Rapor Debut Giampiero Ventura di Jeda Internasional Timnas Italia

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Rapor Debut Giampiero Ventura di Jeda Internasional Timnas Italia

Giampiero Ventura mengambil alih tanggung jawab pertamanya sebagai Pelatih Tim Nasional (timnas) Italia ketika menghadapi Prancis dalam partai persahabatan di Stadion Comunale San Nicola, Bari, Jumat (2/9). Partai persahabatan antara Italia dengan Prancis itu mempunyai pemaknaan, sebagai negara yang memiliki ibukota kembar yang dideklarasikan pada 1956 silam. "Hanya Paris yang layak bagi Roma, hanya Roma yang layak bagi Paris" begitulah bunyi sloganisasi tentang deklarasi ibukota kembar tersebut.

Tapi ketegangan di antara dua negara itu mulai terasa sejak pidato anti Prancis yang dilontarkan Benito Mussolini di Genoa pada 1938 silam. Ketika bapak fasisme dunia itu mengatakan Prancis sebagai bangsa yang hancur karena alkohol, sifilis (penyakit seksual) dan jurnalismenya. Begitu pun dengan sepakbola, kendati kedua seragam timnas mereka sama-sama bewarna biru.

Prancis pernah membenamkan Italia di final Euro 2000. Ketika David Trezeguet yang turun dari bangku cadangan mencetak golden goal ke gawang Francesco Toldo. Kemudian Italia membalasnya di final Piala Dunia 2006. Saat itu provokasi verbal Marco Materazzi berhasil membuat Zinedine Zidane terusir dari lapangan. Hasilnya Prancis kehilangan salah satu eksekutor terbaik penaltinya dan kalah pada prosesi itu dari Italia. Kemudian Ventura mendapatkan tanggung jawab pertamanya sebagai Pelatih Italia untuk mempertaruhkan sejarah-sejarah yang pernah dibuat sepakbola antar kedua negara tersebut.

Namun Ventura langsung dihajar pada debutnya itu oleh lawan sejarah sepakbola negaranya. Italia dikalahkan Prancis dengan skor 3-1 setelah dibobol Anthony Martial, Olivier Giroud dan Layvin Kurzawa. Italia cuma bisa melawan atas satu gol Graziano Pelle. Kekalahan yang menandai awal begitu lambat untuk era Ventura. Keheroikan Antonio Conte pada Piala Eropa 2016 lalu pun lebih cepat dirindukan pendukung Italia.

Sedikitnya merindukan Italia pada Piala Eropa 2016, ketika Italia membuat dunia terpikat karena permainan sebuah tim, bahwa persatuan membuktikan sebagai kunci keberhasilan. Italia hanya mengandalkan kerjasama dan percaya kepada kemenangan yang harus ditularkan kepada generasi berikutnya. Sebab sepakbola adalah olahraga secara tim dan tidak bisa dicapai tanpa adanya upaya kolektif.

Padahal ditunjuknya Ventura agar memberikan ingatan bahwa Italia menuju kemajuan ke arah generasi baru seperti ciri khasnya mengembangkan pemain muda di Torino. Maka dari itu skuat Italia saat ini dipenuhi nama-nama muda seperti Gianluigi Donnarumma, Daniele Rugani, Andrea Belotti, Marco Verratti dan lainnya.

Kemudian ujian Ventura menghadapi Israel pada partai kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia. Atas dasar itu jugalah ia menegaskan tidak akan mengubah taktik dan formasi 3-5-2 andalannya sejak lama, "Saya punya tiga hari untuk mempersiapkan pertandingan melawan Prancis, sehingga tidak terpikirkan untuk mengubah taktik dalam tiga hari," cetus Ventura seperti dikutip dari Football Italia.

Mantan pelatih Torino itu sedikit mengobati para pendukung Italia pada partai tersebut. Sebab skuatnya berhasil mengalahkan tuan rumah Israel dengan skor 3-1 di Stadion Sammy Ofer, Haifa, Selasa (6/9) dini hari. Tiga gol Italia disarangkan Pelle, Antonio Candreva dan Ciro Immobile. Khusus pencetak gol terakhir, ia terlihat padu dengan pelatihnya yang pernah bersama-sama berkarir di Torino pada Serie-A 2013/2014 dan setengah musim terakhir 2015/2016.

Era baru Ventura di timnas Italia telah dimulai. Ventura wajib beradaptasi secara taktis dan memperluas cakrawalanya. Bagaimana taktiknya bisa melibatkan Domenico Berardi, Lorenzo Insigne dan Stephan El Shaarawy, tiga pemain yang tidak dipanggil karena tidak sesuai dengan formasinya. Keputusan Ventura itulah yang mengawali kritik kepadanya, padahal tiga pemain tersebut begitu kontributif untuk kesebelasannya masing-masing.

Dalam kata lain ketika Ventura tidak perlu terpatok pada formasi 3-5-2 yang selalu diandalkannya sejak waktu lampau. Walau ia memang harus mempertahankan ketegasan taktiknya itu, tapi Ventura juga wajib mengembangkan taktisnya, seperti cara keberhasilan yang dilakukan Massimiliano Allegri dengan Juventus.

Pekerjaan rumah lainnya yaitu wajib memperbaiki kelemahan bertahan yang membuat Italia kebobolan tiga kali oleh Prancis. Pun mencari solusi dari kesalahan yang dilakukan Giorgio Chiellini dalam dua laga berturut-turut; baik ketika kelengahannya menutup pergerakan Martial ketika melawan Prancis, atau pelanggaran sembrononya sehingga mendapatkan kartu kuning kedua sewaktu menghadapi Israel.

Maka Chiellini akan absen ketika menghadapi Spanyol pada partai Kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia berikutnya. Spanyol baru saja mengalahkan Liechtenstein dengan delapan gol tanpa balas. Era baru Spanyol juga baru dimulai setelah mendapuk Julen Lopetegui usai Piala Eropa 2016.

Tapi absennya Chiellini ketika melawan Spanyol tidak akan terlalu bermasalah. Sebab Ventura punya banyak pilihan pengganti seperti Angelo Ogbonna, Rugani atau Davide Astori di dalam skuatnya. Apalagi Rugani merupakan bek muda dan Ogbonna serta Astori berada di dalam usia emas pesepakbola. Mereka akan menjadi dasar pembangunan skuatnya agat menjadi efek yang baik seperti dibesut Conte.

Kesimpulannya adalah, tiga poin pertama Ventura merupakan langkah kecil ke depan, tapi memiliki banyak keraguan di dalamnya. Sebab ia masih memiliki perjalanan panjang ke depan di dalam skuat barunya yang harus benar-benar terbentuk.

Sumber: Football-Italia, Wikipedia.

Komentar