Celoteh Sugiantoro tentang Pembinaan Sepakbola Muda Indonesia

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Celoteh Sugiantoro tentang Pembinaan Sepakbola Muda Indonesia

Pada akhir pekan lalu, masyarakat Indonesia cukup terhibur atas pertandingan antara Calcio Legend menghadapi Indonesia Primavera Baretti. Calcio Legend diperkuat pemain-pemain kejayaan Serie-A Italia seperti Angelo Peruzzi, Fabio Cannavaro, Simone Perotta, Edgar Davids, David Trezeguet, dan lainnya. Sementara Primavera dan Baretti adalah mantan pesepakbola Indonesia yang pernah menempa ilmu di Italia.

Pada 1994, dibentuklah tim sepakbola Primavera Indonesia dengan 24 pemain. Saat itu, PSSI mencoba melakukan pembentukan yang lebih baik daripada skuat Garuda II, sementara para pemainnya diambil dari kesebelasan-kesebelasan yang lolos ke semifinal Piala Haornas, seperti PSSI JawaTengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua. Ke-24 pemain itu dilatih oleh kolaborasi Danurwindo, Romano Matte, dan Harry Tjong.

Dibentuknya tim Primavera diharapkan bisa menjadi rencana jangka panjang di sepakbola Indonesia, mengingat usia para pemainnya waktu itu masih muda, dengan rataan kelahiran tahun 1975 sampai 1978. Mumpung masih muda dan dinilai memiliki bakat, Primavera diberangkatkan ke Italia untuk mengasah kemampuan mengolah si kulit bundar. Tujuannya adalah mencuri ilmu sebanyak mungkin dari sepakbola Italia yang sedang berjaya pada waktu itu. Bahkan Primavera memiliki kesempatan untuk mengikuti kompetisi Serie-C2.

Tapi kendala memang selalu menerpa. Kesulitan adaptasi membuat para pemain Primavera tidak kerasan berada di Italia. Cerita yang hampir sama dengan Baretti Indonesia yang dibentuk setelah Primavera. Kendati demikian, beberapa pemain Primavera berhasil mencapai kesuksesan individu. Contohnya adalah Kurniawan Dwi Yulianto dan Kurnia Sandy yang masuk ke dalam skuat Sampdoria. Sementara pemain-pemain lain menjadi incaran banyak klub Indonesia ketika pulang ke tanah air.

Kendati laris bak kacang goreng, hanya beberapa pemain eks Primavera dan Baretti yang menjadi andalan timnas Indonesia. Contohnya seperti Kurnia Sandy, Bejo Sugiantoro, Bima Sakti, Kurniawan, Charis Yulianto, Uston Nawawi, Nova Arianto dan lainnya. Sementara nama-nama lain justru keluar masuk Timnas Indonesia, bahkan tidak terpanggil sama sekali.

Tapi, Sugiantoro menyanggah bahwa Primavera kurang berkontribusi untuk timnas Indonesia. Sedikitnya pemain Primavera dan Baretti yang aktif membela Indonesia, dikatakan Sugiantoro karena faktor persaingan yang ketat dengan pemain lainnya.

"Sebetulnya banyaklah. Mungkin yang paling menonjol Yeyen (Tumena), Bima, Kurniawan, Kurnia Sandy dan kawan-kawan. Karena faktornya dikembalikan juga kepada persaingan, di mana kita datang, masih banyak pemain senior seperti Rochy (Putiray), Widodo (Cahyono Putro) dan kawan-kawan masih main. Masih ada persaingan antara pemain muda yang naik, yang tua mau pensiun waktu itu. Yang seperti itu normal," ujarnya waktu diwawancarai di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Jumat (20/5) lalu.

Setelah Primavera Baretti, dalam beberapa kurun waktu terakhir pun PSSI mencoba membentuk skuat muda yang ditempa di luar negeri, seperti salah satunya SAD Indonesia yang dibina di Uruguay. Sekarang skuat itu lebih dikenal dengan nama Deportivo Indonesia. Soal pembinaan pemain muda, Sugiantoro pun angkat bicara tentang hal tersebut. Tapi pemain yang akrab disapa Bejo ini menyarankan agar Indonesia tidak perlu malu untuk meniru negara-negara tetangga terlebih dahulu untuk memajukan sepakbolanya.

"Ya mungkin tujuan awalnya ke sana (pembinaan pemain muda). Tapi kita jangan malu-malu meniru gayanya Thailand. Ya kita harus mau mawas dirilah. Dengan adanya jenjang dari usia 16 tahun, dibina terus, tapi ada unsur degradasinya, mungkin menurut saya seperti itu. Biarpun pelatih terus berganti, tapi harus disatukan terus," tutur Sugiantoro.

Kemudian mantan pemain Persebaya Surabaya itu memberikan pandangannya tentang sepakbola Indonesia saat ini. Menurutnya, justru sepakbola Indonesia di mata masyarakat memiliki andil penting dari media yang ada. Sepakbola dahulu dianggap kurang meriah dibanding sekarang. Ia menuturkan bahwa media sepakbola saat ini ikut berlomba-lomba meliput sepakbola usia U-16 dan U-19. "Dulu banyak prestasi tapi tidak sempet dimuat di media. Apalagi bagian live dan berita setiap harinya," cetus Sugiantoro.

Berbicara soal timnas, tentu banyak manis dan pahit banyak dirasakan Sugiantoro. Seperti yang diketahui jika pria yang mengakhiri karier di PS Mojokerto Putra ini, aktif membela Timnas Indonesia dari 1997 sampai 2004. "(Momen) yang membahagiakan (adalah) debut saya pertama kali di timnas. Yang menyedihkan itu tragedi final Piala Tiger (1998)," singkatnya. "Yang bunuh diri Mursyid Effendi," ungkapnya lebih lanjut ketika ditanya lebih lanjut tentang Piala Tiger 1998 itu.

ed: fva

Komentar