Sensasi Si Bengal Cassano

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Sensasi Si Bengal Cassano

Cassano selalu mengundang sensasi. Cassano selalu menghadirkan kontroversi. Memang bukan Antonio Cassano kalau segala polah tingkahnya tidak menarik perhatian seluruh dunia. "Anarki selalu ada di sekitaran sudut Cassano," cetus Fabio Capello, mantan pelatihnya di AS Roma dan Real Madrid, seperti dikutip dari Dream Team FC.

Sebelum menjadi pesepakbola terkenal, Cassano punya masa lalu yang kelam. Pemain yang lahir di kota Bari ini akrab dengan kemiskinan sejak ia lahir. Kemiskinan tidak lepas dari sepeninggal ayahnya ketika Cassano masih bayi. Sementara ibunya harus bekerja di dua bidang berbeda untuk memenuhi kebutuhan di Bari sebagai kota termiskin di Italia saat itu.

Di masa pertumbuhannya, Cassano selalu bermain sepakbola. Kemudian ia ditemukan pemandu bakat dan mengajaknya bergabung dengan akademi sepakbola Bari. Sampai pada akhirnya penyerang yang dikenal bengal itu mencicipi debutnya di Bari dalam usia 17 tahun pada 1999.

Satu pekan setelah debutnya, Cassano mencetak gol individual yang fantastis ke gawang Internazionale Milan. Kala itu ia menggiring bola dan melewati Christian Panucci dan Laurent Blanc yang merupakan bek kelas dunia. Pada Serie-A 1999/2000 jugalah Cassano digembor-gemborkan sebagai permata dari Bari. Bagi pendukung Bari, ia adalah talenta yang berbakat dan menonjol, walau mereka sadar bahwa mustahil Cassano akan terus bertahan di kesebelasan tersebut.

Kemudian Roma menjadi kesebelasan berikutnya yang mendapatkan jasa pemain muda paling mahal sepanjang sejarah dengan harga 30 juta euro kala itu. Perpindahan pemain memang merupakan kebebasan bagi siapapun. Tapi kepergiannya dari Bari merupakan awal bagi Cassano untuk selalu berpindah-pindah klub. Di Roma, Cassano menjadi mitra yang baik dengan Francesco Totti.

Bahkan Cassano menerima servis-servis yang baik dari Totti selama di lapangan. Hal itu bisa terbukti dengan 29 gol dari lima musimnya bersama kesebelasan berjuluk I Lupi (Si Serigala) tersebut. Namun saat proses kontrak baru, hubungan Cassano dengan Roma semakin kompleks. Ia mencoba meminta naik gaji dan mengklaim dirinya sedang berada dalam puncak permainannya.

Kemudian Cassano pergi beberapa minggu sebelum kontraknya berakhir ke Real Madrid dengan harga 5 juta euro. Artinya, pada waktu itu Roma kehilangan pemain kunci sekaligus potensi penjualan besar yang sedang dibutuhkan saat itu. Kepindahannya itu membuat Cassano dipertemukan kembali dengan Capello. Kehidupan pemain kedua Italia di Madrid setelah Panucci itu pun berubah layaknya selebritis.

Ia lebih banyak melakukan kekonyolan ketimbang mencetak gol. Salah satunya ketika tertangkap kamera sedang menirukan Capello sebelum pertandingan. Hubungan dengan Capello dan klub pun menegang karena ia cuma mencetak dua gol dari 19 pertandingan Madrid. Bahkan sebelum bertunangan dengan Carolina Marcialis pada 2008, Cassano sempat mengaku pernah meniduri lebih dari 600 wanita.

Petualangan Cassano di Madrid berakhir setelah dipinjam dengan opsi permanen ke Sampdoria pada 2007 silam. Di negara kelahirannya, ia berhasil bangkit setelah menjaringkan 35 gol selama empat musim berseragam Sampdoria. Hal itulah yang membuat AC Milan tidak berpikir ulang untuk merekrutnya pada 2011 lalu dengan harga 1,7 juta euro.

Tapi masalah kesehatan sempat menjadi kendala Cassano bersama Milan. Ia sempat menderita stroke ringan dan harus menjalani operasi untuk memperbaiki detak jantungya. Cassano pun dituntut mengubah pola hidupnya, namun ia tampak tidak pernah memperhatikan peringatan tersebut. Cassano pun dilego ke Internazionale Milan dengan harga 4 juta euro.

Di Inter, Cassano lebih sering berdebat dengan Andrea Stramaccioni yang merupakan pelatihnya saat itu. Bahkan mereka beberapa kali hampir terjadi pertarungan fisik. Sampai pada akhirnya ia dipinjamkan ke Parma pada bursa transfer musim panas 2013. Di Parma-lah kehidupannya mulai lebih baik. Perlahan Cassano mulai mengurangi konsumsi roti yang selalu dimakan berlebihan. Ia juga selalu terlihat berusaha meningkatkan kebugaran dan fisiknya sampai berat badannya turun 10 kilogram. Hasilnya, Cassano masih dipanggil ke dalam skuat Italia untuk Piala Dunia 2014.

Kebangkrutan Parma akhirnya membuat Cassano kembali ke Sampdoria pada 2015 lalu. Sampai pada akhirnya Hellas Verona menampungnya setelah dibiarkan menganggur oleh Sampdoria pada awal Juli 2017. Tapi baru delapan hari bergabung, Cassano mengumumkan pensiun dari sepakbola dalam usia 35 tahun. Keluarga dan kerinduannya kepada kampung halaman adalah alasannya.

Di sinilah Cassano kembali mengundang kehebohan. Ketika jumpa pers mengenai keputusan pensiun dilakukan, ia justru mengurungkan niatannya untuk pensiun. "Pilihan saya adalah terus bermain. Pada pagi hari saya sempat merasa lemah. Saya terlalu emosional," tuturnya seperti dikutip dari Football-Italia.

Cassano malah menganggap bahwa musim depan adalah tantangan baru baginya. Rupanya, salah satu yang membuatnya menunda pensiun adalah presiden dan pelatihnya yang membawa keluarga Cassano untuk tinggal di Verona.

"Manajemen membuat mukjizat dengan membawa keluarga saya ke ritiro, saya ingin kembali ke lapangan. Istriku sangat senang. Mereka tidak sabar untuk melihatku bermain. Kami semua senang, ini adalah hal yang indah yang akan memberikan saya kekuatan lebih besar lagi," sambungnya.

Keinginannya untuk pensiun memang sempat membuat gempar. Tapi mungkin itulah cara Si Bengal untuk menunjukkan eksistensinya di sepakbola. Secara tidak langsung ia memberi tahu pada dunia bahwa seorang Cassano masih berkarier di Serie A Italia. Dari sini mungkin akan mulai banyak yang menantikan sepak terjang Cassano bersama Hellas Verona yang berstatus sebagai kesebelasan promosi.

Sumber lain: Calcio Mercato

Komentar