Menjadi Pemain yang Serba Bisa Itu Penting

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Menjadi Pemain yang Serba Bisa Itu Penting

Sepakbola semakin hari semakin mengarah pada modernitas. Era baru dunia sepakbola seolah telah dimulai. Sebut saja dari penggunaan tekonologi yang terus berkembang, hingga transformasi formasi pakem yang semakin bervariasi dari masa ke masa.

Soal perkembangan formasi, formasi sepakbola yang menjadi pola permainan setiap kesebelasan yang berlaga harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan formasi. Jika seorang pemain tak bisa beradaptasi dengan permainan yang semakin modern, bukan tak mungkin pemain tersebut akan tersisihkan.

Di Eropa, banyak sekali contoh pemain yang harus hengkang karena ia tak bisa bermain sesuai harapan sang pelatih atau manajer. Sebut saja Milos Krasic saat di Juventus, atau Luis Nani yang harus hijrah ke Sporting Lisbon.

Pada pra musim, manajer anyar Manchester United, Louis van Gaal, memaksakan beberapa winger miliknya untuk bermain sebagai bek sayap. Namun hanya Ashley Young dan Antonio Valencia yang lolos dari ujian tersebut. Nani yang dianggap tak bisa bermain sebagai bek sayap pun akhirnya tersisihkan.

Pada era sekarang ini, seorang pemain memang harus menjadi pemain yang serba bisa dan siap ditempatkan posisi manapun. Karena jika pemain tersebut bermain gemilang saat bermain bukan pada posisi yang biasa ia mainkan, ia pun akan mendapatkan kepercayaan lebih pada pertandingan-pertandingan berikutnya.

Sebut saja Wayne Rooney dan Marouane Fellaini. Rooney beberapa kali ditempatkan sebagai gelandang, sedangkan Fellaini pernah diplot sebagai trequartista. Meski bermain di posisi baru, keduanya tak canggung dan tetap bermain sesuai harapan Van Gaal. MU pun berhasil merangsek ke papan atas sebagai bukti nyata keberhasilan transformasi ini.

Baca juga: Kebangkitan "The Unholy Trinity" Manchester United

Jika tulisan ini terlalu ke-emyu-emyu-an karena terlalu banyak memberikan contoh pemain MU, saya akan berikan contoh pemain lain yang mempertahankan konsistensinya setelah mengalami perubahan posisi.

Di Juventus ada nama Simone Padoin. Pemain yang biasanya membela kesebelasan semenjana Serie A tersebut mampu bertahan bersama Juventus yang tiga tahun belakangan meraih tiga scudetto secara beruntun. Meski banyak pemain yang keluar-masuk, nama Padoin tetap dipertahankan karena ia bisa ditempatkan sebagai bek sayap kanan atau kiri dan winger kanan atau kiri meski posisi ideal Padoin merupakan gelandang tengah.

Pun begitu dengan David Alaba. Alaba saat ini disebut-sebut sebagai salah satu bek kiri terbaik dunia. Padahal pada awal karirnya, Alaba berposisi asli sebagai pemain gelandang bertahan atau pun gelandang sayap.  Tapi karirnya bersama Bayern Munich justru semakin mengkilap ketika Alaba ditempatkan sebagai bek kiri.

“Ia [Alaba] berada di jalan yang benar untuk mnjadi bek terbaik dunia,” ujar Matthias Sammer, Direktur Olahraga Bayern Munich.

Transformasi posisi pun dialami Javier Mascherano saat membela Barcelona. Terkenal tangguh menjadi pemotong serangan di lini tengah, Pep Guardiola menjadikan gelandang asal Argentina tersebut sebagai tembok pertahanan bersama Gerard Pique ketika Carles Puyol dan Eric Abidal diharuskan absen. Hingga Guardiola hengkang dan saat ini Barca dilatih oleh Luis Enrique, Mascherano pun kerap dimainkan sebagai bek tengah. Bahkan gelandang eks Liverpool ini pun disebut sebagai pemain terbaik dunia oleh Roy Hodgson.

Transformasi posisi juga merambah ke Liga Indonesia baru-baru ini. Alfin Tuasalamony bermain sebagai pengatur serangan saat Persija Jakarta tak bisa memainkan Stefano Lilipaly pada dua laga awal Qatar National Bank (QNB) League. Pun begitu dengan Jajang Mulyana, Diego Michiels, dan Anindito Wahyu saat Mitra Kukar menghadapi Persebaya.

Di Indonesia, seorang pemain di liga Indonesia memang benar-benar dituntut menjadi pemain serba bisa. Bahkan selain menjadi pemain sepakbola, pemain Indonesia pun harus bisa menjadi penjual jus, penjual baju loak, hingga menjadi ‘pengatur pertandingan’ seperti yang baru-baru ini terjadi. Yang terakhir ini penting bukan untuk memperebutkan status pemain inti, tapi juga untuk bertahan hidup.

Karenanya, transformasi posisi adalah salah satu ciri sepakbola semakin modern dan berkembang. Semakin bisa seorang pemain bermain cemerlang pada posisi barunya, semakin bisa pula ia mempertahankan eksistensinya. Bahkan bukan tak mungkin, karirnya akan semakin menanjak seperti Alaba dan Fellaini.

Komentar