Kisah Ponsel yang Mengiringi Kesuksesan Zulham Zamrun

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kisah Ponsel yang Mengiringi Kesuksesan Zulham Zamrun

Oleh: Gagah Nurjanuar Putra*

Piala Presiden 2015 menjadi salah satu momen terbaik dalam karier Zulham Zamrun. Selain meraih gelar pribadi sebagai pemain terbaik dan pencetak gol terbanyak, Zulham pun berperan penting dalam keberhasilan Persib Bandung meraih gelar juara.

Salah satu kontribusi besar Zulham adalah mencetak gol kemenangan Persib atas Pusamania Borneo FC di leg kedua babak perempat final. Ia memaksimalkan umpan Firman Utina dengan menyundul bola membelakangi gawang. Gol pamungkas itulah yang membawa Persib Bandung ke semifinal.

Gol Zulham pun menjadi mimpi buruk bagi Pelatih PBFC, Iwan Setiawan, yang sebelumnya melancarkan kritik pedas bagi Persib dan Djadjang Nurdjaman. Perayaan gol Zulham pun dikemas secara khusus: ia melakukannya di hadapan Iwan sembari bergaya ala Cristiano Ronaldo.

Berawal dari Telepon Genggam

Jika ada orang yang bisa mengubah pahitnya hidup menjadi manis, orang itu bernama lengkap Zulham Malik Zamrun. Oh, kenapa tidak? Ia memang pantas mendapat gelar pemain terbaik dan dianugerahi sepatu emas. Gelar juara Persib Bandung di Piala Presiden 2015 menjadi lengkap karenanya. Padahal jalannya menuju itu tidak semulus yang orang kira.

Suatu hari di di dinginnya udara Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, saya menyaksikan laga uji coba Persib melawan Bareti FC. Pertandingan persahabatan pada Jumat (28/8) silam sekaligusmenutup laga uji coba Persib sebelum melakoni Piala Presiden.

Pada kesempatan itu, sorotan banyak orang adalah Vladimir Vujovic. Bek kelahiran Montenegro tersebut baru saja bergabung kembali dengan skuat Maung Bandung. Pembubaran klub beberapa waktu sebelumnya memaksa ia pulang kampung.

Bagi saya, kembalinya batu karang dari Balkan memang cukup menarik perhatian. Vlado—sapaan akrab Vladimir—akan segera menutup bolongnya lini pertahanan Persib. Namun, ada yang lebih mencuri perhatian saya pagi itu.

Saat pertandingan berlangsung, dari belakang bangku cadangan saya bisa melihat Taufiq, Jajang Sukmara, Agung Pribadi dan barisan ofisial saling bercanda. Zulham duduk tepat di samping Taufiq. Saya tidak melihatnya sedang ikut bersenda gurau. Ia terlalu sibuk bersama ponselnya. Seolah-olah ponsel itu adalah kekasihnya yang tidak bisa ia tinggalkan barang sejenak.

Babak pertama melawan Bareti usai, skor sementara 3-0 untuk keunggulan Persib. Ilija Spasojevic menyumbang dua gol dan Firman Utina mencetak satu saja. Semua terlihat senang dengan hasil paruh waktu, tapi tidak demikian dengan Zulham. Tidak ada tanda-tanda senyum tulus di wajahnya. Hanya ada senyum terpaksa yang begitu kecut; tidak enak dipandang.

Zulham sempat turun untuk pemanasan, tapi ia kembali pada ponselnya. Kali ini ia menelepon atau menerima telpon dan membicarakan sesuatu yang tidak bisa saya curi dengar. Padahal saya benar-benar ingin tahu isi obrolannya, tapi jaraknya begitu jauh. Ia kemudian duduk lagi di bangku cadangan sebelum peluit babak kedua benar-benar dibunyikan.

Saya tidak tahu kenapa ia menyimpan ponselnya tergeletak di antara kedua kakinya kemudian. Ia memaksa ponselnya itu untuk terus berada di dekatnya. Posesif sekali ia pagi itu sampai ia harus memeriksanya berkali-kali.

Peluit babak kedua dibunyikan, tapi Zulham masih sibuk dengan ponselnya. Ia baru turun di pertengahan babak kedua. Pada kesempatan itu ia mengeksekusi pinalti dan mengonversinya menjadi sebuah gol. Sayang, tidak ada selebrasi ala CR7 di sana. Ia terlalu enggan menunjukan kesenangannya.

Belakangan saya tahu, ternyata ia sedang menunggu sesuatu yang begitu penting. Ia jelas sedang menunggu kepastian yang membuat resah. Ia menunggu kabar yang memastikannya bisa bermain bersama Persib di Piala Presiden.

Ksatria tak Bertuan

Mulanya begini, selepas liga profesional dihentikan Persipura Jayapura terpaksa membubarkan diri. Tidak heran kalau kontrak pemain juga ikut diputus. Zulham kala itu menjadi ksatria tak bertuan. Ia tak tahu siapa yang mesti ia bela.

Terkatung-katung tanpa kepastian, pemain kelahiran Ternate ini merantau mencari suaka. Terbanglah ia ke barat, menginjakan kaki di tatar Sunda. Agaknya Tuhan tahu apa yang mesti diperbuat. Ia jadikan Persib pelabuhan berikutnya.

Zulham menanggalkan merah-hitam kausnya. Ia berkaus biru sekarang. Sayang, hanya berkaus biru tidak serta merta membuatnya benar-benar biru. Setelah beberapa lama bermain bersama Persib, klub lamanya mengklaim masih mengikat kontrak dengannya. Padahal mereka jelas sudah bubar. Sebuah kebingungan bagi siapa pun.

Sekali lagi, Zulham harus terkatung-katung. Statusnya di skuat Maung Bandung menjadi tidak jelas. Umuh Muchtar, Manajer Persib, juga ikut kebingungan.

“Mungkin statusnya nanti menjadi pemain pinjaman,” kata Umuh akhirnya mengira-ngira. Saya rasa tidak ada yang bisa ia lakukan selain meminjam Zulham. Itu sudah pilihan terbaik.

Strategi meminjam Zulham ternyata juga tidak berjalan mulus. Rupanya pihak penyelenggara ingin surat rekomendasi. Pemain pinjaman harus menyertakan surat rekomendasi dari klub asalnya untuk berlaga di Piala Presiden. Zulham untuk ketiga kalinya bakal terkatung-katung.

Manajemen Persib lantas mengupayakan supaya Zulham bisa ikut main. Mereka meminta Persipura untuk memberikan rekomendasi. Pemandangan Zulham dengan ponselnya itu adalah bagian dari negosiasi. Sampai akhirnya, Persipura enggan memberikan rekomendasi dengan dalih membebaskan saja mantan anak asuhnya pergi ke manapun.

Usut punya usut, pihak penyelenggara akhirnya mengizinkan pemain pinjaman tanpa surat rekomendasi. Itu hanya bertahan sebentar sampai akhirnya penyelenggara menyatakan butuh surat rekomendasi lagi. Simpang siur birokrasi ini begitu menggelikan. Namun, saya percaya kalau Zulham akan berhasil main di Piala Presiden.

Memang itulah yang terjadi. Zulham berhasil main di Piala Presiden tanpa perlu surat rekomendasi. Sisa ceritanya, orang-orang bisa melihat ia menerima gelar pemain terbaik dan pencetak gol terbanyak. Tiga kali terkatung-katung tidak membuatnya menyerah. Ia membuktikan kalau dirinya begitu berharga. Kerja keras berbuah manis itulah juara sebenarnya. Persib dan bobotoh harus berterima kasih kepada juru selamat dari Ternate.

Foto: Randy Aprialdi/Panditfootball.

Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Tergabung dalam pers mahasiswa dJATINANGOR. Akun twitter: @NJPgagaw.

Komentar