Tetap Bermain dengan Hati Walau Tak Lagi Punya Kaki

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Tetap Bermain dengan Hati Walau Tak Lagi Punya Kaki

Lupakan sejenak riuh rendah atmosfer Ballon d'Or yang hingga kini masih terasa perdebatannya. Hentikan siapa yang terbaik di antara Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo, termasuk pro kontra David Luiz yang masuk sebagai ketegori bek terbaik di dunia. Di antara itu semua, masih ada beberapa hal yang lebih patut kita puji.

Sepakbola amputasi pertama kali didirkan pada 1970 di Amerika Serikat. Hingga saat ini, sudah terbentuk 32 kesebelasan tim nasional. Ajang sepakbola bagi kaum disabilitas sebenarnya sudah ada sejak 1948 dalam ajang Paralimpiade.

Mereka yang berpartisipasi umumnya bekas tentara yang berjuang pada Perang Dunia II. Kondisi tubuh sudah tidak sempurna, membuat mereka tak menghentikan keinginannya bermain sepakbola. Para pemain dibantu dengan tongkat penyangga. Setiap kesebelasan berisi tujuh orang. Mereka terdiri dari enam pemain bertahan dan menyerang, termasuk satu kiper.

Posisi penjaga gawang umumnya memiliki kaki yang lengkap, tidak seperti pemain bertahan dan menyerang. Namun, mereka hanya memiliki satu tangan.

Peraturan di atas lapangan masih tetap sama. Mereka tidak boleh sengaja menyepak bola memakai tongkat penyangga. Jika itu dilakukan, maka hal tersebut dianggap handsball. Akan tetapi, peraturan offside tidak berlaku dan pergantian pemain pun tidak terbatas sepanjang laga.

Kendati hanya menggunakan satu kaki, bola yang mereka pakai sama dengan bola standar. Mereka bermain selama 25 menit setiap babaknya di atas lapangan berukuran  70 x 60 meter.

Prosedur sepakbola seperti itu juga digunakan ajang Piala Dunia Sepakbola Amputasi. Kompetisi ini diayomi Asosiasi Sepakbola Amputasi Seluruh Dunia (WAFF). Piala Dunia Sepakbola Amputasi terakhir kali diselenggarakan pada 30 November 2014 di Kota Culiacan Mexico, diikuti 23 negara dan dibagi menjadi enam grup.

Sistemnya mengerucut menjadi delapan besar dalam sistem gugur. Rusia berhasil menjadi juara dalam ajang dua tahunan itu. Tim beruang madu sukses mengalahkan Angola 3-1 pada delapan Desember 2014 silam. Juara ketiga menjadi milik Turki, sementara Polandia di peringkat empat.

Pertandingan sepakbola amputasi nyatanya tetap menjadi daya tarik masyarakat untuk memberikan dukungan langsung. Salah satu contohnya adalah pertandingan yang diselenggarakan di Westerlo Belgia, Minggu (2/6/2013). Terjadi perkelahian antara pemain dan suporter dalam laga Belanda menghadapi Belgia tersebut. Keributan itu berawal dari salah satu pemain Belanda yang menjatuhkan pemain kunci tuan rumah. Usai terjatuh, pemain Belgia itu membalas pesepakbola Belanda tersebut dengan tendangan. Akibatnya para penonton terpancing dan kapten Belanda diburu oleh suporter tuan rumah.

Selain animo yang cukup tinggi, pesepakbola amputasi juga tidak luput dari aksi solidaritas. Banyak pesepakbola profesional yang mengumpulkan dana, untuk disumbangkan kepada para kaum disabilitas tersebut.

Salah satunya adalah Zlatan Ibrahimovic, penyerang Paris Saint-Germain. Pria asal Swedia itu, menyumbangkan 300 ribu poundsterling untuk timnas sepakbola amputasi Swedia. Hal itu ia lakukan karena timnas Swedia kesulitan mendapatkan dana, untuk mengikuti INAS World Football Championship Brazil Agustus 2014.

Tidak hanya uang tunai, kaos tim Ibrahimovic juga dilelang, untuk menambah dana tersebut. "Saat timnas Swedia gagal ke Piala Dunia 2014, aku sangat kecewa. Saat aku mendengar sebuah tim Swedia yang akan berlaga, aku akan melakukan segalanya untuk membantu. Tidak ada yang perlu dipikirkan, itu hanya sebuah bantuan," ujarnya kepada Daily Mail.

Mungkin, bantuan itu bisa menjadi cerminan bagi Ibrahimovic sebagai pesepakbola profesional. Walau tidak memenangi Ballon d'Or, setidaknya ia harus mensyukuri masih memiliki sepasang kaki. Hal ini pun berlaku bagi pesepakbola lainnya, untuk mensyukuri sepasang kaki dan sepakbola merupakan sebuah kenikmatan, bukan komersialisasi.



Komentar