Bermimpi Derbi Indonesia di Liga Champions Asia

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Bermimpi Derbi Indonesia di Liga Champions Asia

Oleh: Anton Surahmat*

“Mencintaimu bukan 90 menit tapi mencintaimu adalah selamanya,” Unknown.

Dua gol tambahan kesebelasan papan atas Liga Australia, Newcastle Jets, memupus harapan besar melihat satu wakil klub sepakbola tanah air berlaga di pentas Liga Champions Asia. Padahal hingga 90 menit mereka bertarung gagah berani dan mampu menahan imbang jawara Australia tersebut 1-1. Sayang, menit 101 menjadi titik balik Macan Kemayoran.

Kelemahan menghadapi set piece (tendangan sudut) harus dibayar mahal dengan sebuah sontekan memantul tanah bek tengah Newcastle Jets, Nigel Boogard. Mereka lalu mengunci kemenangan dengan tandukan keras Matthew Ridenton di menit akhir perpanjangan waktu, yang menegaskan dominasi klub Liga Australia atas juara Indonesia. Hasil ini membuat kita harus menunggu lebih lama untuk menonton wakil Liga Indonesia berada di ajang tertinggi klub se-antero Asia.

Padahal jika menilik Liga 1 Indonesia, klub-klub kita memiliki modal untuk menyajikan tayangan sepakbola penuh gengsi dan sarat antusiasme. Tidak kalah dengan partai-partai besar nun jauh di Eropa sana seperti Derby Madrileño atau pun El Clasico di Spanyol atau Derby della Madonnina di Italia.

Liga Indonesia, salah satunya memiliki Derbi Indonesia antara Persib Bandung melawan Persija Jakarta, salah satu laga paling panas yang bahkan sayangnya hingga memakan korban. Copa 90, bahkan pernah memasukkan Derbi Indonesia sebagai salah satu pertandingan sepakbola paling menegangkan di Asia.

Jika boleh sedikit berkhayal, bisalah kita berharap Derbi Indonesia sungguh terwujud di pentas Liga Champions Asia, panggung yang jauh lebih besar dari sekedar hanya liga lokal. Tengok bagaimana Atlético Madrid dan Real Madrid mewujudkan hal tersebut.

Derbi Madrid pertama di Liga Champions pernah tercatat terjadi pada musim 1958/59 di mana kala itu Real menjadi pemenang. Baru setengah abad kemudian, Derby Madrileño kembali terjadi ketika final Liga Champions musim 2013/14 mengetengahkan Los Blancos dan Los Rojiblancos sebagai finalisnya.

Terlepas dari segala hasil akhirnya, pertandingan derbi antara dua kesebelasan dari satu negara yang sama (terlebih satu kota) pastilah memicu kebanggaan insan sepakbola negeri tersebut. “Madrid adalah ibukota sepakbola dunia,” tutur salah seorang pandit berkebangsaan Spanyol, Diaz-Guerra.

Baca juga: Apa yang Membuat Pertandingan Disebut Derbi?

UEFA merilis catatan derbi yang pernah tersaji di gelaran tertinggi Liga Champions. Derbi Milan yang mempertemukan AC Milan dan Internazionale Milan sudah 4 kali terulang. Masing-masing pada musim 2002/03 dan 2004/05 serta Derbi London yang baru terjadi sebanyak satu kali, yaitu pada gelaran perempat final Liga Champions 2003/04. Ini menandakan bahwa pertandingan derbi antara dua kesebelasan dari satu kota pada laga kontinental memang sangat jarang terjadi, setidaknya itu yang tergambar di Eropa.

Derbi di Asia

Hal serupa juga terjadi di Asia. Liga Champions Asia ternyata amat jarang atau hampir tidak pernah mempertontonkan derbi kesebelasan satu kota. Bukan berarti tidak ada karena pada Liga Champions Asia tahun 2011, Gamba Osaka dan Cerezo Osaka pernah baku hantam di babak 16 besar. Pertandingan yang dihadiri 16 ribu lebih suporter tersebut dimenangi oleh Cerezo Osaka. Selebihnya, derbi kesebelasan dari satu kota belum pernah terjadi lagi di Liga Champions Asia.

Padahal Asia memiliki negara-negara dengan reputasi liga-liga yang terus berkembang. Belakangan negara dengan kekuatan sepakbola yang baru muncul pun sukses menyelenggarakan kompetisi sepakbola level wahid yang merangsek dalam jajaran liga-liga terbaik di Asia.

Uni Emirat Arab misalnya, UEA Pro League yang baru dimulai pada tahun 2013 kini telah menjadi liga terbaik ketiga di Asia. Mereka mengungguli liga-liga lain yang telah lebih tenar seperti J1 League (Jepang) atau K League 1 (Korea Selatan).

AFC juga turut mengakui kans terjadinya “derbi keras” di Liga Champions Asia; mungkin berasal dari UEA Pro League. Mereka adalah Al-Jazira dan Al-Wahda, dua seteru abadi yang menetap di satu Kota Abu Dhabi. Terpisah hanya tiga kilometer, nyatanya prestasi Al-Wahda jauh melebihi capaian rivalnya. Mereka telah memenangi empat gelar liga dan dua Piala Presiden plus menapaki semifinal Liga Champions Asia 2007.

Sementara Al-Jazira hanya memiliki satu koleksi gelar liga dan tiga Piala Presiden. Meski saat ini Al-Jazira gagal lolos ke putaran final Liga Champions Asia, empat jatah untuk kesebelasan-kesebelasan UEA Pro League membuat probabilitas mereka untuk berlaga di Liga Champions Asia musim mendatang tetap tinggi. Sekaligus memantik lebih besar kemungkinan Derbi Abu Dhabi terwujud.

Sesungguhnya terdapat derbi lain yang memiliki kemungkinan besar dapat terjadi di Liga Champions Asia musim ini: Teheran Derby antara Esteghlal dan Persepolis. Dua kesebelasan yang begitu mendominasi sepakbola di tanah Iran sejak 1970-an nyatanya merupakan musuh bebuyutan. Derbi keduanya bahkan dijuluki sebagai rivalitas terbesar di Asia oleh FourFourTwo. Kerusuhan, walkout, protes, gas air mata! Apapun bisa terjadi ketika dua kesebelasan ini bentrok.

Baca juga: Mengenal Derbi Terpanas di Tanah Arya

“Sorkhabi Derby” seperti itulah orang-orang Iran menyebut derbi mereka. Layaknya derbi besar seperti El Clásico di Spanyol, faktor politik juga turut andil memperuncing persaingan kedua kesebelasan. Esteghlal dikenal sebagai kesebelasan yang disokong Shah Iran Mohamad Reza, simbol kedigdayaan penguasa; sedangkan Persepolis lebih didukung para pemuda dan kelas pekerja. Saking intensnya rivalitas yang terjadi, federasi sepakbola Iran bahkan pernah menggunakan wasit asing (karena faktor kurangnya kepercayaan terhadap wasit lokal) pada derbi tahun 1995.

Kesebelasan Indonesia di Pentas Asia

Memang terlalu jauh rasanya membayangkan derb-derbi satu kota dari Indonesia bertarung di Liga Champions Asia. Jangankan derbi satu kota, derbi klasik di tanah air seperti derbi perserikatan PSMS vs Persib Bandung atau Derbi Indonesia terwujud di panggung Asia pun rasanya musykil.

Namun tidak salah rasanya, jika mungkin ada jutaan penggemar sepakbola nasional berharap melihat jagoan mereka bertarung dengan sesama kesebelasan asal Indonesia tidak hanya melulu di kompetisi lokal. Kita ingin kesebelasan Indonesia juga mampu berprestasi di kancah internasional.

Padahal mungkin tidak banyak yang tahu bahwa kesebelasan Indonesia bernama Krama Yudha Tiga Berlian Palembang adalah kesebelasan tersukses Indonesia di pentas Asia. Prestasi kesebelasan yang hanya berumur 6 tahun ini berhasil menembus semifinal Piala Champions Asia 1985.

Dimotori oleh legenda-legenda Indonesia semacam Rully Nere, Zulkarnain Lubis, hingga Elly Idris; Krama Yudha mengalahkan Al-Ittihad Aleppo dari Suriah pada perebutan tempat ketiga. Prestasi yang mungkin amat sulit disamai kesebelasan Indonesia lain pada era modern football seperti sekarang.

Kesebelasan Indonesia lain yang pernah begitu baik tampil di Piala Champions Asia ialah Pelita Jaya. Kesebelasan yang saat itu berbasis di Jakarta ini, berjaya menyamai rekor Krama Yudha Tiga Berlian dengan menempati peringkat ketiga Piala Champions Asia musim 1990/91. Setelah kalah dari wakil Iran, Esteghlal, Pelita Jaya berhasil mengalahkan wakil Korea Utara, April 25, melalui drama adu penalti.

Selain Krama Yudha dan Pelita Jaya, ada nama-nama lain yang sejatinya memiliki prestasi di kancah Asia. Sebut saja Persib Bandung dan PSM Makasar sebagai perempatfinalis Piala Champions Asia masing-masing pada musim 1995/96 dan 2000/01. Belum lagi prestasi Arema, Semen Padang, dan Persipura Jayapura, yang pernah menembus babak perempatfinal dan semifinal Piala AFC. Kesebelasan-kesebelasan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengulang kejayaan di pentas Liga Champions Asia.

Pertanyaannya, mungkinkah kita melihat pertandingan-pertandingan klasik Liga Indonesia terjadi di pentas Liga Champions Asia? Mungkin! Namun tidak dalam waktu dekat. Regulasi menjadi alasan terkuat. Sebagai negara dengan peringkat liga nomor 27 se-Asia, Liga Indonesia hanya berhak mengirimkan satu wakilnya (juara liga) untuk berlaga di babak play-off Liga Champions Asia, hal tersebut secara otomatis memupus harapan melihat dua wakil kesebelasan tanah air mentas di panggung Asia.

Namun harapan selalu ada. Asalkan kesebelasan-kesebelasan terbaik kita bisa berprestasi dengan baik di AFC Cup, koefisien poin Liga Indonesia akan terus meningkat. Hal ini otomatis memperbesar jatah tempat bagi klub-klub Liga Indonesia untuk berlaga di Liga Champions Asia.

Setidaknya untuk saat ini kita masih bisa berharap menyaksikan Persija Jakarta dapat berjumpa PSM Makasar pada Piala AFC 2019. Kemudian semoga kelak, bolehlah kita bisa berbangga sembari menonton Derbi Indonesia, Persija Jakarta vs Persib Bandung, dengan banner elektronik di pinggir lapangan bertuliskan Liga Champions Asia.


*Penulis merupakan Staf Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga pemerhati sepakbola.

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar