Door Duisternis tot Licht, Feyenoord...

Backpass

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Door Duisternis tot Licht, Feyenoord...

Door Duisternis tot Licht merupakan frase dalam Bahasa Belanda yang berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Frase tersebut digunakan sebagai judul buku kumpulan surat-surat yang ditulis oleh R.A. Kartini pada tahun 1911, yang dikenal juga dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Buku tersebut merupakan gambaran pemikiran Kartini yang menginginkan perubahan dari kegelapan. Buku tersebut juga menyiratkan arti, setelah kesulitan akan tiba kebahagiaan. Frase tersebut kemudian sering dijadikan kalimat motivasi, bahwa kebahagiaan akan tiba setelah masa-masa tergelap berakhir.

Feyenoord Roterdam, kesebelasan asal Belanda, mengingatkan kami pada frase di atas. Menilik perjalanannya, klub yang genap berusia 109 tahun pada 19 Juli 2017 itu pernah mengalami masa sulit yang bisa teratasi hingga kebahagiaan yang lama tak mereka rasakan itu kembali.

Bersama Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven, Feyenoonord tercatat sebagai kesebelasan dengan penampilan terbanyak di Eredivise. Feyenoord juga tercatat sebagai kesebelasan dengan trofi terbanyak di kompetisi domestic setelah Ajax dan PSV. Hal tersebut bisa menjadi indikator yang bisa membuat status Feyenoord sebagai kesebelasan papan atas di Belanda.

Namun kejayaan Feyenoord sempat terhenti karena krisis keuangan yang pernah melanda klub. Celakanya ada dua periode yang membuat prestasi mereka melorot karena krisis finansial. Pertama pada tahun 1990, yang ditandai dengan kebangkrutan sponsor utama mereka, kedua terjadi pada tahun 2009.

Awal Krisis Periode Kedua

Krisis finansial yang mendera klub di periode kedua sebenarnya sudah tercium sejak beberapa tahun sebelum krisis tersebut semakin ganas menggerogoti. Pada musim 2006-2007, para pendukung klub harus merelakan kepergian Salomon Kalou dan Dirk Kuyt ke Liga Primer Inggris. Kalou diboyong Chelsea, sementara Kuyt hijrah ke Liverpool. Dilepasnya dua pemain tersebut menyiratkan begitu mengerikannya kondisi keuangan Feyenoord pada saat itu.

Meski Presiden klub saat itu, Van den Herik, mengklaim bahwa kondisi keuangan klub baik-baik saja, namun penjelasan tersebut tak cukup membuktikan kalau Feyenoord benar-benar dalam kondisi yang sehat secara finansial. Sebab ketika Kuyt dan Kalou pergi, Feyenoord hanya mampu mendatangkan Angelos Charisteas yang notabene merupakan pemain cadangan di Ajax Amsterdam sebagai penggantinya.

Performa Charisteas pun tidak sesuai ekspektasi. Ia tampil melempem yang kemudian membuat suporter meradang. Dalam pertandingan di kompetisi Eropa menghadapi AS Nancy, para pendukung Feyenoord melakukan kerusuhan sebelum dan sesudah pertandingan yang berujung dilarangnya Feyenoord mengikuti kompetisi Eropa.

Musim tersebut menjadi masa kelam secara prestasi bagi Feyenoord, karena pada akhir musim mereka hanya menduduki peringkat tujuh. Fakta lebih menyakitkan, ulah suporter mereka pun membuat Feyenoord terpaksa absen di kompetisi Eropa untuk kali pertama dalam 16 tahun terakhir. Kekisruhan yang terjadi pada musim tersebut kemudian memaksa Van den Herik mundur dari jabatannya.

Pada musim 2007, reformasi manajerial dilakukan setelah mundurnya Van den Herik. Pada musim tersebut, krisis keuangan Feyenoord sedikit tersamarkan setelah klub mendatangkan Bert van Marwijk sebagai pelatih. Selain itu dua pemain ternama seperti Roy Makaay dan Giovanni van Bronckhorst pun berhasil diboyong. Gelar juara Eredivise memang gagal diraih, namun Feyenoord sukses meraih trofi di ajang Piala Liga.

Pada masa-masa berikutnya, krisis finansial di Feyenoord sudah tak lagi bisa terbendung. Utang-utang yang menumpuk membuat mereka berada dalam posisi yang sulit. Pada tahun 2010, puncak dari krisis tersebut semakin terlihat nyata usai mereka tak mampu untuk membayar gaji para pemain. Feyenoord hampir dinyatakan bangkrut pada saat itu.

Upaya untuk Keluar dari Krisis Hingga Akhirnya Kejayaan Diraih

Berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan menggencarkan pemain binaan yang bisa mereka jual ke klub papan atas. Cara tersebut nyatanya cukup efektif, karena pada tahun 2011, Federasi Sepakbola Belanda (KNVB) menyatakan bahwa Feyenoord pulih dari krisis keuangan. Selain karena dari hasil penjualan pemain binaan, pulihnya krisis di tubuh Feyenoord pun disebabkan suntikan modal besar yang diberikan oleh VVF (Friends of Feyenoord, Vrienden Van Feyenoord).

Meski begitu, keuangan Feyenoord belum sepenuhnya stabil. Untuk mempertahankan kondisi keuangan yang mulai membaik, mereka hanya mampu mendatangkan pemain-pemain berharga murah, selain itu kegiatan menjual beberapa pemain penting pun masih dilakukan.

Beberapa pemain penting seperti Ron Vlaar, Stevan de Vrij, Graziano Pelle, Daryl Janmaat, hingga Bruno Martins Indi dilepas dalam periode yang berbeda. Hal yang kemudian membuat prestasi mereka di kompetisi jadi tidak terlalu bagus. Terlebih, mereka pun masih belum bisa menembus kompetisi Eropa karena selalu gagal di babak kualifikasi.

Pada musim 2014/2015, Feyenoord berhasil tampil di Liga Europa. Di sana mereka berhasil menembus fase gugur, pencapaian yang sebelumnya tak pernah mereka lakukan dalam 10 tahun terakhir. Sayang, di babak 32 besar mereka takluk dari AS Roma. Sementara di kompetisi domestik, Feyenoord hanya menduduki posisi empat.

Meski begitu, Feyenoord tetap bertahan dan terus mencoba menstabilkan performa mereka di kompetisi. Puncak dari kesabaran Feyenoord akhirnya terbayarkan pada kompetisi musim 2016/2017.

Mereka berhasil meraih gelar juara Eredivise. Itu adalah gelar pertama mereka dalam 18 tahun terakhir. Selain itu, satu hal yang cukup membanggakan pula adalah kesuksesan mereka kembali tampil di Liga Champions musim depan. Kali terakhir Feyenoord tampil di Liga Champions adalah musim 2002/2003.

Dari sini kita lihat bahwa Feyenoord hendak kembali menancapkan kekuatannya di seantero Eropa. Di kompetisi Eropa, Feyenoord sendiri pernah menjuarai Liga Champions pada 1970 dan Piala UEFA (sekarang Liga Europa) sebanyak dua kali pada 1974 dan 2002. Maka Feyenoord bisa dibilang telah kembali ke habitatnya sebagai kesebelasan yang bersaing untuk meraih gelar di kompetisi Eropa.

Door Duisternis tot Licht, Feyenoord....

Komentar