The Three Lions Mengaum Lewat Skema Tiga Bek

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

The Three Lions Mengaum Lewat Skema Tiga Bek

Timnas Inggris tampil impresif di Piala Dunia 2018. Saat artikel ini ditulis, mereka berhasil melangkah ke babak semifinal. Menjadi sebuah prestasi karena terakhir kali Inggris tampil di semifinal Piala Dunia adalah pada 1990.

Gareth Soutghate patut mendapatkan apresiasi lebih. Sang manajer Inggris tersebut berhasil menyulap skuat Inggris yang sebenarnya tidak spesial menjadi salah satu kekuatan besar di Piala Dunia 2018. Dikatakan tidak spesial karena Inggris pernah punya generasi emas saat Frank Lampard, Steven Gerrard, Paul Scholes, David Beckham, Rio Ferdinand, Wayne Rooney, bermain bersamaan, yang ternyata gagal meraih trofi.

Inggris tampil percaya diri lewat skema 3-5-2 yang mereka terapkan sejak fase grup. Sebuah keniscayaan karena Inggris sebelumnya lekat dengan pola dasar 4-3-3 atau 4-2-3-1. Southgate punya peranan besar dalam memaksimalkan talenta yang ada lewat skema tiga bek tersebut.

Bantuan dari Steve Holland

Southgate menjadi kepala pelatih timnas Inggris menggantikan Sam Allardyce yang terlibat skandal. Allardyce saat itu baru menangani tim selama 67 hari dan menjalani satu pertandingan, menang melawan Slovakia (1-0). Soutgate, sementara itu, sebelumnya menukangi timnas Inggris U-21.

Tak banyak perubahan di awal kepemimpinan Southgate. Mantan bek timnas Inggris tersebut tetap memainkan pola 4-2-3-1 dan 4-3-3 di beberapa laga. Hasilnya Inggris meraih dua kemenangan dan satu imbang di babak kualifikasi. Poin plusnya Inggris tak sekalipun kebobolan pada tiga laga perdana Southgate.

Barulah pada laga melawan Jerman di laga persahabatan, di laga keempatnya, Southgate bereksperimen dengan skema tiga bek. Formasi dasar yang diturunkan adalah 3-4-2-1 atau 3-4-3. Inggris kalah 1-0.

Kekalahan tersebut membuat Inggris kembali ke pola dasar 4-3-3 saat melawan Lithuania dan 4-2-3-1 saat melawan Skotlandia. Hasilnya Lithuania dikalahkan dan ditahan imbang Skotlandia. Inggris yang diunggulkan nyaris kalah dari Skotlandia sebelum akhirnya Kane mencetak gol penyama kedudukan di menit injury time. Southgate sendiri melihat ada sejumlah kekurangan pada permainan anak asuhnya meski puas dengan hasil akhir.

“Tujuan kami bisa lolos [ke Piala Dunia]. Kami sedang ada di puncak, jadi nasib ada di tangan kami sendiri. Kami punya beberapa laga kandang, tapi itu semua bukan hanya tentang lolos, tapi juga tentang peningkatan dan perkembangan sebagai tim. Di beberapa area sudah terlihat hari ini, di beberapa area lain belum. Tapi secara mentalitas sudah sangat bagus,” kata Southgate seperti yang dikutip Sky Sports.

Tak lama setelah laga itu, Southgate meminta salah satu asisten pelatihnya, Steve Holland, untuk fokus pada timnas Inggris. Sebelumnya Holland menjadi asisten pelatih Southgate di timnas Inggris U-21 dan masih sempat melatih di sana meski tetap ikut ke senior bersama Southgate. Selain itu Holland juga merupakan asisten pelatih di Chelsea sejak 2011. Baru akhir musim 2016/2017 ia memutuskan untuk melepas jabatannya di Chelsea.

Holland bekerja penuh dengan timnas Inggris dengan rekam jejak dua kali membawa Chelsea juara Liga Primer Inggris, dan masing-masing sekali Piala FA, Piala Liga, Liga Champions dan Liga Europa. Ini artinya ia sempat menjadi tangan kanan manajer-manajer top dimulai dari Andre Villas-Boas, Roberto Di Matteo, Rafael Benitez, Jose Mourinho hingga Antonio Conte.

Di musim terakhirnya bersama Chelsea, Holland juara Liga Primer Inggris bersama Conte. Chelsea berhasil juara saat itu dengan pola dasar 3-4-3. Inilah yang kemudian menjadi pengalaman berharga untuk Holland yang kemudian diterapkan di timnas Inggris saat ini.

Steve Holland (kanan) saat masih menjadi asisten manajer di Chelsea

Southgate sendiri cukup penasaran dengan skema tiga bek. Di uji tanding melawan Perancis, ia kembali memainkan skema tiga bek. Inggris kalah 2-3. Walau begitu terlihat ada peningkatan dari segi penyerangan. Salah satunya gol Kane memanfaatkan umpan silang Ryan Bertrand.

Selagi skema tiga bek dimatangkan bersama Holland, pola empat bek masih digunakan Southgate pada laga-laga kualifikasi. Inggris masih tak terkalahkan. Sampai akhirnya pada laga terakhir kualifikasi melawan Lithuania skema tiga bek untuk pertama kalinya dicoba pada laga kualifikasi. Inggris menang 1-0. Kieran Trippier di wing-back kanan tampil memuaskan. Harry Maguire juga tampil solid. Sejak saat itulah Southgate memutuskan untuk terus menggunakan skema tiga bek.

“Kami perlu memainkan formasi yang konsisten, sejumlah konsistensi yang kami minta dari para pemain untuk melakukannya. Kami harus fokus pada sistem dan sangat berusaha menyempurnakannya, meningkatkannya dan bisa jadi kami harus meninggalkan beberapa pemain bagus. Akan sangat membantu jika kami memantapkan dua sistem, tapi buat saya, kedua sistem tersebut akan berupa skema tiga bek,” ujar mantan pemain Middlesbrough tersebut sebelum Piala Dunia 2018 digelar.

Enam laga digelar untuk persiapan menghadapi Piala Dunia 2018. Pada semua laga tersebut Inggris terus menggunakan skema tiga bek. Hasilnya cukup positif. Inggris tak dikalahkan Jerman, Brasil, Italia dan Belanda, bahkan nama terakhir dikalahkan. Nigeria dan Kosta Rika pun tak kuasa membendung skema tiga bek Inggris.

Dari hasil serangkaian uji tanding tersebut, diumumkan lah skuat final Inggris ke Piala Dunia 2018. Ia memanggil banyak pemain berposisi bek sayap. Sebut saja Trippier, Kyle Walker, Danny Rose, Ashley Young, Trent Alexander-Arnold, bahkan Fabian Delph yang juga mulai sering bermain sebagai bek kiri di Manchester City.

Memanggil pemain yang terbiasa bermain dengan skema tiga bek

Southgate ingin anak asuhnya mendominasi permainan lewat skema tiga bek. Membangun serangan sejak dari kiper adalah sebuah kewajiban. Karenanya ia memilih Stones dan Walker di pos bek tengah. Maguire melengkapi trio bek karena kemampuannya dalam duel udara. Sementara itu, Chris Smalling yang dianggap kurang bisa membangun serangan tidak dibawa ke Rusia.

Keputusan Walker dipilih sebagai bek tengah sebelah kanan tak lepas dari Manchester City yang juga kerap bermain dengan skema tiga bek bersama Pep Guardiola. Selain itu Southgate berharap adaptasi skema tiga bek Inggris tidak akan terlalu lama karena Walker dan Stones merupakan rekan satu tim. Southgate coba mereplika Walker sebagai Cesar Azpilicueta-nya Inggris. Walker, seperti Azpilicueta, dengan latar belakang sebagai full-back diharapkan bisa menguasai area tengah dan kanan pertahanan seperti halnya mereka bermain seperti full-back.

Untuk pos wing-back, pemanggilan Danny Rose yang sepanjang musim ini bergelut dengan cedera mendapatkan kritikan. Tapi pemanggilan Rose pun tak lepas dari kemantapannya bermain dalam skema tiga bek yang sering diterapkan Mauricio Pochettino di Tottenham Hotspur. Begitu juga dengan Trippier, dari Spurs juga, yang kemudian menjadi pilihan utama di wing-back kanan dan menggeser Walker ke bek tengah.

Untuk lini tengah sebenarnya tidak terlalu berubah. Tiga pemain tengah dalam 3-5-2 cara bermainnya akan tetap seperti tiga gelandang pada skema dasar 4-3-3. Jordan Henderson dan Dier sudah terbiasa bermain di depan duet bek tengah. Lewat pola bertahan menjadi 5-3-2, Southgate tak khawatir untuk memainkan gelandang serang macam Jesse Lingard dan Dele Alli.

Southgate sebenarnya punya sedikit opsi di posisi no.8 untuk menemani Henderson di tengah karena Alex Oxlade-Chamberlain cedera. Karenanya ia sempat mencoba Jake Livermore, Adam Lallana, Lewis Cook, dan Jack Wilshere. Tapi Ruben Loftus-Cheek-lah yang terpilih.

Keuntungan skema Inggris di Piala Dunia 2018

Di Piala Dunia 2018 ini, gol banyak terjadi lewat sepak pojok. Inggris salah satu kesebelasan yang memanfaatkan tersebut. Dari total 11 gol yang dicetak Inggris untuk sampai ke babak semifinal, lima di antaranya berasal dari bola mati. Tiga lainnya dari tendangan penalti.

Sepak pojok sendiri banyak terjadi di Piala Dunia 2018 ini karena banyak kesebelasan yang bermain defensif dan mengandalkan serangan balik. Skema tersebut membuat para pemain akan bertumpuk di tengah sehingga kesempatan untuk bola terblok semakin besar.

Inggris tergabung bersama Tunisia, Panama dan Belgia. Di fase gugur menghadapi Kolombia dan Swedia. Hanya Belgia yang bermain terbuka. Sisanya bermain rapat di pertahanan sambil berharap mencetak gol melalui serangan balik.

Tapi skema Inggris tersebut justru sangat menguntungkan saat melawan kesebelasan yang bermain defensif. Saat menyerang, Inggris akan menaikkan wing-back untuk sejajar dengan gelandang serang bahkan penyerang. Polanya kerap berbentuk 3-2-5 atau 3-3-4 dengan Trippier dan Young sejajar penyerang.

Melawan Swedia bukti nyata keberhasilan skema ini. Sebelum gol kedua Inggris yang dicetak Dele Alli, Inggris menyerang lewat Young di sisi kiri. Disadari atau tidak oleh Swedia, di sisi kanan Trippier berdiri bebas. Begitu arah serangan diubah ke kanan, pergeseran pemain Swedia terlambat sehingga ruang kosong tercipta untuk Trippier (1v1 di kanan) dan Lingard yang leluasa mengirimkan bola untuk Alli. Kecerdikan Alli mendekati kotak penalti juga menjadi poin penting dalam gol ini, memanfaatkan kordinasi penjagaan pemain Swedia terfokus pada Sterling dan Kane.

Momen ketika Inggris menembus pertahanan Swedia yang bermain rapat di lini pertahan

Dalam situasi di atas bahkan terlihat bahwa hampir semua pemain lapangan Inggris berada di wilayah pertahanan Swedia. Henderson yang mendekati kotak penalti membuat Alli tidak sendirian menghadapi lini tengah Swedia, di mana kemudian bisa memindahkan bola ke kanan (walau Lingard sempat memutuskan melakukan tembakan, yang untungnya memantul pada Trippier, Henderson menjadi perebut bola ketika Kane kehilangan bola dan umpan silang Young disapu pemain Swedia).

***

Ada kemiripan cara membangun serangan dalam skema empat bek pada 4-3-3 dan skema tiga bek pada 3-5-2 atau 3-4-3. Saat bola dari penjaga gawang, pada 4-3-3, bek tengah akan melebar sementara gelandang bertahan akan berada di depan kotak penalti, sedangkan full-back lebih naik sejajar dengan gelandang.

Dalam tiga bek, peran gelandang bertahan saat bola dari kiper diambil alih oleh bek tengah (di Inggris Stones) sementara wing-back tetap pada tempatnya lebih naik dan sejajar dengan gelandang. Yang membedakan adalah cara mengolah bola setelah build-up mampu melewati lapangan tengah (middle third).

Pada intinya, Southgate melihat skema tiga bek ini untuk menyempurnakan possession football yang ingin ia maksimalkan di Inggris. Bantuan dari Holland yang merupakan mantan asisten pelatih Chelsea membuat tugas Southgate menjadi lebih mudah dalam mengimplementasikannya pada pemain.

Inggris sekarang akhirnya menjadi kesebelasan yang tampil cukup meyakinkan. Kiper dan trio bek pembagi bola sebagai pengawal serangan, pergerakan dan kemampuan wing-back jadi senjata alternatif, kombinasi lini tengah menjadi fondasi menyerang, sedangkan duet penyerang bermain free role mengikuti arah serangan yang hendak dibuat. Skema bola mati pun lantas menjadi pelengkap skema Inggris di Piala Dunia 2018 ini.

Southgate saat ini sudah memimpin 18 pertandingan timnas Inggris. Di tangannya, Inggris baru kalah dua kali. Perlu diketahui juga jika kekalahan dari Belgia di fase grup terjadi saat ia memainkan para pemain pelapis. Ini menunjukkan Inggris bersama Southgate tak bisa dianggap sebelah mata dan memang luar biasa. The Three Lions mengaum lewat skema tiga bek.

foto: asianage.com

Komentar