Menantikan Haaland Dikantongi Maguire

Analisis

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menantikan Haaland Dikantongi Maguire

Kontroversi gol Bruno Fernandes pada Derbi Manchester di Old Trafford musim lalu masih segar di ingatan. Gol tersebut menjadi awal bencana bagi Manchester City yang unggul lebih dulu lewat Jack Grealish. The Citizens pada akhirnya harus takluk dari tetangga setelah Marcus Rashford mencetak gol kemenangan di sepuluh menit terakhir pertandingan.

Berkat kemenangan tersebut, Manchester United berpeluang memenangkan pertandingan liga kandang beruntun melawan Manchester CIty untuk pertama kalinya di era pasca-Sir Alex Ferguson, setelah terakhir kali melakukannya pada 2008-09 dan 2010-11 (tiga kali berturut-turut). Namun, catatan tersebut tidak akan dicapai dengan mudah.

Josep “Pep” Guardiola punya rekor positif di Derbi Manchester. Ia memenangkan tujuh dari 14 pertandingan Liga Inggris melawan United. Hanya Arsène Wenger yang memiliki catatan kemenangan lebih banyak melawan Setan Merah di kompetisi ini (12). Tapi Pep berrstatus sebagai satu-satunya pelatih yang menghadapi mereka Manchester United 10 kali atau lebih dan memenangkan setidaknya setengah dari laga-laga tersebut.

Erik ten Hag dipastikan tidak akan diperkuat beberapa pemain andalanya. Lisandro Martinez, dan Tyrell Malacia dipastikan absen akibat cedera. Casemiro, Aaron Wan-Bissaka, dan Luke Shaw masih sangat diragukan untuk tampil. Sementara Jadon Sancho masih berkutat dengan masalah non teknis.

Di kubu tamu, Kevin De Bruyne masih belum keluar dari ruang perawatan. Sementara Manuel Akanji dipastikan absen akibat hukuman kartu merah. Meski demikian, Pep Guardiola patut bersyukur karena sejak kembalinya Rodri, perlahan Manchester City menemukan kembali keseimbangannya.

Perkiraan Sebelas Pertama Manchester United dan Manchester City

Haaland dan Masalah Efektivitas Manchester City

Sebagai tim dengan penguasaan bola tertinggi (63,3%), Manchester City diperkirakan akan lebih mendominasi permainan. Selama diasuh oleh Pep Guardiola, penguasaan bola menjadi pondasi utama sang juara bertahan. Tujuan dari gaya tersebut bukan hanya meningkatkan probabilitas dalam penciptaan peluang, tapi juga menurunkan probabilitas ancaman lawan.

Meski telah menelan dua kekalahan di liga, prinsip positional play yang berlaku di Manchester City masih efektif. Selama sembilan pekan, tim peraih tiga gelar musim lalu tersebut menjadi salah satu tim dengan penciptaan peluang terbanyak (114 peluang). Selain itu, mereka juga tercatat sebagai tim paling jarang terancam. Man. City hanya menerima 61 ancaman dari sembilan pertandingan (6,7 ancaman per pertandingan).

Masalah yang saat ini menyelimuti Manchester City adalah efektivitas. Standar efektivitas Man. City tentu sangat tinggi, sehingga untuk mengukurnya hanya bisa dibandingkan dengan dirinya sendiri. Musim lalu, Man. City menjadi juara dengan efektivitas terbaik dari semua tim. Mereka menciptakan 94 gol dari 600 tembakan dengan angka konversi gol mencapai 15,7%. Tapi musim ini, Man. City bahkan tidak termasuk ke dalam lima besar tim dengan gol konversi tertinggi. Selama sembilan pekan, mereka melepaskan 141 tembakan tapi hanya tercipta 19 gol saja (efektivitas 13,5%). Masih kalah dari Newcastle United, Aston Villa, Brighton and Hove Albion, Arsenal, dan West Ham United.

Penurunan ini tentu kabar baik bagi Manchester United. Sebab, mereka perlu meminimalisasi kebobolan. Bukan hanya untuk memenangkan pertandingan, tapi juga untuk memperbaiki selisih gol. Saat ini, pasukan Erik ten Hag bertengger di peringkat delapan dengan torehan 15 poin dan selisih gol minus dua (terburuk dari 10 besar). Terlebih, mereka diperkirakan akan lebih banyak bertahan pada pertandingan ini sehingga lini pertahanan akan menjadi sektor penting.

Agar dapat meredam serangan Manchester City, musim ini (setidaknya hingga pekan kesembilan) Erik ten Hag bisa mencontoh apa yang dilakukan Newcastle United dan Arsenal. Sebab, hanya dua tim tersebut yang berhasil menggagalkan City mencetak gol dalam satu pertandingan.

Jika berkaca dari dua laga tersebut, salah satu faktor pentingnya adalah menjauhkan Haaland dari kotak penalti dan mencegah badan Haaland menghadap ke kotak penalti. Ketika bertandang ke Emirates Stadium, Haaland hanya menyentuh bola sebanyak 23 kali yang empat di antaranya di dalam kotak penalti(terburuk dari semua pemain yang bermain 90 menit).

Manchester United memiliki dua cara untuk mengulangi kesuksesan Arsenal dan Manchester United. Cara pertama adalah dengan melakukan man marking kepada Haaland. Tugas ini bisa diserahkan kepada Harry Maguire agar Raphael Varane lebih fokus mengkoordinasikan pertahanan. Jika Haaland bergerak lebih dinamis dengan melakukan drop, tugas marking bisa diambil oleh Mc Tominay agar Maguire tidak perlu meninggalkan pos pertahanan terlalu jauh hingga membuat organisasi pertahanan tidak seimbang.

Cara kedua, tentu dengan meminimalisasi suplai bola ke arah Haaland. Tanpa kehadiran Kevin de Bruyne dan kepergian Ilkay Gundogan membuat kreativitas Manchester City menurun drastis. Matheus Nunes, Julian Alvarez, Matteo Kovacic, dan Bernardo Silva ditugaskan untuk menciptakan peluang. Tapi, tercatat hanya Phil Foden yang paling sering menciptakan peluang (23 peluang) sementara tiga nama lainnya memiliki catatan penciptaan peluang yang sangat rendah (kurang dari 20).

Untuk meminimalisasi suplai bola ke arah Haaland, cara yang paling efektif adalah menekan. Tujuannya tidak harus merebut bola, cukup mengganggu kenyamanan. Untuk mengeksekusi rencana ini, Ten Hag membutuhkan pemain yang rajin melakukan pressing. Rasmus Hojlund, Mason Mount, Marcus Rashford di lini depan bisa menjadi opsi terbaik untuk mengganggu distribusi bola pada fase pertama build up Man. City.

Hukum dengan Transisi

Jika Ten Hag berhasil meredam serangan Manchester City, maka probabilitas Manchester United mencuri gol semakin tinggi. Meski tidak banyak menguasai bola, Man. United punya senjata andalan yang terbukti efektif, sekaligus antitesis natural dari gaya sepakbola posisional seperti Manchester City, yaitu transisi.

Sejak diasuh Erik ten Hag, Manchester United menjadi tim dengan serangan balik paling berbahaya di Liga Inggris. Musim lalu, mereka adalah tim dengan gol dari serangan balik terbanyak (9 gol). Musim ini, mereka baru menciptakan satu gol dari serangan balik.

Terlepas dari data tersebut, atribut yang dimiliki pemain-pemain United memang cocok untuk taktik serangan balik. Ten Hag memiliki banyak pemain yang unggul dalam kecepatan sebagai target serangan balik. Marcus Rashford, Antony, Garnacho sangat berbahaya pada situasi tersebut. Ia juga memiliki Casemiro yang kuat dalam bertahan sekaligus punya akurasi umpan panjang. Sangat cocok sebagai inisiator serangan balik.

Manchester City wajib memperhatikan ruang di belakang garis pertahanan jika tidak ingin Ederson memungut bola dari gawangnya. Garis pertahanan tinggi yang diterapkan Pep Guardiola sangat rentan pada area tersebut. Ada baiknya jika Kyle Walker tidak terlalu dibebankan tugas menyerang agar ia bisa menjadi salah satu rest defense (struktur pertahanan pada situasi menyerang yang bertugas mengantisipasi serangan balik). Kyle Walker yang unggul dalam kecepatan harapanya bisa jadi lawan sepadan para pelari Ten Hag.

Komentar