Zonal Marking Sulit Ditembus, Iran Angkat Koper Lebih Cepat

Piala Dunia

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Zonal Marking Sulit Ditembus, Iran Angkat Koper Lebih Cepat

Perjalanan Iran di Piala Dunia 2022 terhenti setelah takluk di tangan Amerika Serikat. Berkat gol tunggal Christian Pulisic pada menit ke-38, The Yanks dibawanya ke babak 16 besar. Amerika akan menghadapi Belanda yang lolos sebagai juara Grup A pada fase selanjutnya tersebut.

Iran bermain dengan nama yang sama saat mereka menaklukan Wales pada laga sebelumnya. Hanya posisi Hossein Hosseini yang diganti oleh Alireza Beyranvand di bawahi mistar gawang.

Sebelumnya Carlos Queiroz memasang formasi dasar 4-3-3 atau 4-1-4-1. Tapi, pada pertandingan ini ia menggunakan 4-4-1-1. Keputusan ini mengubah peran beberapa pemain seperti Ali Gholizadeh yang biasanya memerankan penyerang sayap menjadi gelandang sayap.

Begitu juga dengan Mehdi Taremi yang posisinya digeser ke belakang Sardar Azmoun. Ia berperan sebagai penyerang bayangan sekaligus gelandang serang.

Di kubu lawan, Gregg Berhalter tidak mengubah komposisi tim secara makro. Ia memutuskan untuk tetap bermain dengan 4-3-3 (walau di lapangan bisa bertransformasi menjadi 4-1-2-3 atau bahkan 4-4-2). Di belakang, Walker Zimmerman absen dari sebelas pertama dan digantikan oleh Cameron Carter-Vickers.

Gambar 1 - Sebelas Pertama Iran dan Amerika Serikat

Sumber : SofaScore

Perubahan makro yang dilakukan Carlos bertujuan untuk memperkuat lini tengah. Harapannya, dengan lebih banyak pemain di lini tersebut mampu membuat mereka menguasai bola lebih banyak. Aspek serangan dan ketajaman diserahkan kepada Azmoun dan Taremi.

Selain itu, ia juga menginginkan jarak antara lini belakang dan lini tengah tidak terpaut jauh. Harapannya, pada saat menguasai bola mereka memiliki lebih banyak opsi umpan sehingga bisa lepas dari tekanan lawan.

Rencana tersebut berjalan dengan efektif. Iran berhasil mencatatkan 49,2 persen penguasaan bola. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah menyentuh di angka 40 persen. Meski demikian, mereka lebih sering bermain di area sendiri dan kesulitan mengirimkan bola ke area lawan. Masalah ini yang menjadi sebab Iran hanya melepaskan empat tembakan saja.

Pasca tertinggal, Tim Melli, julukan Iran, lebih berani keluar menekan dan menyerang. Keputusan ini sukses membuat Amerika Serikat kesulitan membangun serangan. Carlos mengubah struktur permainan Iran menjadi 4-3-2-1 mengorbankan Milad Mohammadi yang digantikan oleh Ali Karimi.

Dengan demikian, Taremi yang menjadi ujung tombak akan ditopang oleh dua gelandang serang. Iran mulai bermain dengan prinsip all out attack.

Sayangnya, adaptasi yang berusaha Carlos lakukan tidak berbuah gol. Taktik tersebut hanya menyulitkan Amerika menambah keunggulan karena kendali permainan beralih ke tim berseragam putih tersebut. Mengapa demikian?

Area Permainan Iran yang Terlalu Sempit

Respon yang ditunjukan pasca tertinggal sudah cukup positif. Mereka mengincar gol penyeimbang kedudukan untuk menjaga peluang lolos ke babak 16 besar. Empat pergantian digunakan Carlos untuk menambah kekuatan di lini serang.

Para pemain senior seperti Karim Ansarifard diturunkan dengan harapan bisa meningkatkan mental. Bukan hanya menambah kekuatan dan tenaga secara fisik. Usaha yang dilakukan Iran berada di jalan yang benar tapi tidak kunjung menemui hasil.

Gambar 2 - Heatmap Sentuhan Pemain Iran (kiri) dan Rata-Rata Posisi Pemain Iran (kanan)

Sumber : WhoScored

Jika melihat ilustrasi di atas, Iran hampir tidak pernah menyentuh bola di kotak penalti Amerika Serikat. Bahkan, untuk bisa mengakses sepertiga akhir saja terbilang sangat jarang. Mereka hanya mampu menguasai di babak sendiri atau di tengah lapangan.

Area flank juga gagal dimanfaatkan Iran sebagai jalan masuk untuk mencetak peluang atau mengirim umpan ke kotak penalti. Penyebab utamanya adalah jarak antar pemain yang terlalu rapat.

Sementara Amerika Serikat menerapkan zonal marking yang fokus mempertahankan areanya sendiri. Kondisi ini diperparah karena kerapatan pemain terjadi di area sendiri, bukan di area lawan. Akibatnya, area permainan sangat sempit.

Zonal Marking Amerika Serikat yang Terlalu “Tebal”

Sebelum gol Pulisic tercipta, Amerika cenderung menerapkan taktik high press dibanding bertahan di area sendiri. Empat hingga pemain berani keluar untuk menekan secara kolektif sehingga tidak heran jika pada awal pertandingan mereka berhasil mencatatkan 62,8% penguasaan bola.

Tidak hanya itu, laga baru berjalan 38 menit mereka telah melepaskan delapan tembakan. Sangat ofensif. Tapi, pasca gol Pulisic dan penyesuaian di kubu lawan, membuat Amerika kesulitan menguasai bola.

Brendan Aaronson dan Kellyn Acosta masuk menggantikan Pulisic dan Weston McKennie untuk menjaga keseimbangan di lini tengah. Harapannya, mereka berdua yang “lebih segar” mampu mengurangi dominasi penguasaan bola yang beralih ke kaki Iran.

Laga memasuki menit ke-82, Gregg memasukan dua pemain belakang, Shaq Moore dan Walker Zimmerman. Keputusan ini menunjukan bahwa ia fokus untuk mempertahankan keunggulan karena jika Iran menyamakan kedudukan, Amerika tidak akan lolos dari Grup B.

Kehadiran dua pemain belakang tambahan mengubah struktur pertahanan The Yanks menjadi 5-4-1 dengan menyisakan Haji Wright di depan. Sembilan pemain lain fokus untuk bertahan.


Keputusan Gregg berakhir manis. Iran semakin kesulitan membongkar pertahanan Amerika Serikat. Tidak ada peluang berbahaya yang mengancam gawang Matt Turner. Zonal marking yang ia terapkan sejak awal babak kedua semakin sulit dengan kehadiran lima pemain belakang dan empat gelandang yang rapat.

Komentar