Lima Kejahatan Ekonomi di Sepakbola

Cerita

by Redaksi 41

Redaksi 41

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lima Kejahatan Ekonomi di Sepakbola

Pelaku kejahatan dapat beradaptasi dan akan terus menerus menemukan metode baru untuk menumpuk uang hasil kejahatan dalam jumlah yang besar. Dan kini olahraga menjadi salah satu sektor yang membuat para pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Salah satunya olahraga sepakbola.

Sepakbola telah berubah dari olahraga populer menjadi industri global. Dan kini sepakbola tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sebagai alat untuk pengembangan ekonomi lokal, hubungan sosial, pendidikan, pengembangan pribadi, dan penyebaran nilai-nilai kemanusiaan serta budaya. Atas dasar itu semua, kini sepakbola menjadi wadah yang mudah dijangkau untuk melakukan tindak kejahatan seperti pencucian uang.

Dari yang biasa kita ketahui, pelaku pencucian uang selalu menyembunyikan asal usul dana hasil kejahatan untuk menambah kekayaannya semata. Financial Action Task Force (FATF) juga pernah menjelaskan pola-pola kriminalitas ekonomi sepakbola melalui Money Laundering Through Football Sector.

Keterkaitan antara kejahatan dan sepakbola telah menjadi pembahasan yang sangat hangat di tengah pengamat, penegak hukum dan pelaku industri. Kasus pencucian uang yang terkait dengan industri sepakbola juga mendapat perhatian media internasional. Mereka yang memiliki uang hasil kejahatan masuk ke dalam industri internasional kemudian akan masuk perlahan ke liga-liga lokal yang ada di tiap negara dan daerah.

Saya akan mencoba untuk membagi pola-pola kejahatan ekonomi pencucian uang dalam sepakbola, sebagaimana dirumuskan Financial Action Task Force yang merupakan gugus tugas bentukan Uni Eropa. Anda bisa melihat pola-polanya, khusus yang terjadi di Eropa karena tim yang meriset memang dibentuk Uni Eropa, dan mungkin bisa sembari meraba-raba yang mana yang juga menjadi pola di Indonesia? Adakah?

1. Terkait Kepemilikan Klub

Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra mengatakan, uang yang digunakan untuk membeli kesebelasan Manchester City bukan hasil korupsi seperti apa yang telah dituduhkan. "Uang itu saya peroleh dari hasil penjualan aset perusahaan keluarga saya," dalam wawancaranya kepada Reuters.

Bank-bank komersial saat itu diperintahkan untuk membekukan rekening Thaksin sebesar 2,16 miliar dolar AS. Karena dia dituduh menumpuk kekayaan selama lima tahun berkuasa dan penyalahgunaan wewenang jabatan. Thaksin juga terpaksa harus menjual Manchester City ketika dinyatakan sebagai tersangka.

Kini lupakan nama-nama besar yang membeli kesebelasan yang populer. Sebab, kejahatan pencucian uang, menurut FATF, justru sangat subur di liga-liga kecil. Di tempat-tempat yang kurang populer, juga di kesebelasan-kesebelasan divisi bawah, pencucian uang lebih mengerikan lagi.

Para mafia lokal, entah mafia narkoba atau prostitusi atau judi, akan menggunakan uangnya untuk membiayai sebuah kesebelasan, bahkan memilikinya. Melalui kepemilikan itulah, para mafia dan jagoan lokal itu bisa mendapatkan gengsi dan status sosial yang tinggi di kotanya. Dari situ, akses kepada pejabat lokal menjadi lebih terbuka. Proyek-proyek dan berbagai konsesi bisa mereka atur bersama. Korupsi kemudian menjadi bagian tak terpisahkan.

2. Terkait Transfer Pemain dan Kepemilikannya.

Pencucian uang terjadi di bursa transfer dan agen sepakbola sering menjadi titik fokus transaksi ilegal ini. Dalam lingkungan hukum yang semakin kompleks, pemain semakin meminta jasa agen untuk bernegosiasi dan menandatangani kontrak. Bursa transfer internasional terdiri dari 4.000 lebih agen sepakbola dengan registrasi resmi di FIFA.

Tidak ada batas untuk peran agen. Mereka mengelola pemain tetapi juga dapat mengelola dana, memberikan saran soal pajak, menawarkan kontrak komersial atau mengurus publisitas pemain. Posisi mereka sangat penting karena mereka sering menentukan apakah transfer terjadi atau tidak.

Namun, banyak agen masih beroperasi tanpa lisensi dan dengan demikian tidak dikontrol oleh FIFA atau asosiasi sepakbola regional atau nasional lainnya. Agen membentuk sebuah komunitas tertutup, yang membuatnya sulit untuk menyaring transaksi yang dilakukan oleh mereka. Peraturan FIFA pun kesulitan untuk mencegah pencucian uang untuk kegiatan-kegiatan perputaran uang para agen sepakbolaq

3. Terkait Pasar Taruhan atau Judi Sepakbola.

Di Italia kasus pengaturan skor dan judi bola sudah bukan menjadi hal yang aneh. Tahun 2006 adalah yang paling menghebohkan di dunia sepakbola. Kasus yang dikenal dengan nama Calciopoli ini menjerat Juventus yang saat itu dikendalikan oleh Luciano Moggi. Karena skandal itu, otoritas sepakbola Italia menjebloskan paksa Juventus ke Serie B.

Namun 23 Maret 2015 persidangan kasus Calciopoli akan dibuka kembali  setelah Moggi menemukan bukti baru yang diajukan ke pengadilan dan FIGC.

Kasus lain yang paling baru adalah keterlibatan gelandang Manchester United Ander Herrera, pemain asal Spanyol itu diduga ikut terlibat praktek kotor pengaturan skor saat masih berkiprah di Liga Spanyol, tiga tahun lalu. Dalam daftar pengaduan yang dilakukan oleh jaksa asal Spanyol Alejandro Luzon, ada 41 nama mulai dari pemain, manajer, hingga direktur tim yang diduga terlibat kasus pengaturan skor ini.

Dan kasus lain yang terkuak di akhir 2013 adalah ketika NCA berhasil menangkap dua orang warga Singapura, Chann Sankaran, 33 tahun, dan Krishna Sanjey Ganeshan, 43 tahun, yang didakwa terlibat dalam kasus pengaturan pertandingan di Inggris. Sankaran dan Ganeshan didakwa sebagai anggota dari sindikat perjudian ilegal. Dua pria asal Singapura ini bahkan juga memiliki status kewarganegaraan Inggris

Baca juga: Ketika Korupsi Menghancurkan Sepakbola

4. Terkait Hak Citra dan Sponsorship dan Pengaturan Iklan.

Lionel Messi dan ayahnya Jorge Messi muncul di pengadilan di Gava, salah satu lingkungan kota Barcelona di mana pesepakbola itu memiliki rumah, pada tanggal 27 September setelah dituduh menghindari pembayaran pajak atas pendapatan dari hak cipta gambar Messi. Mereka diduga mendirikan perusahaan di Uruguay dan Belize untuk menghindari membayar pajak di Spanyol.

Keduanya menyangkal tuduhan itu, mengatakan penawaran dilakukan oleh mantan agen Messi tanpa sepengetahuan mereka. Pasangan ini telah membayar kembali sebanyak 5 juta Euro kepada negara Spanyol, tetapi pihak berwenang telah meningkatkan upaya mereka untuk menindak penipuan pajak di tengah krisis keuangan nasional yang membebani Spanyol.

Permasalahan pajak Messi pertama kali terungkap setelah jaksa penuntut dari negara bagian utara Catalonia, Raquel Amdo, menuntut Messi karena telah mangkir membayar pajak lebih dari 4 juta euro pada awal 2013. Tuduhan itu dilayangkan karena bintang asal Argentina ini tidak bisa menunjukkan bukti wajib pajak pada 2006 sampai 2009.

5. Penggelapan Pajak.

Pengurus Federasi Sepakbola Bulgaria (BFU), yaitu komite eksekutif BFU yang bernama Grisha Ganchev. Ganchev dituduh sebagai pemimpin sindikat kejahatan terorganisir di negara itu. Pebisnis yang memiliki grup perusahaan besar di negeri itu, Litex Lovech, dituduh membuat sindikat untuk tujuan kejahatan pajak. Dakwaan dari 200 halaman, meliputi operasi kelompok dari 1 Januari 2012 hingga 15 Mei 2012.

Antek-antek Ganchev dalam kelompoknya ini juga sudah diajukan ke pengadilan dan mereka antara lain: Daniel Ganchev, Emilia Stanoeva dan Milko Dimitrov. Mereka dituduh berusaha menyembunyikan dana senilai 355.790 euro. Uang itu seharusnya dibayarkan sebagai bagian pajak penghasilan dari sebuah perusahaan bernama Litex Commerce JSC. Mereka tidak mengeluarkan faktur, sebagaimana yang dilaporkan InsideWorldFootball.

Baca juga: Pola-pola Kejahatan Keuangan Sepakbola

Terbelit Pencucian Uang Haram dalam Sepakbola

Terlibat Pencucian Uang, Eks Penata Rambut Sekaligus Pemilik Birmingham di Penjara

Kartel Narkoba dan Masa Lalu Sepakbola Kolombia

Komentar