Menggugat Stuttgart di Musim Terketat

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menggugat Stuttgart di Musim Terketat

Dalam sebuah ujian yang berlangsung selama 34 pekan, FC Bayern München sudah berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka di pekan ke-30. Biasa. Toh, musim lalu juga mereka mengakhiri musim dengan selisih 19 angka dari penghuni peringkat kedua. Musim sebelumnya malah lebih jauh lagi: 25 angka.

Tapi sebenarnya kondisi semacam yang tampak wajar ini adalah barang asing pada tahun 1980an. Terutama di musim 1983/84; musim terketat sepanjang sejarah Bundesliga.

Musim 1977/78, 1982/83, 1985/86, 1991/92, dan 1999/2000 memiliki satu kesamaan. Di lima musim tersebut, penghuni peringkat kedua memiliki raihan angka yang sama dengan kesebelasan juara. Musim 1983/84 melebihi kelimanya. Di akhir musim ke-21 sepanjang sejarah Bundesliga tersebut, tiga kesebelasan teratas memiliki raihan angka yang sama. Itu saja hebatnya? Jelas tidak.

Dalam lima musim yang disebutkan sebelumnya, jarak antara kesebelasan penghuni peringkat kedua (yang memiliki raihan angka sama dengan kesebelasan juara) cukup jauh. Terdekat adalah dua angka. Malah, pernah sampai empat belas angka. Di musim 1983/84, tidak begitu adanya.

klasmen bundesliga 83-84 copy

VfB Stuttgart, Hamburger SV, dan Borussia Mönchengladbach sama-sama mengumpulkan 48 angka dari 34 pertandingan. Bayern München berada di peringkat keempat; tiga peringkat namun hanya satu angka di belakang sang juara. Bahkan Werder Bremen, penghuni peringkat kelima, hanya berselisih tiga angka dari Stuttgart, Hamburg, dan Mönchengladbach.

Karena juara tak dapat ditentukan berdasarkan raihan angka, selisih gol muncul sebagai pemecahan. Stuttgart lebih baik dari Hamburg dan Mönchengladbach dalam hal ini. Jadilah die Schwaben dinobatkan sebagai juara. Stuttgart meraih gelar Bundesliga mereka yang pertama secara sah. Namun tidak salah pula jika Hamburg dan Mönchengladbach merasa keberatan mengenai hal tersebut.

Offence wins match, defence wins title. Stuttgart musim 1983/84 membuktikan kebenaran kalimat tersebut. Stuttgart bukan kesebelasan paling produktif. Mönchengladbach mencetak gol dalam jumlah yang lebih banyak dari mereka. Stuttgart juga tidak mengumpulkan lebih banyak kemenangan dari dua kesebelasan yang tepat berada di bawah mereka. Namun Stuttgart tetap juara.

Stuttgart adalah juara yang sah dan mereka tidak dapat sepenuhnya dipandang tak pantas meraih prestasi tersebut. Stuttgart lebih sedikit menderita kekalahan ketimbang kesebelasan-kesebelasan lain musim itu. Stuttgart juga lebih sedikit kebobolan ketimbang tujuh belas peserta lainnya. Berdasarkan aturan penentuan juara, Stuttgart adalah yang terbaik. Namun apakah kenyataan di lapangan berkata demikian juga?

head to head copy

Dalam liga mini yang hanya melibatkan Stuttgart, Hamburg, dan Mönchengladbach, Stuttgart berada di peringkat terbawah. Satu kemenangan dan satu hasil imbang membuat Stuttgart hanya berhak atas tiga angka (saat itu Bundesliga hanya memberi nilai dua kepada pemenang pertandingan dan satu angka untuk masing-masing kesebelasan jika pertandingan berakhir imbang).

Kesebelasan terbaik di liga mini ini, secara mengejutkan, adalah kesebelasan yang berada di peringkat terbawah di antara ketiganya dalam tabel klasemen Bundesliga. Dari hasil imbang melawan Stuttgart di Neckarstadion dan dua kemenangan kandang melawan kedua kesebelasan pesaing, Mönchengladbach mengumpulkan lima angka; tepat satu angka lebih banyak dari Hamburg.

Lain hal, Mönchengladbach hanya mampu mengakhiri musim di peringkat ke-12 (Stuttgart dan Hamburg mengakhiri musim 1982/83 di peringkat ketiga dan pertama) pada musim sebelumnya. Dengan standar ini, rasanya die Fohlen pantas menyandang julukan yang sama dengan pelatih kepala mereka musim itu: juara tanpa gelar.

Komentar