Faktor-Faktor yang Bisa Membuat Atléti Menjadi Kampiun Liga Spanyol

Cerita

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Faktor-Faktor yang Bisa Membuat Atléti Menjadi Kampiun Liga Spanyol

Kesuksesan Atletico Madrid menjuarai La Liga pada musim 2013/2014 jelas mengejutkan. Kurang lebih selama satu dekade ke belakang seakan sudah menjadi rutinitas jika kompetisi La Liga hanya milik dua klub, yaitu Barcelona dan Real Madrid.

Superioritas keduanya atas tim-tim lain membuat anggapan bahwa gelar juara hanya terbatas antara kedua tim saja. Sampai akhirnya Los Colchoneros – julukan Ateltico menyalip keduanya, baik Barcelona maupun tetangga mereka Real Madrid, dan mengakhiri musim dengan status sebagai juara.

Atleti kala itu terkenal sebagai tim yang bertahan dengan sangat baik, sehingga bisa meredam agresivitas duo kekuatan tradisional Spanyol yang dimotori oleh Cristiano Ronaldo dan Leo Messi.

Capaian tersebut rasanya akan sulit terulang kembali, apalagi semusim setelahnya Barcelona berhasil meraih treble. Sementara Real Madrid terus memperkuat timnya dengan pemain-pemain kelas satu. Jarak antara kedua tim tersebut dengan peserta La Liga lain semakin melebar. Namun yang dilakukan oleh Atleti dua musim kebelakang, bisa saja mereka lakukan kembali musim ini. hingga jornada ke 14 lalu, Atleti berada di peringkat dua dengan selisih dua poin dari peringkat pertama Barcelona.

Klasemen Liga Spanyol Hingga Jornada Ke-14
Klasemen Liga Spanyol Hingga Pekan Ke-14

Dan ada beberapa penyebab, yang bisa membuat mereka bisa saja kembali merajai La Liga musim ini, berikut ulasannya:

Peran Antoine Griezmann

Hijrahnya Arda Turan ke Barcelona, Nampaknya tidak terlalu disesali oleh Atleti. Meskipun pemain asal Turki ini merupakan pemain yang berkualitas secara individu dan juga berperan penting ketika tim yang bermarkas di Vicente Calderon ini menjuarai La Liga dua tahun lalu. Turan sering mendapat kritik karena dirinya dianggap tidak berkomitmen dan bukan pekerja keras.

Hal itulah yang menjadi alasan mengapa pelatih Diego Simeone memutuskan untuk mendatangkan Antoine Griezmann dari Real Sociedad pada musim lalu. Alih alih dipasang untuk menggantikan peran sang gelandang Turki, Simeone justru mengkonversi pemain asal Perancis ini menjadi seorang penyerang berbahaya.

Sebanyak 22 gol berhasil dicetak oleh pemain kelahiran Macon, Prancis ini di La Liga musim lalu. Catatan ini menjadi yang terbanyak dalam karir Griezmann. Perubahan posisi ini jelas menguntungkan Atleti, mereka bisa memanfaatkan kecepatan Griezmann dalam skema serangan balik, yang memang sudah menjadi ciri khas mereka sejak ditangani Simeone.

Tajamnya Griezmaan juga masih terjadi musim ini. Total dirinya sudah mencetak 11 gol di semua kompetisi, dan tujuh di antaranya berhasil dibukukan di ajang La Liga. Senjata Griezmann adalah efisiensi yang dimilikinya, menurut Whoscored pemain tim nasional Prancis ini menciptakan 2.5 tendangan dalam setiap pertandingan.

Para Pemain Muda Yang Bersinar

Jorge Ressurrecion ‘Koke’ adalah salah satu pemain muda yang berkembang dibawah arahan Diego Simeone. Koke betransformasi dari pemain sering beroperasi di kanan lapangan berubah menjadi gelandang tengah yang tangguh. Bahkan kini Koke merupakan kapten ketiga Atleti.

Musim ini ada pemain-pemain lain yang bersiap mengikuti jejak Koke, di antaranya adalah Saul Niguez, Luciano Vietto, Oliver Torres dan Yannick Carraso. Bahkan nama pertama sudah dimainkan oleh Simeone sejak musim lalu.

Oliver Torres dan Saul menjadi generasi terkini dari Spanyol yang sudah tersohor dalam memproduksi gelandang-gelandang cerdas. Sementara Vietto baru saja mencetak gol perdanany di Liga Champions saat Atleti berhadapan dengan Benfica dini hari tadi (09/12).

Bintang Muda Atleti, Yannick Carraso
Bintang Muda Atleti, Yannick Carraso

Yannick Carraso menjadi sensasi terkini diantara pemain-pemain muda yang lain. Dengan formasi 4-4-2 yang bisa saja berubah sewaktu-waktu menjadi 4-3-3, pemain kelahiran Belgia ini bisa menjadi kunci serangan. Berbeda dengan kebanyakan winger modern pada umumnya Carraso lebih klasik, dirinya senang melewati lawan dan bermain melebar, dan ini sangat sesuai dengan Atleti yang membutuhkan lini serang cepat saat melakukan serangan balik.

Kembalinya Pertahanan Kokoh

Ciri khas gaya bermain Atleti di bawah arahan Simeone adalah lini belakang yang solid dan sistem bertahan yang kuat dan disiplin. Hal itulah yang membuat mereka berhasil meredam tim-tim kuat bahkan di tingkat Eropa. Andai tidak dihentikan Real Madrid di partai puncak, bisa saja saat itu Atleti meraih gelar ganda.

Musim lalu pertahanan Atleti tidak setangguh semusim sebelumnya. Hal ini ditenggarai salah satunya oleh selesainya masa pinjaman Thibaut Courtois dari Chelsea. Sang pengganti, Jan Oblak, belum sepenuhnya bisa menjalankan peran yang sama dengan kiper asal Belgia tersebut. Walaupun di sisi lain sebenarnya penampilan kiper asal Slovakia tersebut tidak buruk-buruk amat, musim lalu Oblak kemasukan tiga gol lebih banyak dibandingkan saat Courtois masih mengawal gawang Atleti semusim sebelumnya.

Ditambah lagi musim lalu, kapten tim Gabi tidak berada dalam peforma terbaiknya. Mantan pemain Zaragoza ini sering kewalahan menghadapi serangan lawan, belum lagi tekel-tekelnya tidak dalam waktu yang tepat, sehingga beberapa kali dirinya mesti diusir wasit alias mendapatkan kartu merah.

Musim ini Atleti kembali ke bentuk terbaik mereka, Jan Oblak makin matang dan Gabi kembali menemukan sentuhannya. Mereka baru kemasukan enam gol di La Liga, setengahnya dari jumlah kemasukan yang diderita oleh Real Madrid maupun Barcelona.

Empat clean sheets dari empat pertandingan terakhir, dan hanya kemasukan tiga gol dari sembilan pertandingan terakhir menandakan bahwa pertahanan Atleti sangat sulit ditembus. Catatan ini juga membuat pertahanan Atleti menjadi yang terbaik diantara seluruh liga top Eropa.

Barcelona Mabuk Treble, Real Masih Belum Menemukan Bentuk Terbaik

Yang ini memang bukan berasal dari internal Atleti. Tetapi apa yang terjadi kepada kedua tim ini akan berpengaruh terhadap jalannya liga. Karena seperti yang sudah disebutkan di paragraf awal, Real Madrid dan Barcelona merupakan kekuatan tradisional yang sulit dibendung oleh kontestan La Liga yang lain.

Raksasa Catalan terlihat masih hangover setelah berhasil meraih treble musim lalu. Raihan tersebut diiringi oleh catatan impresif yang trio lini serang mereka yang terdiri dari Messi-Suarez-Neymar. Ditambah lagi meskipun Xavi Hernandez hengkang, Ivan Rakitic lebih dari siap untuk menjalankan peran yang ditinggalkan oleh Xavi.

Sudah menjadi kebiasaan, ketika sebuah tim meraih gelar juara maka rasa dahaga akan kemenangan sedikit menghilang. Karena tim tersebut merasa sudah memenangkan segalanya. Apa yang terjadi setelahnya adalah penurunan, berkurangnya ambisi, bahkan dalam tahap ekstrem bisa jadi demotivasi. Hasil imbang yang dialami oleh Barcelona akhir pekan lalu bisa menjadi salah satu bukti.

Lain Barcelona, lain juga Real Madrid. Tim tetangga Atleti ini masih agak kesulitan, setelah ditangani oleh pelatih baru yaitu Rafa Benitez. Madrid masih kesulitan untuk bermain konsisten dan belum juga menemukan bentuk terbaik mereka. Maka jangan heran ketika Madrid berhasil membantai lawannya tetapi di hari lain, mereka bahkan kesulitan untuk mencetak gol.

Di sisi lain, Atleti sedang sangat lapar akan gelar juara setelah mereka tidak meraih satupun gelar bergengsi pada musim lalu. Dan bentuk permaianan Atleti bukan saja kembali seperti saat mereka berhasil meraih gelar juara, dengan matangnya para pemain-pemain muda membuat tim semakin solid lagi.

***

Harus diakui yang membuat perebutan gelar juara Liga Spanyol menjadi seru tidak melulu mengenai persaingan antara Real Madrid dan Barcelona. Tetapi tim-tim lain yang melakukan resistensi kepada dua kekuatan superior tersebut juga menjanjikan cerita yang menarik.

Foto : gettyimages, dailymail.co.uk, fifa.com

Komentar