Harmonisasi yang Harus Dimanfaatkan Napoli

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Harmonisasi yang Harus Dimanfaatkan Napoli

Napoli berhasil memanfaatkan kemenangan atas Chievo Verona sebagai kebangkitan mereka di Serie-A 2015/2016. Bertindak sebagai tuan rumah, Napoli mengalahkan Chievo dengan skor 3-1. Para penggemar Napoli pun mulai kembali bermimpi untuk bisa Scudetto musim ini. Tapi agar itu menjadi kenyataan, Napoli wajib memastikan tiga gelandang utamanya agar tetap fit. Sebab, tiga gelandang yang diperankan Allan Marques, Jorginho, dan Marek Hamsik, itu sama pentingnya dengan kesuburan penyeranngnya, Gonzalo Higuain.

Harmonisasi tiga gelandang itu diawali sejak September 2015. Ketika pelatihnya, Maurizio Sarri, menarik rokok terakhirnya dan pergi ke ruang ganti dengan diiringi kekhawatiran usai bertanding melawan Empoli. Saat itu Napoli ditahan imbang 2-2 melawan mantan kesebelasan Sarri di musim lalu. Atas hasil imbang itu, ia gagal mempersembahkan kemenangan perdana untuk Napoli.

Rumor negatif tentang masa depan Sarri pun mulai beredar. Formasi 4-3-1-2 yang menjadi andalannya dianggap gagal memberikan efek yang diinginkan para suporter dan pihak klub. Kemudian ia beralih ke formasi 4-3-3, dengan harapan permainan Napoli bisa lebih cair. Hasilnya, mereka berhasil menang secara komprehensif atas Juventus, Fiorentina, AC Milan, dan Lazio. Tentunya, salah satu faktor kesuksesan formasinya itu adalah keseimbangan yang dibentuk Allan, Jorginho, dan Hamsik.

Di bawah Sarri, Allan berhasil memperkuat elemen serangan ke dalam permainannya. Tentu berbeda dengan musim lalu yang cuma mengandalkan kepekaan defensif. Kali ini, ia diberikan kebebasan untuk membantu serangan. Buktinya, ia mampu mencetak tiga gol dan empat assist. Naluri menyerangnya itu menambah kemampuannya soal penguasaan bola dan tekel-tekelnya yang akurat.

Begitu juga dengan Jorginho yang menjadi metronom di lini tengah Napoli. Akurasi umpannya sejauh ini memiliki rasio keberhasilan 90 persen. Sementara jika lebih jauh ke depan, di situlah keberadaan Hamsik yang memimpin lini tengah Napoli. Selain soal kepemimpinan, ia pun sudah mencetak tujuh gol, 68 umpan kunci, dan lima asist dari 32 laganya tanpa henti.

Maka bisa dibilang lini tengah Napoli adalah yang terhebat di Serie-A 2015/2016. Mengingat lini tengah Juventus terkendala dengan cedera dan AS Roma yang inkonsisten. Lini tengah Napoli saat ini merupakan harmonisasi yang mampu dikembangkan Sarri dari pelatih sebelumnya, Rafael Benitez.

Benitez memang membantu Napoli untuk menarik beberapa pemain besar, tapi Sarri mampu mengekstrak para pemain terbaik. Setelah mengembalikan Pepe Reina, ia menjadikan Allan dan Elseid Hysaj sebagai bagian penting di skuat utama Napoli musim ini. Contoh yang paling jelas adalah peningkatan Higuain. Torehan golnya melebihi pencapaian musim lalu. Sejauh ini Higuain sudah mencetak 30 gol dari 31 laga sementara musim lalu ia mengakhiri musim dengan 18 gol. Higuain adalah kemajuan di era Sarri selain Jorginho yang sama-sama memperkuat Napoli pada musim lalu.

Kesempatan Kedua yang Harus Dilakukan Napoli

Napoli adalah tolak ukur keberhasilan dan kegagalan di Kota Naples. Maka dari itu Napoli merasa perlu memenangi gelar tahun ini. Mereka berambisi membawa kembali Scudetto ke Kota Naples untuk pertama kalinya sejak 1990. Kesebelasan berjuluk Partenopei itu sendiri masih menyisakan enam pertandingain musim ini. Mereka harus kerja keras mengejar enam poin yang tertinggal dari Juventus di puncak klasemen.

Napoli pun harus bertemu dengan Inter Milan dan Roma di antara sisa laganya. Selain itu, Napoli juga pasti mengharapkan Juventus terpeleset dalam beberapa laga ke depan. Sehingga akan menjadi beberapa pekan yang paling penting dalam sejarah klub. Bahkan bisa dibilang lebih penting daripada era Diego Maradona. Semangat juang Napoli memang sempat meningkat kembali usai menghadapi Chievo, dan itu benar-benar ditunjukan ketika mengalahkan tuan rumah Palermo dan menjamu Genoa.

Tapi yang terpenting, Napoli jangan sampai mengulang kerugian seperti giornata ke-31. Waktu itu mereka mendapatkan kejutan dari Udinese. Tidak ada kata lain yang bisa menggambarkan krisis Napoli di Stadion Friuli, kandang Udinese. Skuat besutan Sarri yang diidolakan publik Naples bak tuhan, berubah menjadi sekelompok orang gila yang bermain dengan frustasi.

Napoli bermain buruk dan hanya menyalahkan dirinya sendiri. Diawali dengan pelanggaran konyol Kalidou Koulibaly, bek tengah yang menyebabkan penalti untuk Udinese. Seluruh pemian Napoli berbeda dengan Silvan Widmer dan Cyril Thereau yang bermain gemilang waktu itu.

Napoli tidak bermain dengan bola yang selalu mengalir cepat seperti biasanya. Hamsik dkk., justru mencoba umpan-umpan panjang yang entah kemana tujuannya. Napoli tampak ingin sesegera mungkin keluar dari tekanan yang diberikan Udinese. Seharusnya hal semacam itu tidak harus terjadi untuk Napoli.

Higuain pun sampai frustasi. Ia melemparkan bola karena diangap offside. Aksi frustasinya itu belum termasuk dengan tendangannya kepada Dias Felipe, bek Udinese. Bahkan rekan-rekannya pun harus menahan amarahnya kepada wasit, Massimiliano Irrati.

Ledakan dan air mata Higuain menyimpulkan rasa frustasi Napoli. Tapi kejenakaan dramatis itu tidak bisa terus dibiarkan begitu saja. Dan Higuain tidak bisa disalahkan karena membiarkan performa kesebelasannya menurun. Ya, Napoli sempat meraih enam kali hasil imbang dan dua kali kekalahan ketika Higuain tidak mencetak gol. Pada intinya, perbedaan pertandingan itu adalah Udinese yang bermain sesuai dengan tujuannya: Menghindari degradasi ke Serie-B. Sementara Napoli bermain seolah-olah sudah memenangi laga tersebut.

Ya, sebelumnya, selama berminggu-minggu Sarri dan para anak asuhnya, tampak merasa sudah mampu bersaing dengan Juventus untuk merekrut gelar Serie-A. Tapi kini mereka sudah tertinggal. Sekarang, Sarri harus kembali membuat rencana untuk menyelamatkan tempat kedua. Mengamankan dari Roma yang memiliki perbedaan enam poin. Dan mereka akan bertemu pada 25 April nanti. Napoli cuma harus kembali ke permainannya dan mempertahankan performanya, seperti ketika mengalahkan Hellas Verona saat pekan lalu. Karena untuk menjadi sukses, tidak ada kesebelasan yang menang dengan cara menyalahkan orang lain.

Juventus pun tidak mungkin melepaskan tempatnya dari puncak klasemen. Mereka juga menyadari sepenuhnya, bahwa Napoli tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Jika Napoli punya sesuatu untuk belajar, suka atau tidak, Juventus selama ini hanya fokus kepada kemenangan, tidak peduli bagaimana hal itu dilakukan. Proses itulah yang membuat mereka mendapatkan empat gelar seri-A berturut-turut. Berbeda dengan Napoli yang pada sisa musim ini harus mencatat bahwa: tidak meremehkan lawan adalah komponen utama dan kuncinya.


ed: fva

Komentar