Serba-Serbi Derbi Liga Kroasia

Cerita

by redaksi

Serba-Serbi Derbi Liga Kroasia

Serbia terkenal dengan sebuah derbi yang diklaim sebagai derbi terpanas Eropa Timur, yaitu antara FK Partizan Belgrade dan Red Star Belgrade. Namun kita tidak bisa begitu saja melepaskan adanya Kroasia di dalamnya. Dilihat dari sejarah dan letak geografisnya, Serbia dan Kroasia pernah bergabung bersama Yugoslavia dan juga berada di Eropa Timur.

Frase Eropa Timur pada awalnya digunakan oleh negara-negara Barat pada abad ke-18 dan ke-19. Tujuannya untuk mengelompokkan seluruh negara Eropa yang tadinya menerapkan ideologi komunis sebagai dasar negara. Konsep Eropa Timur diperkuat dengan dominasi ideologi komunisme, terutama yang dipengaruhi Uni Soviet setelah Perang Dunia II.

Sebenarnya penduduk negara bagian timur Eropa tidak mengategorikan diri mereka sendiri sebagai "Penduduk Eropa Timur”. Mereka lebih suka membuat kategorisasi sebagai bagian kelompok lain, seperti Eropa Tengah, dengan Skandinavia (di bagian Eropa Timur), atau dengan Eropa Selatan. Secara lebih lanjut, klaim terpanas keduanya terjadi lantaran pecahnya perang antara polisi Kroasia dan warga Serbia yang tetap memilih tinggal di Kroasia pada 1991 sampai 1995.

Sebelumnya, di medio 1945 sampai 1990 sudah ada dua nama kesebelasan dari Kroasia yang mencolok. Mereka adalah Dinamo Zagreb dan Hajduk Split. Dinamo Zagreb dan Hajduk Split menjadi dua dari empat besar Liga Yugoslavia (bersama Partizan dan Red Star), sebuah kuartet kesebelasan yang secara signifikan mendominasi sepakbola di Yugoslavia saat itu. Perolehan trofi keduanya jika digabungkan sudah mencapai total 11 gelar di Liga Yugoslavia dan 16 Piala Yugoslavia.

Di tahun 1992, Kroasia masih sebuah negara seumur jagung setelah berhasil melepaskan diri dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia. Namun dengan keberaniannya itu, Federasi Sepakbola Kroasia langsung menggelar sebuah kompetisi sepakbola resmi dengan nama Prva HNL.

Dinamo Zagreb Hampir Selalu di Atas Hajduk

Dari catatan waktu, Hajduk Split memang lebih dulu terbentuk dibandingkan Dinamo Zagreb. Hajduk dibentuk pada 13 Februari 1911. Meski memiliki sejarah kesuksesan yang panjang, Hajduk sering dianggap sebagai kesebelasan pinggiran oleh para pendukung Zagreb.

Di sisi lain, Dinamo Zagreb adalah kesebelasan ibukota Kroasia yang berdiri pada 9 Juni 1945. Sama dengan Hajduk, Zagreb memiliki catatan sejarah apik di kompetisi domestik dan memiliki kekuatan finansial yang jauh lebih kuat dibandingkan Hajduk Split.

Saat dimulainya gelaran Liga Kroasia pertama, Hajduk Split keluar menjadi yang terbaik. Pemain Hajduk Split, Ardian Kozniku, keluar sebagai pencetak gol terbanyak di liga dengan menorehkan 12 gol. Tepat berada di peringkat kedua, bertengger Dinamo Zagreb.

Di musim berikutnya, keduanya bertukar posisi, Zagreb menjadi juaranya dan Hajduk duduk di peringkat kedua. Kompetisi antar keduanya bertahan sampai musim 1998/99, saat itu HNK Rijeka menggusur Hajduk dari peringkat kedua, walaupun di musim-musim selanjutnya perebutan siapa yang terbaik di Kroasia kembali diperebutkan oleh Dinamo Zagreb dan Hajduk Split.

Sampai 2012, terhitung hanya empat kesebelasan yang berhasil memutus dominasi persaingan mereka. Keempat kesebelasan tersebut hanya menggantikan siapa yang duduk di peringkat kedua antara Zagreb atau pun Hajduk. Empat di antaranya yaitu, Inter Zapresic (musim 2004/05), NHK Rijeka (2001/02 dan 2005/06), Slaven Belupo (2007/08), dan Lokomotiva (2012/13).

Beberapa waktu lalu, FourFourTwo memasukkan nama Dinamo Zagreb sebagai salah satu dari sepuluh kesebelasan yang pernah mencatatkan rekor sebagai kesebelasan yang mendominasi liga terlama. Selama tahun 2006 sampai 2016, Zagreb menjadi penguasa Prva HNL secara beruntun.

Ketika memasuki era Prva HNL, trofi yang dimiliki Hajduk jelas kalah jauh jika dibandingkan Dinamo Zagreb. Sejak menjuarai Prva HNL pada 1992, Hajduk hanya berhasil menambah lima trofi koleksinya. Sedangkan Zagreb sudah mengoleksi 19 trofi (terakhir musim 2017/18).

Lalu dilihat dari Piala Liga Kroasia, jumlah trofi Hajduk juga jauh tertinggal di belakang Zagreb. Zagreb sudah mengumpulkan 15 trofi, sedangkan Hajduk hanya enam. Memasuki abad 19 akhir, Hajduk memang masih berupaya menyaingi Zagreb, namun kesalahan manajemen dan krisis finansial yang melanda Hajduk memengaruhi konsistensi mereka.

"Jika Anda tidak menjadi juara," kerumunan Hajduk menggaungkan dengan melodi sedih, tetapi indah. "Torcida akan berkabung, dan setelah itu, kami memaafkan mu. Karena kami semua tahu bahwa kamu masih yang terbaik, dan kita tidak akan pernah meninggalkanmu.”

Cantuman lirik tersebut sudah cukup menggambarkan bagaimana pendukung Hajduk sangat mencintai kesebelasannya. Dalam beberapa tahun terakhir, para pemuja Hajduk telah melantunkan nyanyian khusus ini jauh lebih sering dibanding biasanya. Perjalanan kesebelasan mereka di kompetisi UEFA biasanya berakhir dengan cepat, dan di dalam negeri mereka telah jauh tertinggal dalam bayang-bayang Dinamo Zagreb, musuh bebuyutan mereka dari ibu kota.

Masalah Keuangan yang Lambat Laun Membaik

Nampaknya angin segar sudah mulai berhembus di sekitar Kota Split. Laporan Gol.hr menyebutkan bahwa Hajduk berhasil mengakhiri catatan minus keuangannya di tahun 2016 dengan meraup keuntungan mencapai 20 juta kuna.

“Mencatatkan laba sampai ratusan juta kuna, itu merupakan sebuah tanda yang jelas dari kesembuhan keuangan Hajduk,” tulis Daniela Rogulj dalam TotalCroatia.

Terkadang uang memang selalu dapat berbicara banyak. Musim 2017/18 menjadi yang paling sukses dalam 107 tahun sejarah berdirinya Hajduk. Dengan penjualan beberapa pemain bintang Hajduk musim tersebut, khususnya untuk empat pemain. Penjualan mereka berhasil mendatangkan keuntungan hampir 14 juta euro.

Terlepas dari rekor penjualan Nikola Vlasic ke Everton seharga 10,8 juta euro (ditambah 10 persen dari klausul yang tertera di kontrak), Ante Erceg yang memutuskan pergi ketika mendapatkan tawaran satu juta euro dari kesebelasan lain, Franck Ohandza dijual seharga 1,2 juta, dan bek Brasil, Jefferson, dijual seharga 350.000 euro ke Chaves di Portugal.

Bukan Sebatas Duel di Atas Lapangan

Di Kroasia, bisa dipastikan tensi tinggi sudah terjadi dari jauh-jauh hari sebelum pluit tanda mulainya pertandingan dibunyikan oleh wasit. Rivalitas antar keduanya sangatlah mencolok. Seperti yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia lainnya ketika kedua kesebelasan dengan rivalitas tinggi saling berhadapan di lapangan, barisan pendukung dari masing-masing kesebelasan dipastikan juga akan sibuk. Entah itu saling adu kreativitas sampai saling adu intimidasi baik bentuk verbal maupun fisik.

Dilansir dari laman resmi klub Dinamo Zagreb, Bad Blue Boys (BBB) adalah sebutan untuk pendukung Zagreb. Organisasi pendukung tersebut didirikan pada 17 Maret 1986 di Zagreb, dengan berisikan anggota dari berbagai daerah di Zagreb. Nama pendukung ini terinspirasi oleh film 1983 yang dibintangi Sean Penn, Bad Boys.

Mereka dianggap sebagai salah satu kelompok pendukung paling berbahaya di dunia dan dikenal karena berbagai tingkah laku mereka saat pertandingan berlangsung. Bahkan pada 2011, Bleacher Report memasukkan BBB di daftar 16 ultras paling hardcore. Maskot kelompok ini adalah anjing bulldog dan mereka memiliki lagu resmi berjudul "Dinamo ja volim", dalam bahasa Indonesia berarti "Aku Cinta Dinamo". Lagu tersebut dipopulerkan oleh band pop rock asal Kroasia Pips, Chips & Videoclips.

Beralih ke Hajduk Split, Torcida adalah pendukung setianya. Mereka sudah berdiri sejak tahun 1950. Tidak heran jika mereka dikenal sebagai salah satu organisasi suporter tertua di dunia. Nama grup tersebut berasal dari kata torcida. Arti kata tersebut dalam bahasa Portugis atau Brasil berarti "pendukung". Kelompok ini secara keseluruhan mempertahankan hubungan baik dengan Portugal.

Di tahun 2004, kerusuhan sempat terjadi, dimana pada saat itu Zagreb dn Hajduk bertemu di sebuah pertandingan persahabatan. Nampaknya sematan “persahabatan” tidak cukup untuk membendung rivalitas antar kedua pendukung.

Sebelum laga dimulai pihak kepolisian sudah berhasil mengamankan 25 pendukung dikarenakan berbuat kekacauan di luar stadion. Bahkan saat pertandingan berlangsung, kedua belah kelompok pendukung saling serang. Pemain yang berlaga juga mendapat hadiah lemparan benda-benda keras dari tribun, juga sebilah pisau.

Niko Kranjcar juga sempat membuat kontroversi saat memutuskan pindah dari Dinamo ke Hajduk pada Januari 2005. Sejak nota kesepatakan antar kedua kesebelasan tercapai, Krancjar sudah menjadi musuh bagi BBB. Saat itu Krancjar bukan hanya kapten, tetapi juga produk binaan tim junior Dinamo. Bahkan sang ayah, yaitu Zlatko, merupakan mantan pemain dan pelatih ternama Dinamo.

“Kamu tidak akan selamat jika terlihat di jalanan Zagreb,” ujar salah seorang pendukung.

Para pendukung Dinamo juga menyalakan 200 lilin biru dengan membentuk huruf D di luar rumah Niko. Mereka juga membentangkan spanduk yang bertuliskan: "Bagi kami, kamu telah mati,” tambah seorang pendukung dikutip dari Goal.

Komentar