Tak Ada Casemiro, Camavinga Pun Jadi

Analisis

by redaksi

Tak Ada Casemiro, Camavinga Pun Jadi

Kepindahan Casemiro ke Manchester United menjadi akhir episode dari trio Casemiro, Luka Modric dan Toni Kroos. Keselarasan lini tengah Real Madrid yang sudah terjalin sejak enam tahun silam, lambat laun mulai tergantikan.

Trio gelandang Real Madrid tersebut begitu kesohor karena permainannya yang padu. Harmonisasi mereka semakin padu berkat penyempurnaan yang dilakukan oleh Zinedine Zidane. Casemiro sebagai gelandang nomor 6, Kroos nomor 8 dan Modric nomor 10. Peran Casemiro terbilang lebih “kotor” daripada peran gelandang lainnya karena ia yang bertugas untuk menjegal alur serangan lawan.

Peran gelandang nomor 6 bisa dibagi menjadi tiga jenis, pertama; deep lying playmaker atau dalam istilah Brasil disebut dengan meia-armador, yaitu gelandang yang akan turun lebih dalam untuk menjemput bola dan mengalirkan ke arah yang lebih tinggi daripada posisinya. Kedua; gelandang distributif, yakni gelandang yang mendistribusikan umpan-umpan progresif. Di Real Madrid, kala itu sosok gelandang distributif berada pada diri Xabi Alonso dan kini peran itu diemban oleh Toni Kroos. Ketiga; adalah peran yang diemban oleh Casemiro, yakni sebagai gelandang perusak. Casemiro mampu membaca permainan dengan baik, menghadang serangan lawan dari sektor tengah, dan memiliki kemampuan tekel ulung yang menjadi atribut penting sebagai gelandang perusak.

Sebagai pemotong serangan lawan di lini tengah, Casemiro juga berperan sebagai pengalir bola pertama setelah berhasil merebut bola. Kemampuan ini memberikan kenyamanan kepada Kroos dan Modric sehingga mereka bisa fokus untuk menyerang.


Gambar 1 - Statistik Casemiro Musim 2021/2022

Los Galacticos sebenarnya sudah mengantisipasi jika masa kejayaan trio tersebut habis. Terhitung dari umur para gelandang itu yang menginjak kepala tiga. Kroos 32 tahun, Modric 36 tahun dan Casemiro sendiri sudah berumur 30 tahun. Langkah antisipasi itu terlihat dari keputusan mereka mendatangkan Eduardo Camavinga dari Stade Rennais dan Aurelien Tchouameni dari AS Monaco.

Camavinga lebih ideal untuk menjadi pengganti peran Casemiro karena memiliki gaya bermain yang hampir sama. Camavinga menjadi perebut bola yang baik, persis seperti apa yang sering dilakukan oleh Casemiro. Gaya permainan seperti ini penting karena sebelum menguasai bola dan membangun serangan.

Merebut bola, menjaga kedalaman dan memotong alur serangan lawan adalah tugas yang yang diemban oleh Camavinga. Area kawalannya melingkupi seluruh area tengah dan sesekali membantu penyerangan, namun tetap tugas utama dari kedua pemain itu adalah memotong alur serangan lawan sejak melewati garis tengah lapangan.



Heatmap Casemiro bersama Real Madrid Musim 2021/2022

Sumber: Whoscored.com




Heatmap Camavinga bersama Stade Rennais muism 2019/2020

Sumver: Whoscored.com


Serupa Tapi Tak Sama

Casemiro dan Camavinga memiliki kesamaan sekaligus memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada pada mereka berada pada cara mereka menjaga kedalaman. Casemiro lebih statis dalam menjaga kedalaman lini tengah, sedangkan Camavinga akan cenderung dinamis dalam menjaga kedalamannya tidak hanya sekedar di tengah lapangan saja. Selain itu, Camavinga lebih stylish daripada Casemiro, dengan kemampuan penguasaan bolanya.

Peran mereka memang tidak terekspos seperti pemain penyerang yang mencetak gol. Tetapi perlu diingat, pemutus arah serangan lawan terdapat pada tugas seorang gelandang perusak, merebut bola lalu melakukan progresi passing hingga bisa terjadi sebuah gol.

Camavinga bisa menjadi penerus yang sepadan untuk gelandang perusak di Real Madrid, dengan potensi yang ia miliki. Casemiro pernah mengatakan kepada Camavinga, jika Camavinga ingin menjadi pemain nomor 6, maka Camavinga harus mengorbankan dirinya untuk membantu pemain lain dalam melakukan serangan. Mengorbankan diri disini memiliki arti, mencuri bola dan menutup celah di lini bertahan.

Era Baru Gelandang Real Madrid

Selain Camavinga, Real Madrid juga mendatangkan Aurelien Tchuimeni. Musim 2022/2023 menjadi awal perjalanan Tchouameni di Madrid. Peran Tchouameni sedikit berbeda dengan Camavinga - jika Camavinga lebih sebagai gelandang perusak maka Tchouameni adalah meia-armador.

Ia akan turun lebih dalam untuk menjemput bola di antara kedua bek tengah. Hal ini sebagai inisiasi progresi serangan dari lini bertahan. Dalam pertandingan Real Madrid melawan Celta Vigo pada 21 Agustus 2022, Tchouameni berdampingan menjaga lini tengah bersama Camavinga. Secara idealnya dalam formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1, gelandang perusak akan bermain berdampingan dengan deep lying playmaker.

Selain Tchouameni dan Camavinga, Real Madrid juga memiliki Federico Valverde. Pemain asal Uruguay ini mampu bermain di beberapa posisi di area tengah (CM, DM, AM) bahkan kini di era Ancelotti ia kerap bermain di lebar lapangan. Pemain berkebangsaan Uruguay ini memiliki utilitas yang banyak, yang akhirnya bisa ditempatkan di segala posisi sesuai kebutuhan pelatih.

Penugasannya di lebar lapangan adalah untuk menguasai bola dengan dominan di lebar lapangan. Kemampuan mengalirkan bola yang baik juga membuat Valverde mampu menusuk hingga sepertiga lapangan dan bisa mengambil keputusan untuk memberikan umpan ke kotak penalti atau melakukan tendangan langsung ke gawang dan membuka ruang wingback untuk overlap.

Ancelotti pernah bereksperimen ekstrim dengan memasangkan Valverde sebagai bek sayap untuk menggantikan posisi Dani Carvajal, saat itu pertandingan leg kedua Liga Champions melawan Liverpool 15/04/21.

Saat berposisi sebagai bek kanan, ia mampu mencatatkan 94 sentuhan, 8 kali intersepsi (terbanyak), 5 kali tekel dan 7 kali memenangkan duel. Dari kemampuannya di segala posisi membuat Valverde memiliki tempat di skema Ancelotti. Valverde memainkan 32 pertandingan di musim 2021/2022 kemarin.


Camavinga, Tchouameni dan Valverde bisa menjadi trio masa depan gelandang Real Madrid. Dengan potensi yang mereka miliki, sangat mungkin untuk bisa menyamai kualitas dari trio Casemiro, Kroos dan Modric.

Komentar