Mencungkil Usil, Panenka

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mencungkil Usil, Panenka

Andrea Pirlo mengelabui Joe Hart pada Piala Eropa 2012 dengan teknik ini untuk mengecap momen ikonik dalam karier. Orang Italia lain, Francesco Totti, lebih dulu melakukannya saat menaklukan Edwin van der Saar di Piala Eropa 2000.

Zinedine Zidane malah mencetak gol terakhirnya lewat cara seperti itu. Pada laga pamungkas karier di final Piala Dunia. Penyerang veteran Uruguay, Sebastian Abreu minta dikenang karena turut mencobanya tatkala mengirim La Celeste menembus semifinal Piala Dunia 2010.

Kesampingkan sejenak turnamen internasional. Sebab ada kaki kiri Lionel Messi yang fasih mengeksekusi dengan teknik demikian. Biasanya untuk memperindah kemenangan telak Barcelona atau terkadang pelengkap trigol rutin La Pulga.

Mereka seolah bersiasat dengan tensi tinggi. Ketegangan yang teredam dengan sikap tenang. Mengerti makna penting, tapi kalem dan elegan tetap tidak boleh terkesampingkan.

Menyebut satu nama, satu cara: Panenka. Mari putar ke belakang sampai 44 tahun silam. Jauh sebelum penuh sesak seperti edisi tahun 2016, putaran final Piala Eropa 1976 hanya berisi empat tim terbaik dari babak kualifikasi. Tuan rumah Yugoslavia kedatangan tiga tim Eropa Barat: Belanda, Cekoslowakia, dan Jerman Barat.

Singkat cerita, pertandingan final mempertemukan dua negara yang disebut belakangan. Skor 2-2 pada waktu normal memaksa laga berlanjut ke adu penalti. Sekalipun gawang Jerman Barat dijaga kiper Sepp Maier, para pengeksekusi titik 12 pas Cekoslowakia sukses melaksakan tugas.

Jerman berada di titik nadir, setelah penendang keempat Uli Hoeness (yang kelak menjadi Presiden Bayern Muenchen) gagal total. Dengan skor 4-3, maka penalti kelima Cekoslowakia berhak menentukan juara.

Waktu berjalan untuk menyajikan momen bersejarah. Antonin Panenka bisa bersikap normal dengan menempatkan bola ke sudut sulit terjangkau dengan sepakan keras. Melihat eksekusi Hoeness melambung jauh entah kemana, Panenka bersikap kontras.

Dia berlari ke titik putih dengan cepat seolah-olah akan menyepak kencang. Sepatunya menyentuh bagian tengah bawah bola. Terangkat rendah. Sepakan Panenka mengambang ke tengah gawang dengan lengkungan parabola. Si kulit bundar bergerak perlahan, tapi Maier keburu meloncat ke sisi kiri badan.

Seandainya Maier tetap dalam posisi awal, bola sepakan Panenka mudah saja dia dekap. Seandainya Maier berdiam diri barang sejenak, hidup bisa seakan-akan tidak terjadi apapun. Ah, kata ‘seandainya’ tidak relevan karena kita tidak bernafas di dalam dimensi pengandaian.

Cekoslowakia juara dan Panenka mewarisi sebuah karya.

Akibat Kalah Taruhan

Entah apa yang ada di kepala Panenka saat itu. Terkesan usil, menyebalkan, dan mudah memancing komentar, ‘Apa-apaan aksi barusan?!’. Pembingkaian media kepada eksekusinya juga menggiring opini dia sengaja mengerjai Maier.

Karier Si Kucing dari Anzing, julukan Maier, kadung punya cemar akibat aksi ‘melampaui zaman’ Panenka. Namun dia bersumpah, cungkilan bolanya bukan untuk membuat Maier terlihat konyol. Siapa juga yang sanggup bercanda pada periode kritis seperti itu?

Maier mungkin saja risih saat ada yang menyebut nama Panenka di sisa hidupnya. Panenka hanya bisa maklum kalau memang demikian adanya.

“Saya memilih teknik penalti seperti itu, karena saya lihat dan yakin itu cara yang paling mudah sekaligus sederhana untuk mencetak gol. Resep simpel,” ungkapnya kepada situs resmi UEFA.

Proses penciptaan eksekusi penalti itu jauh sebelum Panenka memperdayai Maier. Dia berkisah, setelah latihan rutin dia biasa taruhan dengan kiper Ivo Viktor dalam adu penalti. Sebagai penendang, Panenka terlalu sering kalah. Uangnya lenyap untuk membayar cokelat dan bir.

Panenka lantas merenungkan cara untuk menaklukan sang kiper tangguh. Banyak waktu pada malam hari dia habiskan demi mencari solusi. “Bagaimana kalau saya melambatkan sepakan dan menendang secara pelan ke posisi awal kiper berdiri?”.

Berhasil! Nasibnya membaik pada taruhan di akhir sesi latihan. Kemudian dia berani praktikkannya pada laga persahabatan. Juga beberapa pertandingan liga.

Setidaknya tiga puluh kali Panenka mengeksekusi dengan gaya begitu. Hanya sekali gagal! Untungnya ini terjadi pada pertandingan uji coba. Itupun karena ada genangan besar di depan gawang. Alhasil, kiper enggan bergerak cepat dan bola tertangkap.

Untuk timnas Cekoslowakia, Panenka melakukan teknik khasnya dua kali tanpa gagal. Tentu saja termasuk satu momen krusial di Beograd pada 20 Juni 1976. Sejak saat itu, namanya melegenda.

Tanpa penalti tersebut, Panenka bisa saja terlupakan dengan mudah. Dia menghabiskan 14 tahun masa karier dengan membela klub medioker sekelas Bohemians Praha. Panenka malah tidak terlibat dalam satu-satunya kesuksesan Bohemians menjuarai Liga Cekoslowakia pada musim 1982-83.

Dia keburu pindah ke tim raksasa Austria, Rapid Vienna pada 1981. Dengan Die Gruen-Weissen, Panenka panen kejayaan dengan dua kali juara Liga Austria dan tiga trofi Piala Austria. Perekrutan Rapid Vienna terjadi sebagai ganjaran atas kegemilangan Panenka dengan timnas Cekoslowakia.

Selain mengantarkan timnasnya juara, Panenka juga menembus Tim Turnamen Piala Eropa 1976. Pada edisi selanjutnya, Cekoslowakia hanya sanggup merebut posisi ketiga. Sekalipun begitu, Panenka dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Cekoslowakia pada tahun 1980.

Sedikit pesepak bola yang namanya diabadikan sebagai istilah suatu gerakan ikonik. Ada ‘Cruyff Turn’ atau Putaran Cruyff, merujuk aksi memutar Johan Cruyff yang terjadi saat Belanda melawan Swedia di Piala Dunia 1974. Sementara, orang Prancis biasa menyebut sepakan salto keras dengan ‘Une Papinade’, sebagaimana apa yang dilakukan Jean-Pierre Papin.

Zidane juga punya satu gerakan ikonik. Namanya, ‘Marseille Roulette’, teknik memutar 360 derajat sembari mengalihkan bola dari satu kaki ke kaki lainnya. Nama ‘Zidane’ tidak digunakan, tapi justru ‘Marseille’ sebagai kota tempat lahirnya.

Negara lain punya istilah yang berbeda merujuk gerakan yang sama. Orang Brasil menyebut, ‘Garrincha Turn’. Publik sepak bola Argentina bisa pula mengidentifikasinya sebagai ‘Maradona Turn’. Sementara gim PlayStation sempat melabeli gerakan ini dengan ‘Rocastle 360’, menyinggung nama legenda Arsenal, David Rocastle.

Pada bola basket, gerakan khas pemain legendaris juga kerap tersaji dalam istilah. Kareem Abdul Jabar punya Skyhook. Hakeem Olajuwon khas dengan Dream Shake. Dirk Nowitzki terkenang lewat One-legged fadeaway. Tim Duncan mematikan lewat Bank Shot. Michael Jordan punya senjata ampuh bertitel Jordan’s Fadeaway. Penamaan ini penting sebagai bentuk apresiasi atas proses penciptaan yang selanjutnya memungkinkan modifikasi terjadi.

Demikian juga untuk Panenka lewat inovasi penaltinya. Namanya terus diulang saat teknik cerdik itu kembali ditampilkan. Entah hasilnya sukses atau gagal memalukan. Teknik penalti yang membedakan nasib Panenka dari pemain Cekoslowakia lainnya.

Kiper Ivo Viktor memang punya catatan individu lebih mentereng dengan lima kali menjadi Pemain Terbaik Cekoslowakia. Penyerang Zdenek Noheda yang bermain bersama Panenka boleh tercatat sebagai pemain dengan penampilan terbanyak bagi timnas.

Namun, nama Panenka yang masih paling mungkin kembali tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Tanpa perlu orang tahu jalan karier atau bahkan tampilan fisik pemain kelahiran Praha, 71 tahun lampau.

Panenka pun tidak seperti Cruyff yang begitu mahsyur dalam sejarah sepak bola. Bukan pemain generasional dan juru taktik berfalsafah jenius. Sekarang, Panenka menjabat Presiden Bohemians 1905, nama era modern Bohemians Praha. Agak sulit menyandingkan kedua sosok ini dalam satu kotak prestasi yang sama.

Namun, nama Panenka bisa sejajar dengan Cruyff dalam konteks penyebutan istilah gerakan ikonik. Tanpa perlu orang tahu seperti apa nasib karier Panenka setelah tendangan bersejarah itu.

Cungkilan usil Panenka masih menjadi sentuhan terakhir yang berbuah trofi Piala Eropa bagi Cekoslowakia. Bahkan juga untuk dua negara baru setelahnya, Republik Ceko dan Slowakia.

Sebab pada awal 1990-an banyak dinamika bersejarah terjadi. Selain Cekoslowakia yang terpecah menjadi dua negeri, Jerman pun mengalami unifikasi.

Hanya penalti Panenka yang masih utuh dan abadi.

uefa/fifa/espn.

Komentar