Nyanyian Rakyat Sepakbola

Backpass

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Nyanyian Rakyat Sepakbola

Kalian tidak harus tahu siapa itu The White Stripes dan lagu terkenalnya yang berjudul Seven Nation Army. Semuanya bisa dijelaskan ketika tujuh nada pembuka lagu ini dimainkan: Da... da-DA-da da DAAH DAAH.

“Simpel, menarik, dan agresif, sehingga [lagu] itu sempurna untuk menjadi sport anthem,” kata Alan Siegel di Deadspin, menjelaskan bagaimana Seven Nation Army bisa menjadi “chant sejuta umat”.

Dunia ini memiliki banyak bahasa. Musik adalah unsur komunikasi yang alami. Manusia mungkin belajar bernyanyi lebih dulu sebelum belajar berbicara. Mereka yang berkumpul di stadion dan menyelaraskan chant bersama adalah mereka yang terhubung dengan orang-orang di sekitar. Mereka berpartisipasi dalam human core experience bersama-sama.

Hal yang membuat Seven Nation Army begitu mudah dipahami dan diikuti bukan liriknya, melainkan suara riff gitar yang berulang dan menghipnotis. Sekali mendengar, orang-orang bisa menirukannya; orang mabuk sekalipun.

Lagu ini dikenal karena riff-nya yang konsisten, mudah dikenali, dan mudah ditiru. Meski kedengarannya seperti suara bas (instrumen yang belum pernah digunakan The White Stripes sebelumnya), suara tersebut sebenarnya diciptakan dari gitar vintage semi-akustik 1950s Kay Hollowbody milik salah satu dari dua personel mereka, Jack White. Melalui pedal DigiTech Whammy dengan turun satu oktaf, suara ini terdengar seperti bas.

Seven Nation Army dirilis sebagai single pada 7 Maret 2003. Namun lagu ini baru masuk ke sepakbola (dan olahraga secara umum) pada 22 Oktober 2003.

Bagaimana Seven Nation Army Bisa Terkenal di Sepakbola?

Sebelum sebuah pertandingan matchday ketiga fase Grup H Liga Champions UEFA di Milan, para penonton Club Brugge berkumpul di bar untuk menikmati bir. Saat itu lagu Seven Nation Army sudah lama turun dari posisi puncak Billboard untuk alternative rock, tapi masih sering diputarkan di radio.

Blue Army—kelompok suporter Club Brugge—langsung jatuh cinta ketika mendengar lagu itu diputarkan di bar. Murni secara spontan, mereka mulai menyanyikan nada Seven Nation Army bersama-sama, membawa chant tersebut ke jalanan dan pada akhirnya ke stadion.

Di tribune San Siro, nyanyian ini memuncak ketika penyerang Brugge asal Peru, Andrés Mendoza, membobol gawang AC Milan di menit ke-33. “Oh...oh-OH-oh oh OHH OHH.” Brugge menang mengejutkan 1-0.

Merasa lagu itu begitu catchy, Blue Army membawa tradisi menyanyikan Seven Nation Army ke liga mereka di Belgia. Bahkan petugas stadion kemudian sampai menyetel Seven Nation Army di speaker stadion setiap terjadi gol.

Lalu pada 15 Februari 2006, ketika Brugge menjamu AS Roma di pertandingan Piala UEFA, lagu ini mulai nyangkut di telinga para suporter Roma. Pada laga itu Roma menang 2-1. Namun bukan tiga poin saja yang mereka bawa dari Bruges, melainkan chant Seven Nation Army juga.

“Aku belum pernah mendengar lagu itu sebelum menginjakkan kaki di lapangan di Bruges,” kata Kapten Roma saat itu, Francesco Totti, dikutip dari Nieuwsblad.

“Sejak itu, aku tak bisa mengeluarkan nada ‘Po...po-PO-po po POO POO’ dari kepalaku. Itu terdengar fantastis dan para penonton juga langsung jatuh cinta. Aku langsung keluar dan membeli salah satu album terbaik dari band [The White Stripes],” kata Totti.

Orang-orang Italia menyebut chant tersebut dengan lagu “po po po po” dan menjadikannya unofficial theme untuk Tim Nasional Italia pada Piala Dunia 2006.

Mendengarnya, Jack White merasa bahagia. “Aku merasa terhormat bahwa orang Italia telah mengadopsi lagu ini sebagai lagu mereka. Tidak ada yang lebih indah dalam musik daripada ketika orang memeluk melodi dan membiarkannya masuk ke jajaran musik rakyat (folk music),” katanya kepada NME.

Bukan hanya di Belgia dan Italia, chant Seven Nation Army kemudian tersebar ke berbagai negara, diadopsi menjadi nyanyian banyak kesebelasan dengan memasukkan lirik mereka sendiri seperti “We’re the red and white army” yang dinyanyikan fans Sheffield United menggunakan nada Seven Nation Army.

Beberapa nama pemain seperti Andrea Pirlo dan Maxi Moralez juga dimasukkan ke dalam lirik untuk menggantikan “oh” di chant Seven Nation Army.

Selanjutnya Seven Nation Army terus dimainkan di Piala Eropa 2008, 2012, dan 2016. Piala Dunia 2018 juga mengadopsi lagu ini menjadi lagu pembuka mereka setiap sebelum pertandingan.

Popularitas lagu ini berikutnya ikut meramaikan olahraga lain seperti di NFL (American football), NBA (basket), NHL (hoki es), dan Formula One (balap mobil), serta bidang lain seperti kampanye politik. Namun semuanya memang diawali dari sepakbola.

“Sebagai penulis lagu, itu adalah satu dari banyak hal yang aku paling bangga. Setiap waktu, ini akan terus terjadi di arena olahraga tentu saja, terutama sepakbola,” kata White pada sebuah interviu dengan Detroit Free Press.

“Yang paling menggetarkanku adalah orang-orang melantunkan melodi yang memisahkannya dari nyanyian biasa seperti Thank God I`m a Country Boy, We Will Rock You, dan lagu populer lainnya di mana sekelompok orang cenderung bertepuk tangan atau menyanyikan kata-kata, bukan hanya nada.”

Manajer The White Stripes, Ian Montone, juga mengamininya: “Jack [White] setuju bahwa sisi olahraga dari lagu rakyat ini berasal dari sepakbola—Club Brugge dan kemudian AS Roma—dan kemudian tumbuh dan diadopsi oleh semua olahraga dan lebih dari itu.”

Dua Bahasa Persatuan: Musik dan Sepakbola

Setiap musik rock setidaknya memiliki tiga “bahan baku”: gitar, drum, dan vokal. Bagi The White Stripes yang hanya beranggotakan dua orang, ini tidak membatasi kreativitas mereka. Jack White memainkan gitar dan vokal, sementara Meg White memainkan drum. Musik-musik mereka umumnya kreatif dan minimalis. Setiap tampil live, selalu saja ada yang bisa diimprovisasi.

Salah satu karya terbaik mereka tentu adalah Seven Nation Army dari album keempat mereka, Elephant. Saat ini lebih banyak orang yang tahu bunyi lagu tersebut alih-alih siapa penyanyinya, apalagi liriknya.

Seven Nation Army telah menjadi song of the people alias nyanyian rakyat yang melampaui batas negara dan bahasa. Beberapa musik bisa menghubungkan banyak kelompok orang di satu tempat seperti We Will Rock You karya Queen. Namun Seven Nation Army dianggap sebagai yang terbaik sekarang.

Dinyanyinyakannya Seven Nation Army di stadion-stadion menunjukkan jika bahasa yang mengotak-ngotakkan dunia ternyata bisa disatukan dengan dua bahasa universal, yaitu musik (meminjam bunyi riff) dan sepakbola. Sempurna.


Simak opini dan komentar Rochy Putiray terkait para pengurus PSSI yang ditangkap oleh Satgas Anti-Mafia Bola di video di bawah ini:



Komentar