Terakhir Kali Liverpool Juara Liga Inggris

Backpass

by Redaksi 47

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Terakhir Kali Liverpool Juara Liga Inggris

Mungkin banyak yang tidak sadar, atau bahkan tidak mengetahui, kalau 28 April adalah hari yang bersejarah bagi Liverpool. Tepatnya pada 28 April 1990, Liverpool berhasil memastikan gelar Liga Inggris ke-18, sekaligus menjadi gelar Liga Inggris terakhir mereka hingga sekarang.

Ketika itu Liverpool bersaing ketat dengan Aston Villa di puncak klasemen. Liverpool memimpin klasemen dengan selisih dua poin dan masih menyisakan satu pertandingan lebih banyak dibanding Aston Villa. Liverpool akan menjamu QPR sementara Aston Villa menjamu Norwich City. Jika Liverpool menang dan Aston Villa kehilangan poin pada pekan itu, maka Liverpool yang saat itu diasuh Kenny Dalglish akan memastikan gelar juara liga 1989/90.

Liverpool sempat tertinggal lebih dulu di menit ke-14 melalui sundulan dari Roy Wegerle. Liverpool baru bisa membalas ketinggalan pada menit ke-40 melalui penyerang asal Wales andalan mereka, Ian Rush. Memasuki babak kedua, tendangan penalti John Barnes pada menit ke-65 membuat Liverpool berbalik unggul.

Tidak lama berselang, tersiar kabar bahwa di tempat lain Aston Villa tengah imbang dengan Norwich 3-3. Artinya, jika skor kedua pertandingan bertahan hingga akhir pertandingan maka dapat dipastikan Liverpool menjadi juara Liga Inggris musim itu.

Pertandingan Liverpool berakhir lebih dulu, skor tetap bertahan 2-1 dengan kemenangan Liverpool. Fans masih menunggu kabar hasil akhir pertandingan Aston Villa yang ketika itu penyebarannya masih menggunakan siaran radio. Kabar yang dinantikan pun akhirnya muncul. Skor Villa vs Norwich pun tak berubah, Liverpool juara.

Gelar ini bukan sekadar menjadi gelar ke-18 bagi Liverpool. Gelar ini juga semakin menegaskan dominasi Liverpool di Liga Inggris yang sudah berlangsung selama dua dekade sejak era 70-an. Dalam dua dekade tersebut, Liverpool menjelma sebagai klub yang merajai Liga Inggris dengan 11 kali meraih gelar juara.

Jika kita ingin menceritakan kisah kesuksesan Liverpool di era 70-an dan 80-an, ada baiknya kita menarik sedikit lebih ke belakang menuju musim 1959/60. Ketika itu kondisi Liverpool sedang terpuruk, dan sudah memasuki musim kelima mereka di divisi dua setelah terdegradasi di musim 1953/54.

Pada musim 1959/60, Phil Taylor merupakan manajer yang menangani Liverpool pada awal musim. Musim tersebut adalah musim ketiganya menangani Liverpool setelah menggantikan Don Welsh pada tahun 1956. Saat itu, target utama Taylor hanya satu: mengembalikan Liverpool promosi ke Liga Inggris Divisi Satu. Namun Taylor gagal memenuhi target capaian yang ia tetapkan sendiri tersebut.

Setelah memulai musim yang tidak stabil di tahun 1959, Taylor menyatakan pengunduran dirinya pada tanggal 17 November 1959. Namun Taylor tidak meninggalkan Liverpool tanpa peninggalan yang berarti. Ia meninggalkan tim staf kepelatihan yang terdiri dari 3 nama yang berjasa besar bagi Liverpool di kemudian hari. Mereka adalah Reuben Bennett, Joe Fagan, dan Bob Paisley.

Liverpool belum menunjuk manajer pengganti setelah Taylor menyatakan pengunduran dirinya. Kondisi klub yang semakin tidak stabil membuat Liverpool mengalami kekalahan yang sangat memalukan di tanggal 1 Desember 1959. Pada pertandingan Piala FA, Liverpool kalah dari klub non-league, Worchester City, dengan skor 2-1.

Tidak berselang lama, klub memutuskan untuk menunjuk manajer yang akan menangani Liverpool selanjutnya. Keputusan penunjukan manajer baru ini mungkin akan menjadi pengambilan keputusan terbaik dalam sejarah klub Liverpool karena menjadi awal kebangkitan mereka. Manajer yang ditunjuk ketika itu adalah orang yang masih sering disebut-sebut namanya oleh fans Liverpool saat ini: Bill Shankly.

Shankly langsung melakukan banyak perubahan saat mulai menangani Liverpool. Ia meminta klub mengeluarkan 3.000 paun untuk memperbaiki beberapa titik di stadion Anfield. Ia juga mengubah banyak hal dari tempat latihan pemain Liverpool, Melwood, yang pada saat itu ia katakan sebagai dalam kondisi sangat kacau.

Tidak hanya memperbaiki infrastruktur, Shankly juga segera menjalin hubungan dengan beberapa pihak. Ia menjalin hubungan yang baik dengan para suporter Liverpool dan memulai kerja sama dengan staf kepelatihan peninggalan Phil Taylor. Bob Paisley adalah faktor kunci dari kuartet kepelatihan Liverpool bersama Bill Shankly. Dikatakan bahwa Shankly adalah seorang motivator sementara Paisley adalah master taktik di belakangnya.

Keempat orang ini sering berkumpul di dalam sebuah ruangan penyimpanan sepatu sambil berdiskusi mengenai taktik Liverpool. Kegiatan ini kemudian menjadi kebiasaan dan ruangan penyimpanan sepatu tersebut diberi nama boot room.

Shankly juga melakukan satu perubahan besar dari skuat Liverpool. Ia menempatkan 24 pemain Liverpool ke dalam daftar pemain yang dijual.

“Setelah satu pertandingan, aku langsung mengetahui bahwa pemain yang ada secara keseluruhan sangat tidak baik. Aku harus melakukan perbaikan melalui tengah, seorang kiper dan bek yang mampu menghentikan bola, dan penyerang tengah yang mampu mencetak banyak gol,” kata Shankly setelah melihat kondisi para pemainnya.

Untuk bisa mendapatkan pemain pengganti, Shankly tentu membutuhkan dukungan dari pihak manajemen Liverpool agar mau mengeluarkan uang untuk mendatangkan pemain. Tentu saja ia mendapatkan hambatan dalam hal ini. Beruntung Shankly memiliki seseorang yang mempunyai visi yang sama dengannya di dalam struktur manajerial Liverpool. Ia adalah Eric Sawyer yang selalu membantu Shankly dalam mewujudkan pemikirannya di Liverpool.


Simak cerita dan sketsa adegan Rochi Putiray tentang rasisme yang jadi musuh bersama di sepakbola:


Dalam sebuah pertemuan dengan pihak manajemen pada tahun 1961, Shankly mengajukan permohonan untuk merekrut dua pemain asal Skotlandia, Ron Yeats dan Ian St John, yang kemudian ditolak pihak manajemen. Namun Sawyer-lah yang kemudian berhasil membujuk manajemen agar keduanya didatangkan.

Setelah itu satu per satu pemain hadir memperbaiki skuat Liverpool di bawah asuhan Shankly. Tommy Lawrence (kiper), Gordon Milne, dan beberapa pemain lainnya seperti Jimmy Melia, Ronnie Moran, Alan A’Court, Gerry Byrne, dan Roger Hunt adalah pemain anyar yang memberikan pengaruh besar..

Dengan skuat baru tersebut, Shankly akhirnya berhasil membawa Liverpool promosi ke Divisi Satu Liga Inggris pada musim 1961/62 dan memulai masa kejayaan Liverpool. Musim pertama di Divisi Satu, Shankly membawa Liverpool ke posisi delapan. Musim berikutnya, Shankly langsung membuktikan hasil kerjanya dengan memberikan gelar juara Divisi Satu Liga Inggris 1963/64.

Namun ambisi terbesar Shankly sebenarnya bukan menjadi juara Liga Inggris. Piala FA adalah trofi yang sangat ia inginkan hadir ke Liverpool karena belum sekalipun Liverpool meraih Piala FA pada saat itu.

Satu tahun kemudian, Shankly benar-benar mewujudkan ambisinya. Ia memberikan gelar Piala FA pertama bagi Liverpool di musim 1964/65. Liverpool berhasil mengalahkan Leeds United di final dengan skor 2-1. Salah satu rekrutan pertama Shankly, Ian St John, mencetak gol di babak perpanjangan waktu. Kemenangan ini dikatakan Shankly dalam buku autobiografinya sebagai pencapaian terbaik dalam kariernya.

Setelah itu, Shankly menangani Liverpool 15 musim dan mempersembahkan 3 gelar Liga Inggris, 2 Piala FA dan satu Piala Champions. Ia memutuskan untuk pensiun setelah mengakhiri musim 1973/74 saat berusia 60 tahun.

Posisi manajer Liverpool kemudian dilanjutkan oleh Bob Paisley yang semakin membuat Liverpool merajai kompetisi Liga Inggris. Paisley mempersembahkan 6 gelar juara Liga Inggris, 3 gelar juara Liga Champions, dan 3 gelar Piala Liga. Dua manajer selanjutnya, Joe Fagan dan Kenny Dalglish, masih mempertahankan dominasi Liverpool di Liga Inggris hingga musim 1990/91 (runner-up).

Dalam dua dekade Liverpool merajai Liga Inggris berkat peninggalan Bill Shankly yang membangun Liverpool dari nol. Sejak musim 1972/73 hingga 1990/91, Liverpool 11 kali juara Liga Inggris, 7 kali runner-up, dan hanya 1 kali berada di posisi kelima klasemen.

Jan Molby yang sempat membela Liverpool sejak 1984 sampai 1996 mengatakan, “Sepakbola memang tidak bisa ditebak, satu-satunya hal yang dapat Anda prediksi adalah Liverpool akan selalu ada setiap kali penghargaan akan diserahkan.” Kata-kata pemain yang ikut membawa tim nasional Denmark juara Piala Eropa 1992 ini memang terdengar sangat sombong. Namun pada saat itu sulit untuk dibantah karena catatan luar biasa yang dimiliki Liverpool dalam 20 tahun terakhir.

Namun kini kata-kata jemawa Jan Molby sama sekali tidak relevan. Jangankan mendominasi Liga Inggris, Liverpool bahkan belum berhasil menambah satupun gelar juara Liga Inggris hingga saat ini. Praktis Liverpool juga belum pernah sekalipun meraih gelar juara saat Liga Inggris telah berganti nama menjadi Premier League.

Performa Liverpool di era 90-an dan saat memasuki tahun 2000-an sangat tidak stabil. Satu-satunya gelar yang dapat dibanggakan adalah gelar Liga Champions yang mereka raih secara dramatis pada tahun 2005. Namun, gelar Eropa ini sepertinya belum bisa mengobati kerinduan fans Liverpool akan gelar juara Liga Inggris.

Beberapa kali, Liverpool hanya sekadar ‘hampir’ meraih gelar juara Liga Primer Inggris pada tahun 2001/02, 2008/09, dan 2013/14. Lebih buruk lagi, rival mereka, Manchester United, berhasil mengambil alih dominasi Liga Inggris. United yang ketika tahun 1990 baru memiliki koleksi 7 gelar, kini berhasil menyalip torehan gelar milik Liverpool dengan 20 gelar Liga Inggris hingga saat ini.

Meski begitu Liverpool masih menjadi salah satu klub besar Inggris, bahkan mungkin Eropa. Fansnya tersebar di seluruh penjuru dunia dan menjadi salah satu klub dengan jumlah fans paling banyak. Tidak sedikit pula fans Liverpool yang lahir di akhir tahun 80-an atau setelahnya. Artinya mereka belum pernah merasakan atau masih terlalu kecil untuk mengingat saat-saat klub kesayangannya, Liverpool FC, meraih gelar juara Liga Inggris.

Walau begitu, tidak peduli jika harapan itu harus diwariskan ke pendukung Liverpool generasi selanjutnya, mimpi untuk melihat Liverpool meraih gelar Liga Inggris ke-19 sekaligus menjadi gelar pertama Liga Primer Inggris akan terus menyala sampai hal ini benar-benar bisa terwujud.

Komentar