Kerendahan Hati yang Membuat Fiorentina Bangkit di Italia

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kerendahan Hati yang Membuat Fiorentina Bangkit di Italia

Paulo Sousa, Pelatih Fiorentina, memang berhasil mengangkat sejumlah nama pemain yang pernah ia tangani seperti Federico Bernardeschi, Milan Badelj, Matias Vecino, dan lainnya. Namun, kekalahan atas Lazio pada 10 Januari silam, membuktikan kalau skuat Fiorentina perlu diperdalam. Apalagi mereka masih mengarungi Europa League pada musim ini. Selain itu, penjualan Juan Cuadrado dan Stefan Savic pun masih belum bisa diterima para pendukung Fiorentina.

Menyadari akan hal itu, Fiorentina cukup sibuk pada bursa transfer Januari lalu. Mereka mendatangkan Mauro Zarate dan Cristian Tello untuk menutupi kekosongan kekosongan di lini depan, setelah kepergian Giuseppe Rossi ke Levante. Kemudian hengkangnya Mario Suarez ke Watford, ditambal dengan masuknya Tino Costa dan Panagiotis Kone di lini tengah. Yohan Benaloune juga didatangkan untuk menambah stok bek tengah Fiorentina yang sebelumnya dirasa kurang memadai.

Dampak dari aktivitas di bursa transfer masih belum terasa. Ini terlihat saat mereka ditahan imbang Bologna pada 2 Februari lalu. Namun, hasil imbang itu tidak membuat Sousa kehilangan keramahannya. Dirinya tetap memberikan senyuman usai laga tersebut. Sebuah ekspresi yang melemparkan nada optimisme.

Senyuman itu berarti banyak, salah satunya lewat gol Khouma Babacar ke gawang Internazionale Milan. Gol itu bukanlah raihan yang biasa saja. Pasalnya, gol yang dicetak saat perpanjangan waktu tersebut, memastikan kemenangan Fiorentina atas Inter dengan skor 2-1 di Stadion Artemio Franchi, Senin (15/2) dini hari.

Kemenangan klub berjuluk Viola itu membuat Inter sangat terpukul. Bagaimana Inter tidak merasa hancur, awalnya mereka merasa di atas angin setelah unggul 1-0 melalui gol Marcelo Brozovic pada menit ke-25. Tapi kemenangan itu dibuyarkan oleh gol penyama kedudukan yang dicetak Borja Valero pada menit ke-60.

Di tengah perjuangan untuk unggul kembali, Inter justru kehilangan Alex Telles yang mendapatkan kartu merah. Kemudian Geoffrey Kondogbia pun diganjar warna kartu yang sama ketika penghujung laga. Tentu hadiah-hadiah dari wasit itu memperparah rasa kecewa karena kalah 1-2. Roberto Mancini, Pelatih Inter, dan para pemainnya pun sempat mogok buka suara kepada media karena hasil itu.

Situasi berbeda dengan ruang ganti Fiorentina. Sousa justru memuji para pemainnya karena tidak pernah menyerah terhadap filosofi yang diterapkannya. Dirinya mengapreisasi Gonzalo Rodriguez dkk., yang menunjukan sebuah sikap, yaitu kemauan bangkit untuk mendapatkan tiga poin.

"Para pemain percaya pada segala sesuatu yang kita lakukan, bahkan ketika pertandingan tidak berjalan seperti yang kita inginkan. Saya bangga dengan mereka," lontar Sousa seperti yang dikutip dari Gazzetta World.

Sousa memberikan pelajaran kepada Mancini bahwa mengelola harapan itu sangat penting. Sousa juga mengajarkan bahwa cara yang keras, belum tentu selalu menjadi lebih baik. Tidak soal moral, Fiorentina pun mengajarkan banyak hal untuk Inter pada laga tersebut, salah satunya tentang perbedaan menyerang kedua kesebelasan itu.

Awalnya, Inter begitu menggebu-gebu dengan tiga penyerangnya yang diperkuat Eder, Rodrigo Palacio dan Mauro Icardi, sejak awal laga. Sementara Fiorentina menempatkan Nikola Kalinic sebagai penyerang tunggal. Kalinic didukung Cristian Tello, Josip Ilicic dan Federico Bernardeschi, pada formasi 4-2-3-1. Tapi Viola tampak lebih efektif menyerang dengan dua pemain yang aktif di lini depan. Bernardeschi dan Ilicic menjadi penanggung jawab kreator di lini depan, sementara Tello difokuskan membantu pertahanan dan Kalinic membuka ruang para bek tengah Inter.

Hasilnya, Fiorentina jauh lebih produktif daripada tiga penyerang Inter yang diturunkan saat itu. Icardi pun menjadi kekecewaan terbesar karena cuma menyentuh bola 15 kali pada pertandingan itu. Berbeda dengan 10 menit penampilan Babacar. Dirinya mampu menunjukannya melalui dua sentuhan yang berbuah dua tembakan tepat sasaran dan satu gol.

Jawaban lainnya adalah terletak pada lini tengah. Brozovic menjadi satu-satunya pemain kreatif di lini tengah Inter saat itu. Bebrbeda dengan Valero dan Matias Vecino yang bersinergi di lini tengah Fiorentina. Perpaduan keduanya membuat Viola unggul penguasaan bola dengan rataan 62 persen.

Mancini pun lebih memilih bertahanan untuk melindungi keunggulan 1-0. Maka sudah sepatutnya ia mendapat hukuman dari prinsip-prinsip menyerang Fiorentina. Sesuatu yang memberikan kelayakan bahwa Gonzalo dkk., layak menang dari suatu proses bernama kebangkitan. Terkadang Mancini hanya menghitung jumlah pistol yang ia punya, namun tanpa mengetahui tentang seberapa efektivitas amunisi yang dimilikinya.

Sekarang Viola berada di peringkat ketiga. Posisi ini bisa membawa mereka ke Liga Champion musim depan. Kendati demikian, Fiorentina diperkirakan tidak akan mengakhiri musim di posisi itu oleh Cesare Prandelli, mantan Pelatih Galatasaray. Tapi perlu diingat jika Sousa memiliki kerendahan hati; suatu sikap yang digunakan untuk mendekati para anak asuhnya. Kerendahan hati itulah yang akan membuat Fiorentina berjuang sampai rintangan terakhir di musim ini. Sekaligus sosok yang bisa dijadikan contoh untuk Mancini.

Sumber lain: Football- Italia, Sport Mediaset

Komentar