan Runner-up Liga Champions (dengan hanya satu kali kalah dilaga final), serta yang terbaru menjadi juara piala super spanyol dengan mengalahkan rival sekota Real Madrid dengan unggul agregat 2-1.

Mantan pemain �"Albiceleste�" kini telah memiliki tujuh tahun pengalaman melatih dan telah mendapatkan reputasi sebagai salah satu yang terbaik dalam era sepak bola modern. Sebagai seorang pemain, menempati posisi gelandang bertahan dia dikenal juga sebagai dynamo penggerak di lini belakang, Simeone juga seorang pemain yang mahir melintas dari dasar lini tengah ke lini serang. Ulet dan menjadi pemimpin inspirasional bagi timnya.

Ada satu teori menyebutkan, gelandang bertahan akan menjadi pelatih terbaik setelah mereka menggantung sepatu, dan yang dilakukan Simeone mendukung teori tersebut. Teori itu juga terlihat cocok seperti yang terjadi pada Pep Guardiola dan Roberto Martinez. Gelandang bertahan selalu mengamati pemain disekelilingnya.

Dia harus memiliki keasadaran yang sangat baik dan memiliki kemampuan membuat keputusan dengan cepat. Simeone telah kaya pengalaman sepanjang kariernya dengan tergabung dalam satu tim bersama pemain legendaris seperti Juan Sebastian Veron, Alessandro Nesta, Sinisa Mihajlovic, Pavel Nedved, Diego Maradona, dan Fernando Redondo.

Simeone mengawali karier sebagai pelatih dengan fluktuasi yang cukup pesat antara keberhasilan dan kegagalan. Tugasnya saat ini bersama Atletico merupakan yang terpanjang dalam karier kepelatihannya dan itu memberikan gambaran yang lebih jelas dari filosofi dan sistem taktis yang menjadi pilihannya.

Taktik Fleksibel dan Pertahanan yang Kuat

Dari gaya kepelatihannya, pelatih asal Argentina umumnya diklasifikasikan sebagai �"Menottistas�" atau �"Bilardistas�" ditanah air mereka. Pelatih dikelompok pertama lebih memilih untuk memainkan gaya yang menarik dari sepak bola era 1978, saat pelatih Cesar Luis Menotti memenangi Piala Dunia. Yang kedua lebih pragmatis, seperti Carlos Bilardo yang membawa Argentina juara pada Piala Dunia 1986.

Simeone jelas seorang �"Bilarditas�" meskipun ia tak sepenuhnya pelatih yang mengedepankan pertahanan. Dia telah membuktikan untuk menjadi fleksibel dalam pendekatannya, bergantung pada keadaan yang dibutuhkan timnya. Kepribadian ulet �"El Cholo�", yang pernah bersinar dalam gaya permainannya, kini tercermin dalam tim yang ditanganinya. Pemain selalu dituntut menjadi peekerja keras dan disiplin.

Di Atletico ia menunjukan tim itu terstruktur dengan baik, kokoh dalam pertahanan, dan pada gilirannya memungkinkan pemain berbakat untuk mengekspresikan diri di zona serang.

Menjuarai La Liga musim 2013-2014 lalu dilakukan dengan cara menjadi tim yang kebobolan paling sedikit. Angka ini juga didukung dengan rata-rata shot conceded kedua terendah setelah Barcelona. Sepanjang musim lalu, Atletico hanya mengizinkan musuhnya untuk melancarkan rata-rata 8,9 tendangan ke gawang tiap pertandingan. Tapi ini dengan catatan bahwa tendangan tersebut biasanya dilepaskan dari daerah-daerah yang tidak berbahaya (52% tendangan berasal dari luar kotak penalti).

Simeone sendiri menyukai formasi 4-4-2. Formasi ini mungkin terlalu kaku ketika menyerang, tapi menjadi fondasi dari sistem pertahanan mereka yang sangkat kuat. Bahkan, ketika sedang tidak menguasai bola, mereka masih saja menggunakan sistem 4-4-2.

Musim lalu, Simeone senang-senang saja untuk menurunkan David Villa, yang berkontribusi lebih banyak ketika tidak sedang menguasai bola, daripada memainkan Adrian Lopez, Diego Ribas, atau Raul Garcia. Secara unik, pertahanan Atletico juga dimulai dari depan. Ini karena para penyerang dan pemain tengah mereka memang sangat baik dalam bermain bertahan.

Ingin gaya kepelatihannya dikenal dan dikenang, Simeone menyajikannya dalam buku berjudul Efek Simeone (The Simeone Effect). Buku itu diluncurkan di VIP lounge Vicente Calderon akhir musim lalu.

Buku itu bercerita tentang pribadinya yang polos dan sederhana serta ulasan tentang perjalanan hidupnya saat beralih dari pemain untuk memilih profesi sebagai pelatih.

Pada peluncuran buku itu, Simeone yang didampingi keluarganya, kolega dan teman-temannya mengungkapkan kebahagiaannya. �"Saya merasa aneh menyajikannya dalam sebuah buku, tetapi menurut saya itu penting karena pelatih perlu menjelaskan gaya kepelatihannya sebagai panduan bagi pemain dan staf pelatih,�" jelasnya.

�"Menemukan pengalaman adalah bagian penting dari buku ini. Tanpa mereka, saya tak akan memiliki banyak cerita. Saya senang bisa meluncurkan buku yang sederhana ini. Buku ini sederhana dan spontan seperti saya, �"sambungnya.

Harus diakui bahwa karya Simeone di Atletico Madrid benar-benar luar biasa. Hanya dalam waktu dua setengah musim saja ia mampu membangun tim selengkap Atletico dalam merancang semua lini.

Kemampuan Simeone sebagai seorang pelatih pun akan terus diuji. Apakah ia masih mampu menciptakan keajaiban dengan skuad yang berbeda? Sangat layak untuk kita nantikan.

Tulisan dikirim oleh Adrian Pradana berakun twitter @PradanaAdrian

foto: en.wikipedia.org

Komentar