Edy Jangan Out!

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Edy Jangan Out!

Oleh: Izzul Qudsi*

Beberapa minggu terakhir, para penggemar sepakbola Indonesia ramai menuntut Edy Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI untuk meletakkan jabatannya sebagai buntut dari melempemnya prestasi timnas Indonesia di AFF 2018. Kesedihan belum reda karena setelah kegagalan tersebut, kita kembali digegerkan lewat informasi bobroknya federasi olahraga kesukaan jutaan umat ini. Lewat Mata Najwa pada Rabu (28/11) pekan lalu, mantan mafia dan pelaku sepakbola yang terdzolimi buka-bukaan. Berdasarkan fakta yang saya tafsirkan dalam acara ini, terpikir oleh saya untuk menggalakkan tagar baru: #EdyJanganOut.

Adalah benar Pak Edy sering blunder dengan salah memilih kalimat untuk merespons pertanyaan wartawan di media massa. Benar juga beliau tidak selalu dapat hadir di Jakarta untuk mengurusi PSSI, dan juga tidak ada yang tidak tahu bahwa beliau terlalu sibuk di Sumatera Utara menjalankan amanah dari warga sebagai gubernur. Tapi, apakah semua kebobrokan PSSI dan nir-prestasi tim nasional kebanggaan kita adalah semata-mata salah beliau? Coba tonton lagi tayangan semalam, terutama bagian di mana terdapat kedua anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Betapa ada tabir yang berusaha ditutupi oleh oknum-oknum Exco ini agar seolah-olah menunjukkan tak ada yang tak beres di PSSI di mata Sang Jenderal.

Dear, Pak Edy. Sebelumnya saya ingin meminta maaf sempat juga ikutan menertawai meme tentang beberapa wawancara Anda dengan media, juga ketidaksempatan saya melihat rekam jejak kemiliteran bapak sebelum menjabat sebagai Ketua Umum PSSI. Sebagai mahasiswa, saya merasa bodoh untuk tidak cukup kepo sebelum menghakimi kapabilitas Anda dalam memimpin suatu organisasi. Tidak sepatutnya saya meragukan integritas seorang purnawirawan jenderal. Terima kasih Bapak Refrizal, Ketua Teknis dan Pengembangan PSSI, yang mengingatkan saya dengan menyebutkan bahwa Pak Edy cukup kebal terhadap suap yang sempat ditawarkan kepada beliau.

Tapi Pak Edy, tidak bisa dimungkiri bahwa khalayak sudah cukup kehilangan banyak respect kepada Anda terkait hasil kepemimpinan Anda dalam dua tahun terakhir. Jelas bahwa Anda tidak menguasai para “bawahan” Anda di PSSI dan malah terkesan dikerjain oleh beberapa oknum. Akui saja, dua tahun pertama, Anda tidak berjalan dengan semestinya dan perbaikan itu perlu dilakukan. Cara Anda memimpin misalnya, saya tahu bapak punya kemampuan yang berlebih, hanya segelintir dari jutaan rakyat Indonesia yang mampu mendapatkan gelar jenderal. Setahu saya, bapak cukup keras terhadap hal yang tidak benar. Dalam sebuah cuplikan, saya melihat bapak memberikan “pelajaran” kepada suporter PSMS yang berulah di Stadion Teladan, Medan, beberapa bulan lalu. Mungkin, para oknum ini perlu juga mendapatkan “pelajaran” yang serupa agar nurut dan tidak lagi berulah.

Dear, Pak Edy. Saya bukan wartawan “yang baik” bukan pula pesepakbola profesional yang dapat membantu mengangkat prestasi tim nasional Indonesia. Saya hanya seorang suporter garis tidak keras sebuah klub dari Gresik yang sempat meramaikan papan atas Liga Indonesia medio pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an. Tapi, sebagai suporter saya berani menjamin bahwa saya adalah suporter yang baik. Saya sangat rajin untuk hadir ke Stadion Tri Dharma sejak tahun 2000. Bahkan sejak merantau dari 2008 hingga sekarang, baru tahun 2018 ini saya tidak sempat “beribadah” ke stadion markas PS Petrokimia Putra itu. Saya memang tak cukup beruntung untuk pernah nonton Timnas Garuda bertarung di Gelora Bung Karno, tapi saya termasuk salah satu supporter yang turut mengawal ke Thailand untuk final AFF 2016 silam.

Saya pun tak berbeda dengan para penggemar sepakbola Indonesia lainnya. Saya juga tidak puas dengan kepemimpinan bapak. Bahkan kekecewaan saya semakin menjadi dengan fakta Anda tak mampu mengatur para pengurus PSSI seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Saya adalah orang yang awalnya menaruh harapan sangat tinggi kepada Anda ketika terpilih menggantikan La Nyalla Mattalitti 2016 silam. Namun beberapa bulan terakhir saya pun bergabung dengan rombongan pengusung hashtag #EdyOut.

Dear, Pak Edy. Dengan saya tulis artikel ini saya bermaksud untuk menggalakkan tagar baru #EdyJanganOut. Sekali lagi saya ingin menaruh harapan yang sangat besar kepada Pak Edy yang terhormat. Kami memang sudah hilang rasa hormat, tapi bukan berarti kami tidak bisa memaafkan. Pun, saya yakin dengan kondisi seperti ini bapak juga tak ingin mundur dan mengotori Curriculum Vitae yang sudah cukup mentereng dengan catatan buruk imbas dari kegagalan dalam memimpin PSSI. Masih ada waktu yang cukup untuk berbenah, Pak. Dengan kekuatan dan integritas bapak, saya yakin bapak mampu mengatasi masalah ini. Dimulai dengan melindungi dan memfasilitasi para pembuka kebobrokan PSSI semalam untuk membongkar sampai ke akar-akar kebusukan yang ada di dalam tubuh federasi ini.

Dear, Pak Edy. Mudah memang buat saya untuk menulis ini dan itu di artikel ini. Sementara itu adalah sebuah pekerjaan yang sangat-sangat berat apa yang saya dan mungkin juga semua penggemar sepakbola di Indonesia harapkan untuk Anda kerjakan. Oleh dari itulah kenapa saya mohon kepada bapak untuk tidak mundur terlebih dahulu dan menuntaskan tantangan ini. Butuh orang dengan track record luar biasa seperti bapak untuk melawan jaringan-jaringan mafia yang sudah merambat di tubuh PSSI ini. Selain pak Edy, siapa lagi tokoh besar dengan kemampuan sehebat bapak dengan kepedulian seperti Anda kepada persepakbolaan Indonesia? Saya memilih untuk berharap kepada Anda dibanding harus bertaruh kepada orang lain yang belum tentu punya niat setulus bapak untuk mengatur urusan bal-balan di Indonesia.

Sekian dari saya, Pak Edy. Oh ya, beberapa minggu lalu sebelum tagar #EdyOut, saya sangat sedih mengetahui nasib kesebelasan kesayangan saya, Persegres Gresik United, kembali terdegradasi dan akan main di Liga 3 tahun depan ketika saya pulang ke Indonesia.

Tahun lalu, saya sempat menonton langsung pertandingan Persegres Putra FC, tim asal Gresik lainnya, yang berlaga di Liga 3 dan berharap kelak bakal bermain bersama di Persegres GU di Liga 1 (tahun lalu sebelum terdegradasi). Harapan saya melihat mereka bermain bersama ternyata menjadi kenyataan, namun di Liga 3. Eh kok jadi curhat, tidak apa-apa ya buat memenuhi syarat tulisan ini dimuat minimal harus 900 kata soalnya.

Tapi, Pak, saya ikhlas di divisi manapun mereka harus bermain bersama asalkan dipimpin oleh federasi yang bersih dan benar. Saya akan kembali mengawal mereka untuk mengejar prestasi dengan bersih tanpa masalah pengaturan skor dan keterlambatan gaji. Nanti, sepulang saya dari menuntut ilmu di negeri orang.

Akhir kata, #EdyJanganOut.


*Penulis adalah suporter garis lunak Tim Nasional Indonesia, PS Petrokimia Putra, Persegres FC, Inter, dan Nottingham Forest FC. Biasa ngetwit pakai akun @panjoel4 dan @LennonNMe.

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar