Catatan Kecil dari Tangerang: Kaki-kaki yang Rusak, Mimpi-mimpi yang Indah

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Catatan Kecil dari Tangerang: Kaki-kaki yang Rusak, Mimpi-mimpi yang Indah

Halaman kedua

Padahal saat itu Egi sudah di ambang pintu memulai hidup sebagai pesepakbola profesional. Pada musim 2011/2012, ia sudah menjadi bagian skuat senior Persita yang dihuni pemain-pemain seperti Mukti Ali Raja, Tema Mursadat, Dominggus Fakdawer, Maman, Junaidi, Rizky Pora, serta pemain-pemain asing seperti Luis Edmundo Duran, Kang Hyun-kim dan Christian Carrasco. Tapi pada pertengahan musim, dengan usianya yang masih 20 tahun, Egi (bersama Sirvi Arvani) masih bisa membela Persita U21. Saat itulah ia mendapatkan cedera patah kaki.

"Waktu itu saya dikontrak Persita senior. Habis putaran pertama libur kompetisi, saya diperbantukan ke Persita U21, tiga orang bersama Ferdiansyah dan Sirvi Arvani, karena umur masih di bawah U21. Nasib berkata lain, pas lawan Pelita kaki saya benturan dengan Irsyad Maulana," kenang Egi.

Egi Hermawan (18) saat membela Persita U21

Andai tak cedera, kita mungkin mengenal Egi lain selain Egi Melgiansyah yang juga sama-sama dari Tangerang. Apalagi sebelum cedera itu, Egi yang bisa ditempatkan sebagai gelandang maupun penyerang ini sempat terpilih mengikuti pelatnas timnas U23 yang dilatih Rahmad Darmawan. Saat itu pria kelahiran 29 September 1992 ini membela Tangerang Wolves di Liga Prima Indonesia (IPL).

Tapi setelah cedera, Egi akhirnya menyerah sebagai pemain. Ia kemudian langsung banting stir menjadi pelatih. Meski tanpa lisensi, ia sempat melatih beberapa tim sampai akhirnya saat ini menjadi asisten pelatih untuk Porprov Kab. Tangerang. Dengan lisensi yang ia punya sekarang, Egi berharap bisa mulai menjajaki tangga kepelatihan hingga akhirnya menjadi pelatih top.

Lain Egi, lain Harold Dean Bartlett. Pria keturunan Amerika Serikat yang juga ikut kursus kepelatihan lisensi D kemarin mungkin bukan pemain pro layaknya Dyangga atau Egi. Tapi pemuda berusia 19 tahun ini pun berencana banting stir menjadi pelatih karena saat kuliah di Amerika Serikat, tepatnya di Shoreline Community College, Seattle, ia menderita cedera sobek otot betis (soleus) saat masih jadi pemain. Tak hanya itu, sempat bermain satu pertandingan, ia kembali menderita cedera kepala.

"Otot `soleus` robek, gak sembuh total, dipaksa main (kiper). Terus concussion (kepala mendapatkan benturan) saat pertandingan pramusim melawan Peninsula College. Trauma cedera lumayan lama," kata Dean.

Dean saat membela timnya di Amerika Serikat

Tapi sama seperti Dyangga dan Egi, cedera tak membuat Dean menyerah di sepakbola. Meski masih muda, ia bercita-cita menjadi pelatih hebat di masa depan. Bahkan pemuda yang lama tinggal di Indonesia ini bercita-cita memajukan sepakbola Indonesia dengan berencana membangun Sekolah Sepak Bola.

"Saya sudah main di Indonesia dan di Amerika. Sempat punya pelatih Amerika dan Indonesia. Saya ingin belajar tentang `cara` coaching dan concept sepakbola di Indonesia. Nanti saya ikut juga di Amerika dan saya akan ambil poin-poin yang bagus," tutur Dean. "Suatu hari saya ingin jadi pelatih full time. Kapan? Saya tidak tahu. Tapi cita cita saya untuk masa depan adalah untuk mempunyai SSB sendiri atau berlatih di level yang tinggi."

***

Dari cerita rekan-rekan saat kursus kepelatihan lisensi D kemarin, saya akhirnya memahami tangisan Mukhlis atau pun Pak RT (panggilan kami terhadap pak Saniman). Pada dasarnya, kami semua punya harapan yang besar pada sepakbola Indonesia, dan kami semua punya momen-momen yang kurang mengenakkan di sepakbola. Tapi kami merasa beruntung bisa mendapatkan ilmu dan rekan-rekan yang memiliki cerita luar biasa dari enam hari yang sangat berharga ini.

Baca juga: Cara dan Tahapan Mendapatkan Lisensi Pelatih Sepakbola di Indonesia

Selain Dyangga, Egi, dan Dean, masih banyak lagi peserta lain yang gagal sebagai pemain dan hendak beralih menjadi pelatih. Ada yang mantan pemain Persik junior, mantan pemain Pra-PON Samarinda seangkatan Sultan Samma, mantan pemain Persib junior seangkatan Cecep Supriyatna, hingga mantan pemain Deltras Sidoarjo yang menjadi mentor Hariono.

Yang jelas, meski kaki-kaki mereka yang "rusak" tak sanggup lagi membuatnya berlari di lapangan hijau, mereka semua punya mimpi-mimpi yang indah; agar di masa depan, sepakbola Indonesia punya prestasi membanggakan dari lapangan hijau.

Komentar