Taktik Andrea Pirlo yang Terinspirasi dari Banyak Tokoh

Taktik

by 45150

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Taktik Andrea Pirlo yang Terinspirasi dari Banyak Tokoh

“Faktanya, pada sepakbola modern, makna dari peran pemain sudah berganti. Tidak lagi posisi tetap yang mengidentifikasi karakteristik seorang pemain, tapi lebih dari itu yaitu fungsi yang berbeda. Oleh karena itu tugas yang dilakukan pemain pada sebuah pertandingan digunakan untuk mengidentifikasi pemain tersebut,” begitulah sedikit kutipan dari disertasi Andrea Pirlo pada kursus pelatih UEFA Pro yang ia selesaikan beberapa hari sebelum pertandingan pembuka Serie A 2010/21.

Pirlo mendapat nilai 107 dari nilai maksimum 110 pada ujian akhir untuk mengantongi lisensi wajib bagi pelatih Serie A. Mengenai disertasi soal peran pemain itu, ia mengungkapkan sosok yang menjadi inspirasi dari pemikiran tersebut. Tokoh ternama seperti Johan Cruyff, Pep Guardiola, Louis van Gaal ketika melatih Ajax, Carlo Ancelotti ketika melatih AC Milan, dan Antonio Conte ketika melatih Juventus menjadi tokoh yang mempengaruhi pemikiran Pirlo.

Ia langsung menerapkan apa yang ia pelajari pada laga pertama Serie A kontra Sampdoria. Juventus menang meyakinkan dengan skor 3-0. Permainan cair dan fleksibilitas posisi sangat terlihat pada pertandingan tersebut. Pirlo memulai karirnya sebagai pelatih dengan sangat baik. Juventus terlihat kuat pada setiap fase permainan dengan formasi dasar 3-5-2.

Menyerang

Wojciech Szczesny melakukan distribusi bola pendek pada situasi tendangan gawang. Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini turun menawarkan opsi pendek. Bek kanan bagian kanan Danilo dan bek sayap kiri Gianluca Frabotta membuka sudut untuk progresi. Sementara Adrien Rabiot dan Weston McKennie memberi opsi progresi ke tengah. Bonucci memiliki peran penting pada fase build-up ini dengan umpan penetrasi yang berkualitas. Chiellini sebagai pemain kidal yang dipasang di kiri juga memperlancar progresi Juventus.

Seluruh pemain terlihat nyaman dengan bola. Juventus mencatatkan total 728 umpan dengan 90% umpan sukses. Mereka tidak memainkan bola datar dari kotak penalti ke kotak penalti lawan, Juventus kerap melakukan umpan lambung untuk memindahkan arah serangan dengan cepat. Dua bek sayap mereka memperluas area permainan.

Permainan cair dan fleksibilitas sangat terlihat ketika Juventus menguasai bola di area lawan. Danilo sering tidak berada sejajar dengan garis pertahanan Juventus. Ia lebih naik untuk membentuk tiga gelandang dengan Rabiot dan McKennie. Peran ini menyerupai peran inverted fullback yang diberi Guardiola ketika bek asal Brasil tersebut masih membela Manchester City.

Rabiot dan McKennie tidak terpaku pada sisi di mana ia ditempatkan di formasi dasar. Perbedaan kaki terkuat memberikan beberapa keuntungan bagi progresi Juventus. Contohnya ketika Rabiot yang merupakan pemain kidal, akan lebih efektif untuk memindahkan arah serangan jika beroperasi sebagai gelandang kanan dan sebaliknya berlaku untuk McKennie. Ketika di pasang di sisi yang sama dengan kaki terkuat, maka progresi Juventus ke sayap sisi tersebut akan lebih lancar. Grafik rata-rata posisi McKennie (14) dan Rabiot (25) yang menempel mengindikasikan mereka kerap bertukar sisi.

Tokoh penting Juventus pada fase ini ialah Aaron Ramsey yang di atas kertas bermain sebagai gelandang tengah bagian kiri. Pirlo memberikan kebebasan bagi Ramsey untuk bermain seperti pemain nomor 10. Ia bisa turun untuk meminta bola, mengeksploitasi ruang antar lini, atau menempel garis pertahanan lawan ketika Cristiano Ronaldo atau Dejan Kulusevski turun.

Ramsey berperan penting sebagai penghubung antar lini ketika Ronaldo dan Kulusevski tetap di atas. Gelandang 29 tahun itu membuktikan kualitas pada posisi naturalnya. Catatan enam umpan kunci menyamai raihannya ketika menghadapi Leicester tahun 2014 dan Wolves tahun 2011. Ramsey pandai mencari posisi untuk memberikan opsi progresi di ruang antar lini. Contohnya pada gol ketiga Juventus di bawah ini. Ramsey menemukan ruang antar lini dan melepaskan umpan terobosan ke Ronaldo.

Jika salah satu dari dua striker tersebut turun, Ramsey berada di garis pertahanan lawan sehingga bek lawan tidak bisa naik untuk mempersempit ruang antar lini. Postur 182 cm membuat ia tidak terlalu buruk untuk menjadi opsi bola udara. Gol pertama Juventus yang dicetak Kulusevski tercipta dari situasi ini.

Ronaldo turun, Ramsey mengunci garis pertahanan lawan. Rabiot memberikan umpan lambung ke Ramsey yang melanjutkan dengan sundulan ke Ronaldo. Bintang Juventus itu mencoba melakukan dribel meski gagal, bola muntah langsung disambar Kulusevski dengan tembakan sentuhan pertama. Permainan cair dan tidak terpaku pada posisi awal ini mengindikasikan Pirlo yang sukses menerapkan gagasan pada disertasinya.

Debut manis bagi Kulusevski yang meraih gelar Pemain Muda Terbaik Serie A 2019/20 ketika membela Parma. Ronaldo tetap menunjukkan determinasi dan kualitas dengan catatan 10 tembakan dan satu gol. Perlu diingat mereka masih memiliki Paulo Dybala yang absen karena cedera.

Tidak hanya membuat peluang dari tengah lewat Ramsey, Juventus juga kerap melepaskan umpan silang. Jika tidak terdapat ruang di tengah, mereka masih memiliki opsi di sayap lewat Juan Cuadrado dan Frabotta. Target ketika umpan silang tentu saja Ronaldo dengan ciri khas lompatan tinggi seperti terbang.

Transisi

“Saya dan staf saya mencatat bahwa tim papan atas mencoba merebut bola kembali sebanyak 30-35 kali dengan 70% tingkat kesuksesan. Rata-rata aksi merebut bola kembali yang sukses ada di sekitar lima detik (setelah lawan memegang bola) dan melibatkan 2,5 pemain,” ujar Pirlo pada disertasinya. Tidak perlu mendalami angka menyilaukan itu untuk menyimpulkan suatu hal. Pirlo ingin timnya melakukan counter press, merebut bola kembali secepatnya setelah kehilangan bola.

Counter press menjadi opsi utama Juventus ketika kehilangan bola. Mereka akan menyerbu lawan yang mendapatkan bola, terutama ketika lawan berada di dalam shape Juventus. Ramsey memiliki determinasi tinggi untuk merebut kembali bola. Begitu pula dengan pemain baru Kulusevski dan McKennie.

Juventus melakukan counter press dengan intensitas tidak terlalu tinggi dan kembali mengorganisasi pertahanan ketika lawan berhasil keluar dari tekanan. Mereka juga kerap menggunakan tactical foul untuk menghentikan serangan balik lawan.

Ketika transisi dari bertahan ke menyerang, Juventus beberapa kali melancarkan serangan balik dengan outlet variatif. Jika Ronaldo dan Kulusevski memiliki ruang di area tinggi, maka mereka menjadi target. Jika Ramsey memiliki ruang, maka pemain Wales inilah yang dituju.

Bertahan

Salah satu penurunan kualitas Juventus di bawah Maurizio Sarri adalah pertahanan. Juventus kebobolan 43 kali meskipun juara Serie A 2019/20. Terdengar sangat bukan Juventus jika melihat fakta mereka tidak pernah kebobolan lebih dari 30 gol pada lima musim sebelum Sarri masuk. Usaha Pirlo dalam menyelesaikan masalah ini adalah kembali ke formasi tiga bek seperti yang Conte lakukan pada awal dekade lalu.

Meski begitu, menghadapi tim yang lebih inferior seperti Sampdoria di Serie A dan Novara di laga pra musim, Juventus berubah bentuk menjadi 4-4-2 dengan blok menengah. Hal ini dilakukan agar tidak boros pemain di belakang dan bisa merebut bola di area yang lebih tinggi.

Frabotta sebagai bek sayap kiri turun membentuk empat bek. Cuadrado sejajar dengan gelandang pada lini tengah. Danilo sebagai bek tengah bagian kanan sedikit bergeser ke posisi naturalnya yaitu bek kanan. Ramsey berada di posisi gelandang kiri. Perubahan bentuk yang dilakukan oleh Pirlo tetap memperhatikan posisi natural para pemainnya.

Juventus tidak menekan lawan dengan intensitas tinggi. Mereka cenderung melakukan tekanan ketika bola berada tak jauh dari lini tengah Juventus. Ramsey dan McKennie berperan penting pada fase ini. Ramsey mencatatkan enam tekel dan McKennie membuat empat tekel.

Kualitas pemain di lini pertahanan membuat lawan sulit menciptakan peluang meski berhasil progresi. Pengalaman segudang yang dimiliki Bonucci dan Chiellini membuat mereka tidak mudah ditembus. Namun Pirlo paham bahwa ia tidak dapat bergantung pada kedua pemain itu terus-menerus melihat umur yang tak lagi muda. Bonucci berusia 33 tahun dan Chiellini bahkan tiga tahun lebih tua. Pirlo memasukkan bek 22 tahun Merih Demiral pada menit 82 menggantikan Chiellini. Juventus juga masih memiliki Matthijs de Ligt yang baru menginjak usia 21 tahun.

Berbeda dengan formasi dan gaya Juventus ketika menyerang dan transisi yang tampak menjadi pakem, Pirlo bisa saja mengubah pakem bertahan. Menarik dilihat bagaimana bentuk Juventus ketika bertahan jika Danilo absen atau Pirlo lebih memilih Demiral atau De Ligt. Selain itu, Juventus juga belum menghadapi tim yang memiliki pemain nomor 10 yang bisa mengeksploitasi ruang antar lini. Bentuk 4-4-2 umumnya menjadi surga bagi pemain yang gemar menyerang luar antar lini, terlebih jika lini belakang dan lini tengah cenderung flat.

*

Keputusan Juventus memilih Pirlo sempat diragukan karena pria 41 tahun itu baru saja akan mengawali karir pelatih di Juventus U23, alias tidak memiliki pengalaman menjadi pelatih di level atas. Ia langsung dipromosikan setelah Sarri dipecat tanpa sekalipun bertanding bersama Juventus U23.

Pep Guardiola, Zinedine Zidane, dan Frank Lampard menjadi bukti pengalaman di level top bukan segalanya pada sepakbola modern ini. Mereka bertiga tidak gagal pada percobaan pertama menjadi pelatih klub papan atas. Pep dan Zidane bahkan langsung berprestasi. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Pirlo, terlebih Pirlo juga merupakan pemain hebat pada masanya seperti mereka bertiga.

Keraguan sedikit demi sedikit memudar dengan nilai hampir sempurna pada ujian lisensi UEFA Pro, menang meyakinkan pada laga perdana Serie A, dan permainan yang menjanjikan. Pirlo juga mampu menggabungkan kekuatan dari tokoh yang menginspirasi dirinya dalam sepakbola yaitu permainan penguasaan bola seperti Cruyff dan Pep, taktik counter pressing yang menjadi tren sepakbola modern di klub papan atas Eropa, dan pertahanan kuat dengan formasi tiga bek ala Italia seperti yang dilakukan Conte. Tidak ada awal yang lebih menjanjikan dari itu semua.

Komentar