Magis Piala FA, Benar-Benar Magis Atau...

Cerita

by Redaksi 33 25649

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Magis Piala FA, Benar-Benar Magis Atau...

Sesuatu yang magis dan memikat mata, tentunya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat. Ketika melihat yang tidak mungkin menjadi mungkin dilakukan, itu selayak sebuah proses katarsis dalam diri, suntikan motivasi untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik. Ada banyak tempat di mana kejadian magis itu terjadi, salah satunya adalah Piala FA.

Piala FA memang tempatnya hal-hal magis terjadi. Hal magis ini biasanya melibatkan tim-tim kecil yang dalam sebuah kesempatan mampu mengalahkan tim-tim besar. Dengan sekali ayunan tongkat di tengah-tengah pertandingan, tiba-tiba saja hal magis pun terjadi; tim kecil mampu mengalahkan tim besar, dan hal itu secara ajaib juga membuat orang-orang bahagia.

Tapi, apakah itu benar-benar hal yang magis?

Sutton dan Lincoln, Perwakilan Magis Piala FA Saat Ini

Dalam gelaran Piala FA setiap musimnya, kerap terjadi sebuah insiden ketika tim-tim yang berada di divisi lebih bawah mampu mengalahkan tim-tim yang berasal dari divisi yang lebih atas. Spesial untuk tahun ini, Sutton United dan Lincoln City menjadi tim yang menunjukkan magis dari Piala FA tersebut.

Sutton sukses merawat magis Piala FA setelah mereka mampu lolos untuk pertama kalinya ke babak kelima (babak 16 besar) usai menaklukkan Leeds United. Di babak kelima nanti, Sutton akan menghadapi Arsenal. Apapun hasil yang mereka catatkan melawan The Gunners nanti, Sutton secara tim sudah mencatatkan prestasi yang cukup gemilang dalam ajang Piala FA ini.

Di lain pihak, Lincoln City jauh lebih mengejutkan. Mereka menjadi tim non-liga pertama (Sutton dan Lincoln berada dalam liga yang sama) yang mampu lolos ke babak keenam Piala FA (babak delapan besar) usai mengalahkan Burnley dengan skor 0-1. Tidak tanggung-tanggung, mereka mengalahkan Burnley di kandangnya sendiri, Stadion Turf Moor.

Suka cita sekarang sedang meliputi kedua tim tersebut. Baik Sutton dan Lincoln sukses merawat magis Piala FA yang sudah terjaga selama bertahun-tahun. Berasal dari divisi bawah, bahkan merupakan tim non-liga yang diisi oleh pemain-pemain semiprofesional, mereka mampu mendobrak mayoritas dan lolos cukup jauh dalam ajang Piala FA. Beberapa korban mereka bahkan adalah tim yang divisinya berada di atas mereka macam Leeds United dan juga Burnley.

Mereka berbahagia, dan tim besar merana

Benar-Benar Magis Atau. . .

Hal-hal yang sifatnya magis tidak akan terjadi begitu saja. Bak seorang pesulap yang membutuhkan kondisi dan situasi tertentu agar bisa menciptakan magis yang membuat penonton terkesima, begitu pun dengan kejadian-kejadian magis yang terjadi dalam Piala FA ini. Ada situasi dan kondisi yang membuat hal itu bisa terjadi dan tampak seperti hal yang magis. Mari kita lihat kembali kejadian Sutton vs Leeds serta Burnley vs Lincoln.

Dalam pertandingan antara Sutton melawan Leeds, Sutton memang tampil begitu brilian. Mereka tampil penuh determinasi, terorganisir, dan tak ragu untuk bermain keras. Tapi ada hal-hal lain juga yang membuat Leeds kalah dalam pertandingan tersebut: tidak menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan dan mengganti banyak pemain kunci, setidaknya sampai 10 pemain. Dua hal tersebut yang membuat magis Piala FA terjadi di Gander Green Lane, markas Sutton.

Akibat dari tidak menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan, Leeds jadi sulit untuk mengontrol bola dan hasilnya, permainan mereka sulit dikembangkan. Selain itu, banyaknya pemain kunci yang tidak dibawa ke Gander Green Lane membuat kualitas Leeds, yang sebenarnya sedang dalam jalan menuju kembali ke Liga Primer, menjadi sedikit menurun. Lebih jauh, ada kesan meremehkan dan tidak serius dari Leeds dalam ajang Piala FA ini.

"Ketika Leeds masuk ke lapangan sebelum pertandingan ketika itu, kami sedang melakukan pemanasan di tengah lapangan. Saya pun menyadari satu hal. Saya tidak mengenali mereka semua, dan mereka tampak seperti pemain-pemain muda. Berarti mereka meninggalkan para pemain kunci mereka di Leeds. Saya pun berkata kepada rekan-rekan saya, `Kesempatan terbuka untuk kita`," ujar pemain Sutton, Roarie Deacon, mengenang bagaimana Leeds meremehkan mereka, seperti dilansir Daily Mail.

Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Burnley. Manajer Burnley, Sean Dyche, bahkan sampai mengganti enam pemain kunci yang menjadi aktor utama mereka ketika menahan imbang Chelsea di Turf Moor. Penggantian pemain kunci ini, walau memang tidak memengaruhi kekuatan Burnley secara keseluruhan, menjadi cermin tersendiri bahwa Dyche juga tidak terlalu serius dalam ajang Piala FA ini. Hasilnya, permainan rapat dan pertahanan terorganisir Lincoln membuat Burnley kalah.

Hal-hal magis ini, sungguh, terjadi bukan hanya karena semangat juang yang tinggi dari para minoritas. Saat sang mayoritas melonggarkan penjagaan, di situ minoritas bisa masuk, mengambil alih, dan mengalahkan mayoritas. Tongkat ajaib pun terayun, dan hal magis itu pun mulai tampak.

***

Bukanlah hal yang salah ketika tim-tim kecil memanfaatkan kelengahan tim-tim besar dan melakukan pendekatan dalam pertandingan selayaknya tim kecil, seperti yang dikeluhkan Sean Dyche dan Cristiano Ronaldo dalam ajang Piala Eropa 2016 lalu. Jika mereka tahu itu akan terjadi, seharusnya mereka bisa lebih antisipatif dan menerapkan cara lain untuk mengatasi pendekatan a la tim-tim kecil seperti yang mereka keluhkan.

Sungguh, sikap meremehkan yang kerap muncul ketika melawan tim kecil adalah sikap yang salah, karena ia kerap menjadi bumerang tersendiri bagi para tim-tim besar. Sikap meremehkan ini pula, yang kadang menjadi salah satu syarat untuk terpenuhinya situasi magis; tim kecil mengalahkan tim besar, dan semua orang berbahagia akan hal tersebut.

Pelajaran yang bisa diambil; jangan pernah sekali-kali meremehkan siapapun.

foto: @UKNorthernPower

Komentar