Wiel Coerver: Tuntutlah Ilmu Sepakbola Sampai Ngebul

Klasik

by redaksi

Wiel Coerver: Tuntutlah Ilmu Sepakbola Sampai Ngebul

Tercatat 94 pemuda dari pelbagai daerah tiba berturut-turut di Ngebul, Salatiga. Harapan ngebul tersirat dari wajah mereka untuk menjadi pemain sepakbola kenaaman Indonesia. 1 Februari 1975, Diklat PSSI Salatiga akhirnya dibuka oleh ketua PSSI dan Pelatih timnas kala itu Willy Coerver. Diklat ini bukanlah training camp semata tapi melainkan sekolah �bagi pemuda berusia 18-22 tahun yang lolos seleksi PSSI.

Program ini ditangani secara langsung�oleh pelatih timnas Wiel Coerver bersama asistennya Wim Hendriks. "Saya berjanji dibawah penanganan saya, anak-anak ini dapat memainkan sepakbola yang bermutu," ucap Coerver.

"Dalam latihan selalu saya rangsang agar mereka bersemangat penuh, di depan mata saya mereka selalu giat, tapi sering kalau saya lengah mereka kembali jadi alon-alon lagi. Perhatian kepada mereka harus sangat extra, saya ingin mereka berlatih serius!" keluh coerver.

Program yang diterapkan Coerver ini memang amat berat. Para pemain diwajibkan mengikuti 3 session latihan tiap harinya. Beberapa tekhnik dasar tertentu seperti menggiring bola dengan sisi-luar kaki kemudian berbelok dan lain-lain. Penghafalan adalah materi yang sering diberikan. Mereka wajib menghafal taktik, latihan dasar dan teknik-teknik tanpa harus mempraktekannya.

Di masa itu PSSI memang sedang serius-seriusnya menggumpal harapan di Ngebul, Salatiga. Program yang dulu hanya sebatas TC kini statusnya ditingkatkan sudah menjadi diklat. �Mereka tak hanya dididik soal urusan bola saja, pendidikan formal pun mulai mereka dapatkan. Sesuai rencana tim ini memang dipersiapkan Coerver untuk mengikuti Pra Olimpaide 1976, Asian Games dan Piala Dunia 1978. Untuk mencapai itu �butuh intelegensi pemain yang tak bisa didapat dari bermain bola saja.

Di masa itu, PSSI memang menggelontorkan dana ratusan juta rupiah guna menyulap Ngebul menjadi sebuah komplek olahraga kelas wahid di Indonesia. Parah ahli pun ditempatkan disana mulai dari dokter hingga psikolog.

Selama mengikuti Diklat para peserta dibebaskan sama sekali dari biaya board dan lodging serta fasilitas latihan. Disamping itu para pemain pun mendapat uang saku Rp,10.000/bulan. Jika dinominalkan pada zaman ini berkisar 10 juta rupiah.

Dengan fasilitas wah yang seperti ini wajar saja jika masuk Diklat Salatiga adalah impian para pesepakbola muda kita. Terlebih selama mengikuti diklat mereka akan dididik oleh salah satu pelatih terbaik dunia - Wiel Coerver. Pelatih yang akrab disapa sebagai profesor sepakbola ini terkenal berkat metode latihannya yang jadi panduan klub-klub besar di Eropa. Bersama Feyenord Coerve membuat klub itu menjuarai UEFA Cup.

Sayangnya Coerver tak dimanfaatkan betul di negeri ini. Rencana matang yang telah ia susun bersama diklat Salatiga mesti berantakan akibat PSSI tak memperpanjang kontraknya. Kala itu nada sumir terdengar bahwa Coerver memang berseteru dengan ketua PSSI Bardosono akibat bonus yang tak kunjung cair. Alhasil Coerver pun mesti meninggalkan Indonesia dan diklat salatiga sambil berkaca-kaca.

(wam)

Komentar