Pantaskah Liverpool Disebut Sebagai "One Man(e) Team"?

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi 45241

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Pantaskah Liverpool Disebut Sebagai "One Man(e) Team"?

Halaman kedua....

Seklias, kalau saya boleh menyimpulkan, "Trio Sakit Kepala" ini sebenarnya menjadi tumpuan manajer Liverpool, Jürgen Klopp, dalam membombardir pertahanan lawan. Hal ini terlihat dari jumlah tembakan Mané, Coutinho, dan Firmino yang menghuni tiga teratas pemain dengan jumlah tembakan terbanyak Liverpool. Secara skema permainan pun sudah benar, apalagi Liverpool sempat miliki lini serang terbaik pada 2016 lalu.

Jadi bukan hanya Mané, Klopp sebenarnya memiliki lini serang yang kolektif sebelum memasuki 2017. Hanya saja cederanya Coutinho menjelang akhir 2016 tampaknya merusak ritme trio lini serang Liverpool ini. Karena sejak saat itulah Liverpool terlihat mulai lebih banyak mengandalkan Mané. Apalagi Adam Lallana yang justru menurun setelah sempat menjadi andalan Liverpool pasca cederanya Coutinho. Ditambah juga penyerang Liverpool lain, Divock Origi dan Daniel Sturridge, yang sepertinya kurang cocok dengan skema Klopp ini.

Menyebut Liverpool sebagai One Man Team memang masuk akal, tapi bisa juga tidak terlalu benar. Karena pada awal musim, Liverpool adalah kesebelasan yang kolektif. Gol tidak datang hanya dari Mané saja, tidak seperti Sunderland dengan Jermain Defoe-nya, Everton dengan Romelu Lukaku-nya, Manchester United dengan Zlatan Ibrahimović-nya, atau Arsenal dengan Alexis Sánchez-nya. Mané hanya berkontribusi 20% dari gol Liverpool (11 gol dari total 54 gol Liverpool) ditambah jumlah asisnya yang hanya empat.

Julukan One Man Team sebenarnya lebih layak dilayangkan pada Defoe. Total 14 gol telah dicetaknya, padahal Sunderland baru mencetak 24 gol musim ini. Ini artinya ia mencetak lebih dari setengah jumlah gol Sunderland pada musim ini. Hal ini berbeda dengan Mané bersama Liverpool.

Tapi dari apa yang terjadi pada Liverpool saat ini, kita jadi bisa melihat bahwa Liverpool memang membutuhkan pemain papan atas seperti Mané. Perlu diketahui, Mané merupakan pemain termahal Liverpool yang dibeli Klopp. Kualitasnya juga teruji bersama Southampton. Begitu juga dengan Georginio Wijnaldum (termahal kedua) yang mulai terlihat menjadi bagian penting di lini tengah Liverpool.

Dalam beberapa tahun terakhir, Liverpool kerap membeli pemain "kelas dua" yang dihargai mahal. Tengok saja Christian Benteke, Lazar Markovic, atau Mario Balotelli. Ditambah lagi pemain-pemain tanggung seperti Ragnar Klavan, Loris Karius, Marko Grujić, Danny Ings, sampai Rickie Lambert. Pembelian sukses Liverpool dalam beberapa musim terakhir mungkin hanya James Milner, Joël Matip, Nathaniel Clyne, Adam Lallana, dan Emre Can.

Liverpool butuh membeli pemain kelas satu seperti Mané, khususnya di lini pertahanan. Dengan kiper dan bek tengah "kelas dua" seperti Simon Mignolet dan Karius, serta Klavan, Liverpool cukup mudah kebobolan. Di bursa transfer musim panas nanti, Liverpool jelas harus mendapatkan kiper atau bek kelas atas agar tidak menyia-nyiakan kolektivitas lini serang yang sudah terlihat sangat tajam di musim ini.

Komentar