Kandang Bersama Bernama Stadion Sultan Agung

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kandang Bersama Bernama Stadion Sultan Agung

Naskah Pesta Bola Indonesia oleh: Isidorus Rasika Paksi

“Stadion itu rumah bagi klub. Tempat mereka memberikan yang terbaik bagi suporter.” Kata-kata yang manis namun ironis. Kini, stadion tak identik dengan kesebelasan. Stadion hanya tempat luas untuk menggelar pertandingan sepakbola. Stadion Sultan Agung pun begitu.

Stadion merah nan megah itu berdiri di selatan Yogyakarta. Stadion yang menjadi saksi Persiba Bantul dalam meraih kemenangan maupun kekalahan di laga kandang ini tak pernah berubah, tetap setia menjadi tuan rumah untuk Paserbumi, Curva Nord Famiglia, dan Republik Ultras Fundamental.

Prestasi Persiba sendiri memang sedang menurun. Kini mereka berjuang di Liga 3 dengan semangat kembali ke divisi tertinggi.

Berbeda dengan nasib Persiba yang sedang terpuruk, pesona Stadion Sultan Agung justru semakin menjadi. Stadion Sultan Agung adalah primadona. Krisis kandang yang sedang melanda kesebelasan-kesebelasan Indonesia membuatnya diburu banyak pihak sebagai tempat tinggal sementara.

Krisis Kandang

Perpindahan kandang menjadi bahasan yang menarik. Kesebelasan-kesebelasan besar memburu kandang dari kesebelasan yang lemah.

Contohnya PSIS Semarang yang baru saja naik divisi. PSIS memilih Stadion Moch Soebroto Magelang menjadi kandang mereka. Cukup rasional, mengingat Stadion Jatidiri sedang dalam tahap renovasi. Jarak Magelang yang tidak terlalu jauh juga membuat pilihan ini masuk akal. Dengan Magelang sebagai rumah sementara kesebelasan peserta, atmosfer Liga 1 di Yogyakarta dan sekitarnya pun semakin panas.

Krisis kandang tak hanya menjadi permasalahan bagi PSIS. PS Tira pun mengalaminya. Sebagai kesebelasan yang tidak mewakili kota, cukup bingung menentukan di mana rumah PS Tira. Musim lalu Stadion Pakansari menjadi saksi keganasan PS Tira yang kala itu bernama PS TNI. Kini, kesebelasan tersebut pindah ke Bantul dan memakai markas Persiba.

Menyoal krisis kandang, kota tujuan bisa apa ketika kesebelasan yang lebih besar ingin memakai markasnya. Cukup berasalasan juga, mengingat akan kosongnya Stadion Sultan Agung ketika tak dijajaki kesebelasan lain. Kosong dalam pemakaian, kosong pula dalam pendapatan.

Kita ketahui bersama bahwa beberapa stadion di Indonesia tidak dimiliki kesebelasan. Begitu pula adanya Stadion Sultan Agung. Tertulis bahwa pemilik stadion adalah Pemkab Bantul. Maka wajar saja jika Pemerintah Daerah mengijinkan kesebelasan lain untuk memakai fasilitas daerahnya.

Terhitung sampai hari ini, ada empat kesebelasan yang memakai Stadion Sultan Agung. kesebelasan tersebut adalah PS Tira, PSIM Yogyakarta, Protaba Bantul, dan tentu saja Persiba Bantul.

Mengapa Yogyakarta?

Peminat Stadion Sultan Agung tak terbatas dari empat penggunanya untuk saat ini. PSIS dan Persija Jakarta beberapa waktu lalu menunjukkan minat yang sama, sebelum akhirnya memilih stadion lain. Tingginya minat terhadap Stadion Sultan Agung menimbulkan pertanyaan tersendiri: ada apa dengan stadion ini?

Jawabannya barangkali ada di lokasi. Spekulasinya, Yogyakarta ada di lokasi yang strategis, yaitu di tengah pulau Jawa. Cukup masuk akal. Namun mengapa harus meninggalkan identitas kesebelasan dengan jauh-jauh ke Yogyakarta? Mengapa tidak berpindah ke daerah yang dekat dengan kota asal, agar suporter tidak harus terlalu jauh melangkah dari rumah.

Ternyata ada fakta menarik mengenai stadion di kota Yogyakarta yang menjadi idola, yaitu mengenai harga sewa. Jika dibandingkan dengan stadion-stadion lain, maka akan terlihat mencolok perbedaannya.

Mari kembali ke Bantul, tempat Stadion Sultan Agung berdiri. Menurut beberapa data, harga sewa untuk pertandingan di siang hari sebesar Rp 7,5 juta. Angka tersebut lebih murah dari harga sewa untuk pertandingan di malam hari yaitu Rp 10 juta. Dengan harga yang cukup terjangkau dengan fasilitas yang mumpuni, tak heran jika banyak kesebelasan tertarik menggunakannya.

Harga sewa Stadion Sultan Agung ternyata masih di bawah Stadion Moch Soebroto, kandang PSIS musim ini. Dengan kapasitas 20 ribu penonton, stadion tersebut menuntut biaya sewa sebesar Rp 15 juta setiap pertandingan (sebagai perbandingan, kapasitas Stadion Sultan Agung adalah 35 ribu).

Sepertinya, PSIS tidak terlalu mengincar murahnya stadion, namun dekatnya lokasi dengan rumah mereka di Semarang. Lokasi tersebut masih memungkinkan Snex dan Panser Biru untuk datang, dibandingkan jika mereka jadi menyewa Stadion Sultan Agung. Pertimbangan semacam itu tentu tidak ada dalam diri PST Tira, yang bisa pindah ke mana saja tanpa khawatir stadion sepi.

***

Dalam waktu dekat, stadion di Yogyakarta tampaknya masih akan menjadi primadona. Kesebelasan-kesebelasan lokal yang belum bisa naik divisi membuat kandangnya menjadi incaran kesebelasan besar.

Semoga kedepannya, baik Persiba maupun kesebelasan lokal Yogyakarta lainnya mampu naik divisi, agar tak harus melelang kandangnya. Bagi kesebelasan besar, tak ada salahnya merenovasi istana demi kenyamanan menjalani liga.


Penulis adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang berdomisili di Yogyakarta. Dapat dihubungi lewat alamat surel isidorusrasikapaksi@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar