Drama Lionel Messi dan Sepakbola Indonesia

Nasional

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Drama Lionel Messi dan Sepakbola Indonesia

Layakkah kita menyebut Lionel Messi sebagai GOAT atau Greatest of All Time setelah ia mampu mengantarkan Argentina menjuarai Copa America dan Piala Dunia?

Mungkin sebagian kita menganggap layak - bahkan seandainya Messi masih nirtrofi bersama negaranya. Sebagaimana GOAT, kehadiran Messi dinantikan, tak terkecuali oleh kita, khalayak sepakbola Indonesia.

Apalagi La Pulga datang bersama Argentina, tim yang ia bela sejak belia dan justru berhasil ia tambahi badge bintang di logo federasinya tanda juara Piala Dunia ketika usianya sudah tua.

Messi di Argentina, sebagaimana banyak orang yang anggap, bukanlah Messi di Barcelona (klub yang merawatnya dari kecil hingga ia menjadi mega bintang sepakbola).

Di Barcelona, Messi bergelimang trofi dan penghargaan individu. Di Barcelona pula, ia bermain bersama gelandang-gelandang cerdas macam Xavi, Iniesta, dan Busquets - hal yang tak ia temui di Argentina tanpa bermaksud menjelekkan kualitas pemain Argentina yang bermain bersama Messi.

Tiap kali Copa America dan Piala Dunia digelar, La Pulga selalu punya beban yang mungkin lebih berat dari rekan-rekannya terutama setelah menembus final Piala Dunia 2014.

Itu bukan final pertama Messi untuk Argentina. Pada 2007, Messi berhasil membawa Argentina melaju ke final Copa America. Saat itu ia masih muda dan beban yang ia tanggung belum besar, dan mungkin ia sadar bahwa lama kelamaan beban besar itu harus ia tanggung juga.

Final Piala Dunia 2014 seakan menjadi pembuka tahun-tahun frustasi Messi bersama La Albiceleste. Setelah impian juara dunia dikubur Mario Gotze, Messi dan Argentina selalu gagal di dua final Copa America, yakni edisi 2015 dan 2016.

Maka, ketika pada 2016 Messi berencana pensiun dari timnas Argentina, banyak orang yang memafhumi bahwa itu merupakan sebentuk kekecewaan atau rasa frustasi Messi sebagai pesepakbola.

Di Piala Dunia 2018, toh Messi masih bermain untuk La Albiceleste meski akhirnya harus babak belur dihajar Prancis di fase 16 besar.

Di Copa America 2019 pun Messi masih mampu membawa Argentina menjadi peringkat ketiga. Tapi ada berkah lain di mana Lionel Scaloni dipertahankan karena hasil itu. Selanjutnya yang terjadi adalah sejarah.

Argentina juara Copa America 2021 dan Piala Dunia 2022 (plus turnamen Finalissima di mana Argentina sebagai juara Copa America berhasil mengalahkan juara Piala Eropa, Italia). Genap sudah yang dicari Messi selama ini. Dengan latar belakang itu, maka tidak mengherankan Messi (dan Argentina) mempunyai daya tarik yang sulit ditolak oleh siapa saja, termasuk kita, khalayak sepakbola Indonesia.

Mendatangkan Argentina ke Indonesia untuk laga FIFA Matchday bulan Juni adalah sebuah hal yang sangat mewah dan langsung menjadi pembicaraan.

Rumor kedatangan Argentina ini pertama kali disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali pada Maret 2023 silam. Meski akhirnya terealisasi dan terdengar hanya sebagai "barter" karena Argentina yang akhirnya ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah Indonesia dicoret FIFA, kedatangan La Albiceleste ke Indonesia tetaplah menarik.

Apalagi, Messi dipanggil Scaloni untuk FIFA Matchday bulan Juni melawan Australia (15/6/2023) di Beijing, China, serta melawan Indonesia (19/6/2023) di Stadion Gelora Bung Karno (GBK).

Tiket pertandingan Indonesia vs Argentina pun ludes dalam sekejap. Total 60.000 tiket yang penjualannya dibagi selama tiga hari tidak membutuhkan waktu lama untuk ludes.

Namun, belakangan muncul kabar dari jurnalis ESPN Argentina Leo Paradizo, bahwa Messi tidak akan datang ke Indonesia setelah Argentina bertanding melawan Australia. Tidak memungkiri hal ini memunculkan kekecewaan orang-orang yang telah membeli tiket. Kabar itu membuat cukup banyak orang - entah serius atau tidak - menjual kembali tiket yang sudah dibelinya.

Setelah juara Copa America dan Piala Dunia, Messi dan Argentina memang tidak bisa dilepaskan. Pertandingan tanggal 19 nanti seharusnya akan menjadi pertandingan pertama Messi di Indonesia di level yang kompetitif (FIFA Matchday A) - meski mungkin bagi Argentina, Indonesia bukanlah negara kuat dan tidak terlalu kompetitif. Seandainya Messi benar-benar tidak ikut ke Indonesia, tidak sedikit orang yang akan kecewa meski masih banyak pemain Piala Dunia 2022 yang dibawa.

Tapi Messi adalah Messi. Ia adalah pesepakbola fenomenal. Ia bisa dianggap tonggak dari arketipe pemain yang mempunyai skill dan peran tertentu, sehingga muncul epigon-epigon ‘the next Messi’. Di Indonesia, pemujaan terhadap Messi merambah ke dunia layar kaca. Netizen Indonesia akrab dengan candaan “Artinya Apa Bang Messi?” yang diambil dari salah satu potongan dialog tokoh pada sinetron Tendangan Si Madun Returns.

Scene itu menceritakan tim Madun bermain melawan Blaugrana. Tokoh yang memerankan Messi memberikan trofi penghargaan kepada kiper tim Madun sembari mengucapkan kalimat dalam bahasa Spanyol.

Dari situlah muncul kalimat pertanyaan ‘artinya apa Bang Messi?’ yang sekarang banyak dijadikan meme atau kalimat untuk menanyakan sesuatu.

Ernando Ari, Reza Arya, atau Syahrul Trisna sebenarnya mempunyai kesempatan untuk bertanya ‘artinya apa Bang Messi?’ langsung kepada Messi seandainya Messi tetap berada dalam rombongan Argentina dan diturunkan di laga melawan Indonesia.

Andalkan Lobi Erick Thohir?

Kabar tidak ikut sertanya Messi ke Indonesia tak pelak membuat banyak orang kecewa. Mungkinkah upaya lobi atau negosiasi akan dilakukan agar Messi tetap ikut dan bermain di Indonesia?

Salah satu ciri khas yang melekat pada Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI adalah kemampuannya melakukan lobi.

Pasca Tragedi Kanjuruhan, Erick-lah yang ditunjuk Presiden Jokowi untuk menemui Presiden FIFA Gianni Infantino. Ketika ramai penolakan timnas Israel di Piala Dunia U-20 dan akhirnya FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah, Erick menemui Infantino agar Indonesia terlepas dari sanksi.

Ketika Indonesia hanya mendapat sanksi administratif yakni tidak menerima dana FIFA Forward, publik menganggap itu merupakan kesuksesan Menteri BUMN itu agar sepakbola Indonesia tidak menerima sanksi paling buruk, yakni dibekukan seperti tahun 2015 silam.

Saat berhasil mendatangkan Argentina pun, Erick mengaku ia dibantu oleh mantan pemain Argentina yang pernah bermain untuk Inter, yakni Javier Zanetti.

"Kalau mau sedikit buka kartu, saya dibantu Javier Zanneti, eks kapten Inter, asal Argentina yang memungkinkan mereka (Timnas Argentina) mau bertanding di Stadion Utama GBK nanti," kata Erick.

Apakah Erick mampu menghadirkan Messi di GBK lewat lobi-lobinya?

Banyak komentar di akun media sosial Erick yang berkaitan tentang batalnya La Pulga ikut ke Indonesia. Menanggapi hal itu, Erick berkomentar bahwa yang dilawan Indonesia adalah Argentina bukan Messi all star.

"Saya sudah sampaikan sejak awal, kita ini kan pertandingan tim nasional Indonesia dan tim nasional Argentina. Kalau tim nasional Indonesia sama (melawan) Messi saja, berarti pertandingan tim nasional dan Messi All Star. Beda," ujarnya.

Namun, situasi seperti ini bukan hal asing bagi Erick. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Erick kerap melakukan lobi di tengah situasi yang belum menentu. Lobi Erick pada konflik penolakan Israel dibarengi dengan narasi bahwa Indonesia terhindar dari hukuman berat.

Apakah akrobat lobi atau negosiasi akan kembali dihadirkan oleh Erick agar Messi tetap ikut ke Indonesia?

Kadang sepakbola Indonesia menarik disimak bukan karena taktik di lapangan, melainkan karena drama-drama yang terjadi di luar lapangan.

Komentar