Membedah Lemahnya Antisipasi Sepak Pojok Juventus

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Membedah Lemahnya Antisipasi Sepak Pojok Juventus

Juventus menelan kekalahan di Derby d`Italia ke-230. Menghadapi Internazionale Milan di Stadion Giuseppe Meazza, kesebelasan berjuluk "Si Nyonya Tua" tersebut takluk dengan skor 2-1 pada laga yang digelar Minggu (18/9/2016) malam.

Juventus sempat unggul terlebih dahulu lewat gol Stephan Lichtsteiner. Namun tak lama kemudian, atau tepatnya dua menit berselang, kapten Inter, Mauro Icardi, menyamakan kedudukan. Kemenangan Inter dikunci oleh gol pemain pengganti, Ivan Perisic.

Dari sejumlah faktor kekalahan Juventus, salah satu yang patut disoroti adalah antisipasi sepak pojok Juventus yang menjadi kelemahan laten. Karena dari empat kali kebobolan musim ini, tiga di antaranya berasal dari sepak pojok.

Pertanyaannya kemudian, apa yang menyebabkan Juve kerepotan menghadapi skema sepak pojok? Apakah ada pola khusus yang bisa menaklukkan skuat asuhan Massimilliano Allegri ini lewat sepak pojok?

Dari tiga gol sepak pojok yang bersarang ke gawang Juventus, diciptakan oleh tiga lawan berbeda; Fiorentina, Sassuolo, dan Inter. Gol Fiorentina dicetak Nikola Kalinic, Sassuolo dicetak Luca Antei, sementara Inter oleh Icardi.

Namun dari ketiga gol tersebut, tampaknya kesalahan antisipasi Juventus bukan karena buruknya pola yang dimiliki Juventus, namun memang karena kesalahan individu yang dilakukan para pemain Juventus sendiri. Juve memang menyesuaikan gaya bertahan sepak pojok mereka dengan lawan yang dihadapi.

Saat menghadapi Fiorentina dan Inter, 10 pemain lapangan Juve berada di lini pertahanan. Sementara saat menghadapi Sassuolo, hanya delapan pemain lapangan saja yang berada di lini pertahanan. Jumlah pemain tergantung berapa banyak jumlah pemain lawan yang berada di kotak penalti Juve ketika sepak pojok tersebut terjadi.

Soal penjagaan pemain pun tak ada yang berbeda. Tiga pemain belakang yang memiliki keunggulan dalam duel udara, menjaga pemain lawan berpostur jangkung atau yang memang handal duel di udara. Hanya saja pemain lain selain ketiga pemain tersebut memang tak memiliki kemampuan duel udara yang baik.

Saat menghadapi Fiorentina, Kalinic termasuk pemain yang tidak harus dijaga oleh trio lini pertahanan Juventus, yang kala itu menurunkan Andrea Barzagli, Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini. Barzagli menjaga Davide Astori, Chiellini mengawal Gonzalo Rodriguez, sementara Bonucci berduel dengan Marcos Alonso. Pemain yang bertugas menjaga Kalinic sendiri adalah Alex Sandro.

Alonso memang memiliki postur yang sedikit lebih tinggi dibanding Kalinic (188cm berbanding 186cm). Namun karena Alonso berbadan lebih besar, Bonucci lebih memilih (atau diinstruksikan?) menjaga Alonso. Hanya saja, cukup mengundang pertanyaan mengapa Kalinic yang tangguh di udara dijaga oleh Alex Sandro yang lemah di udara.

Di pertandingan menghadapi Sassuolo, trio lini pertahanan Juventus (kali ini posisi Barzagli digantikan Medhi Benatia) pun sebenarnya menjaga pemain Sassuolo dengan kemampuan duel udara terbaik. Paolo Acerbi dikawal Chiellini, Benatia menjaga Federico Peluso, sementara yang mencetak gol, Luca Antei, dikawal Bonucci.

Tentu tak ada kesalahan soal penjagaan pemain di atas. Namun, kesalahan dilakukan oleh dua individu Juve lain. Pertama oleh kapten Juventus, Gianluigi Buffon, kedua oleh Alex Sandro. Buffon gagal meninju bola ketika bola datang, sementara Alex Sandro gagal mengamankan bola dengan sempurna sehingga tandukannya justru membentur Antei.

Bagaimana dengan gol Icardi? Saat gol Icardi terjadi, Chiellini menjaga Joao Miranda, Barzagli menjaga Murillo, sementara Bonucci ditugaskan mengawal Icardi. Bahkan ketika menerima bola, Icardi tak hanya berduel dengan Bonucci, tapi juga bersama Mario Mandzukic. Gol Inter tersebut, murni karena kehebatan Icardi dalam duel udara.

Secara pola, memang tidak ada yang salah dengan pola bertahan sepak pojok Juventus. Hanya saja, kesalahan-kesalahan individu-lah yang menjadi biang kebobolan Juventus lewat sepak pojok di tiga laga.

Alex Sandro terlibat dalam dua gol yang bersarang ke gawang Juventus. Wing-back asal Brasil ini memang memiliki kelemahan dalam duel udara meski kemampuan menyerangnya menjadi salah satu keunggulannya.

Game Football Manager 2016 hanya memberi angka 7 (dari skala 20) untuk atribut Heading Alex Sandro. Sementara game FIFA 16 memberi nilai 67 (dari skala 99) untuk atribut heading mantan bek Santos ini. Jadi jangan heran jika kita akan sering melihat Alex Sandro kalah dalam duel udara.

Sementara itu, Buffon juga bisa disoroti dalam antisipasi sepak pojok. Gol yang diciptakan Antei menjadi cela dalam permainan sempurna Juve pada laga tersebut (skor akhir 3-1) karena Buffon gagal meninju bola. Selain itu, responnya terhadap bola sundulan memang bisa dibilang lemah karena keempat gol yang tercipta ke gawang Juventus semua berasal dari sundulan.

Hal tersebut yang membuat Juve cukup lemah dalam antisipasi sepak pojok. Perlu diketahui, gol Fiorentina ke gawang Juventus tercipta dari satu-satunya sepak pojok yang didapatkan Fiorentina selama 90 menit. Sementara Sassuolo dan Inter mendapatkan masing-masing lima sepak pojok.

Melawan Lazio dan Sevilla, di mana Juve mencatatkan clean sheet, Juve hanya menghadapi empat sepak pojok kala melawan Lazio dan menghadapi dua sepak pojok menghadapi Sevilla. Jika ditotal, Juve kebobolan tiga gol dari 17 sepak pojok yang mereka hadapi. Akan semakin berbahaya bagi Juve jika mereka menghadapi lebih banyak sepak pojok dalam satu pertandingan.

Bandingkan dengan Juventus yang sudah mencatatkan 22 sepak pojok, tak ada satu pun gol yang berhasil diciptakan dari skema ini. Ketika lawan cukup bisa memanfaatkan sepak pojok menjadi gol, Juve belum bisa melakukannya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian tim pelatih. Karena kubu lawan mungkin akan benar-benar memanfaatkan setiap sepak pojok saat menghadapi Juventus.

Baca juga: Begini cara Inter tumbangkan Juventus

Komentar