Kejeniusan Taktik Pelatih yang Jadi Kunci Menjuarai Piala Asia U-19

Klasik

by Aqwam Fiazmi Hanifan

Aqwam Fiazmi Hanifan

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kejeniusan Taktik Pelatih yang Jadi Kunci Menjuarai Piala Asia U-19

Apa yang jadi kunci kesuksesan timnas U-19 saat meraih juara Piala Asia Junior tahun 1961? Kuncinya terletak pada kejeniusan dari pelatih Djamiat Dahlar. Bagaimana tidak, berkat otak-atik taktik yang dia lakukan selama turnamen membuat timnas bisa melanggeng sampai babak final. Padahal lawan yang dihadapi pada babak grup tidaklah mudah. Ada Korea Selatan sang juara bertahan dan Jepang peringkat tiga turnamen setahun sebelumnya. 

Sosok Djamiat Dahlar adalah sosok yang teguh dalam pendirian. Ya katakan ya, tidak katakan tidak. Dia sering berbeda sikap dalam soal urusan taktik. Wajar saja pola latihan dan taktik di tim yunior yang dia terapkan sering mendapat kritkan pedas entah itu dari pengurus PSSI maupun media massa. Salah satu yang identik dengan permainan U-19 adalah pola kerja sama dan pergerakan pemain yang amat mobile. 

Baca juga:  Djamiat Dahlar: Apoteker yang Jadi Legenda Sepakbola Indonesia

"Tipe permainan para junior, dalam kerdja sama dan gerak permainanja sudah menundjukan hal yang prinsipil amat berlainan dengan jang selama ini djadi dasar permainan tim asuhan Toni Pogacnik," tulis Majalah Aneka.

Sebagai eks anak dididkan Toni Pogacnik pada skuad timnas pertengahan dekade 50-an, Djamiat memiliki kecerdasan intelejensia dan pemahaman taktik yang cukup baik, terlebih perannya di tengah sebagai pengalir bola blok to blok membuat transfer ilmu dari Toni ke dirinya teramat banyak. "Djamiat sudah mulai melatih penjerang-penjerangnya untuk djuga menggunakan pengotjehan tjepat, pada saat penjerang-penjerang itu tertutup pendjagaan lawan dan tidak bisa menggunakan operan bola sebagai alat pembuka jalan," tulis Aneka lagi.

Dalam soal defensive action, publik memuji penerapan pressing ketat yang diajarkan Djamiat ke anak didiknya. Dengan memakai formasi 3-2-5 alias WM, ia meminta 5 pemain didepan Agam-Djuamdio-Andjik-Bob Hippy-Kuswanadji sebagai palang pintu pertama menahan serangan lawan. Hidup di negara yang memandang jumlah gol sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan, eksperimen ini menuai cacian, karena dalam beberapa laga ujicoba melawan tim-tim kecil, tim yunior ini hanya mampu menang kecil.

Namun berkat formasi WM yang cenderung defensif inilah Korea Selatan bisa kita tahan imbang dengan skor 2-2. Jepang pun bisa kita tekuk dengan skor 2-1. Skema serangan balik adalah salah satu kunci kesuksesan tim ini. Dengan mengandalkan kecepatan pemain-pemainnya, Indonesia begitu ditakuti.

Terlebih saat mereka bermain melebar. Wajar saja jika topskor dan bintang pada Piala Asia Junior tahun 1961 adalah Bob Hippy. Sebagai seorang gelandang yang beroperasi di sayap, sosok ini sering muncul dari lini kedua dan melakukan cut inside ke dalam kotak penalti.Hanya saja masalah muncul saat lawan gemar memainkan jebakan offside. Sikap Djamiat yang menaruh 2-3 pemain di depan yang tak diintruksikan mundur memang mempermudah saat mereka menyerang, tapi masalah offside ini yang sering kita lupakan. Kuswanadji dan Andjiek sering tak melihat posisi lawan. Contoh kasus ini terjadi saat timnas hanya bisa bermain imbang 1-1 melawan Singapura.

Namun ada kelebihan dari taktik yang dilakukan Djamiat Dahlar. Saat melakukan serangan balik, pemain akan terus melakukan pressing agar lawan berlama-lama dengan bola di area pertahanan sendiri.  "Penjerangan perlu dijalandjutkan bila pertahanan musuh sedang serapat-rapatnja, kita harus tetap menekan mereka." ucap Djamiat menanggapi pertanyaan wartawan tentang pola serangan yang ia terapkan ke anak asuhnya. 

Yaitulah sekilas perjalanan timnas di Thailand yang terjadi lebih dari 53 tahun silam. Lantas mungkinkah Indra Sjafri mengikuti jejak Djamiat Dahlar? kita tunggu saja.

Komentar