Hilangnya Identitas Mes Que Un Club dari Barcelona

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Hilangnya Identitas Mes Que Un Club dari Barcelona

Oleh: Dwiantoro*

Siapa tak mengenal FC Barcelona? Rasanya tak berlebihan jika penggemar sepakbola di seluruh dunia mengatakan jika FC Barcelona adalah salah satu klub sepak bola terbaik di jagat raya. Berbagai prestasi telah ditorehkan oleh klub asal Katalunya ini, baik di tingkat domestik maupun internasional.

FC Barcelona dikenal memiliki identitas tersendiri yang membuatnya berbeda dari klub sepakbola pada umumnya. Jika kesebelasan biasanya dibentuk untuk dapat menyalurkan hobi dan bakat sepakbola yang ada pada wilayah tertentu, FC Barcelona tidak demikian. FC Barcelona dibentuk sebagai simbol perlawanan masyarakat Katalunya terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Spanyol. Akibatnya, FC Barcelona pada saat itu kental dengan nuansa politik perlawanan yang dilakukan rakyat Katalunya terhadap pemerintahan Spanyol.

FC Barcelona adalah klub olahraga yang dianggap mewakili seluruh masyarakat Katalunya. Selain sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan, FC Barcelona dipandang sebagai duta yang akan membawa nama Katalunya ke seluruh dunia.

Maka untuk mewakili semangat ini, sebuah slogan “mes que un club” dibuat. Slogan ini memiliki arti “lebih dari sekadar klub”. Pertama kalinya slogan ini disampaikan dalam usaha sang pendiri, Joan Gamper, pada 1908 untuk menyelamatkan klub dari penutupan. Gamper mengatakan bahwa Barcelona tidak boleh mati. Alasan Gamper saat itu adalah demi kepentingan olahraga. Namun, jika ditilik lebih dalam, tujuan utama Gamper adalah untuk memastikan bahwa FC Barcelona tetap menjadi simbol yang membawa identitas dan hak-hak rakyat Katalunya secara politis.

Semangat Mes Que un Club tersebut kembali dipertegas oleh Presiden Barca periode 17 Januari 1968-16 Desember 1969, Narcis de Carreras. Pada pidato penerimaannya sebagai presiden klub, Narcis menyatakan bahwa semangat yang pernah disampaikan oleh pendiri klub tidak boleh luntur. Semangat tersebut-lah yang harus dibawa oleh FC Barcelona sebagai bentuk pengejawantahan nilai-nilai perjuangan dan identitas rakyat Katalunya.

Mes Que un Club sendiri ditegaskan dalam statuta klub. Pasal 4 statuta, menyebutkan fungsi dari klub antara lain, "melengkapi, mempromosikan dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial, budaya, seni, ilmiah, atau rekreasi, yang diperlukan untuk mempertahankan representasi publik, buah dari tradisi kesetiaan dan pelayanan kepada anggota klub, warga negara dan Catalonia."

Dalam perjalanannya, slogan tersebut dibuktikan dengan berbagai cara oleh FC Barcelona. Salah satunya adalah keputusan klub untuk tidak menggunakan sponsor utama di jersey yang dikenakan pemainnya. Malah, bertentangan dengan logika pasar, FC Barcelona memasang logo Unicef dan menyumbang jutaan dollar untuk kepentingan anak-anak di seluruh dunia melalui lembaga yang dibentuk oleh PBB tersebut.

Nuansa Mes Que un Club menjadi sangat terlihat dengan logo Unicef tersebut. FC Barcelona pun sering mengadakan kunjungan sosial ke rumah sakit anak, sekolah, panti asuhan, dan juga mengundang anak-anak difabel untuk menonton sesi latihan terbuka mereka.

Selain memasang logo Unicef, FC Barcelona cenderung memilih pemain-pemain dari akademinya yang bernama La Masia. La Masia pernah disebut-sebut sebagai akademi sepakbola terbaik di dunia karena berhasil menelurkan pemain-pemain hebat sejagat raya. Sebut saja Lionel Messi, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, dan Carles Puyol, merupakan produk unggul yang pernah dimiliki La Masia.

Saking percayanya dengan produk La Masia, FC Barcelona pernah bermain dengan 11 pemain La Masia dalam satu lapangan. Pada 25 November 2012, menghadapi Levante, sejak menit ke-14, FC Barcelona bermain dengan produk La Masia di dalam lapangan setelah Martin Montoya masuk menggantikan Dani Alves yang cedera.

Inilah yang membuat FC Barcelona menjadi klub yang berbeda dengan klub sepakbola pada umumnya. Jika kesebelasan biasanya berfokus pada olahraga dan perputaran uang, tapi tidak dengan FC Barcelona. FC Barcelona membawa misi kemerdekaan bagi rakyat Katalunya dan juga misi sosial lainnya. Semangat inilah yang kemudian membawa FC Barcelona meraih puncak kesuksesannya pada 2009 dengan menyabet semua gelar yang bisa diraih.

Lunturnya Identitas Mes Que un Club

Namun berkembangnya zaman ternyata tak membuat slogan Mes Que un Club bertahan seperti sebelumnya. Pergantian presiden dari Joan Laporta ke Sandro Rosell pada 2010 membawa perubahan drastis terhadap FC Barcelona. Dimulai dengan penandatanganan kesepakatan kontrak dengan Qatar Foundation pada 2012, identitas Mes Que un Club mulai hilang perlahan dalam tubuh FC Barcelona.

Sejak kepergian Pep Guardiola sebagai kepala pelatih, FC Barcelona seolah terombang-ambing. Pola permainan tiki-taka yang biasanya dilakukan setiap bertanding seolah tidak ada bekasnya. Penunjukkan pelatih Tito Vilanova sebagai pengganti Pep tidak berarti banyak. Tito memang berhasil membawa Barca juara Liga Spanyol dengan poin tertinggi sepanjang sejarah klub, namun Tito juga harus rela melihat Barca dibantai 0-7 secara agregat oleh Bayern Munich.

Kehancuran FC Barcelona terlihat semakin menjadi tatkala Rosell mendatangkan Neymar dengan transfer yang gila-gilaan. Ironisnya, kedatangan Neymar seolah menjadi sinyal kepada La Masia bahwa Barca tidak lagi percaya pada alumnus La Masia. Penunjukkan Tata Martino sebagai pelatih pengganti Tito pun hanya menghasilkan 1 trofi Super Copa de Espana. Sejak saat itu, Barca tidak pernah lagi absen membeli pemain dengan harga yang tak murah ketika jendela transfer dibuka. Setelah Neymar, Luis Suarez dan Ivan Rakitic datang. Neymar dan Suarez memang menjadi kunci sukses Barca dalam meraih treble pada 2015 di bawah kepelatihan Luis Enrique. Namun, Neymar dan Suarez juga lah yang membuat Barca dicap sebagai tim yang sering diving karena tingkah keduanya.

Kepergian Enrique selepas tiga tahun menjabat sebagai kepala pelatih sempat dianggap akan memunculkan babak baru dalam kehidupan Barcelona. Namun alih-alih mencari pelatih yang sesuai gaya bermain tim, Presiden Bartomeu malah mengontrak Ernesto Valverde sebagai pelatih Barca kala itu. Padahal rekam jejak Valverde adalah pelatih yang mengedepankan keseimbangan tim dalam bermain daripada mengedepankan sepakbola indah ala Barcelona.

Penandatanganan kontrak sponsor dengan Rakuten pun menjadi bukti yang lain bahwa identitas Barcelona perlahan mulai luntur dengan perkembangan zaman. Memang logo Unicef masih terpampang di jersey belakang yang dikenakan para pemain, namun semangat kemanusiaan yang sempat membawa Barcelona sebagai klub yang berbeda dari klub lainnya menjadi tak berbekas lagi.

Kedatangan Paulinho dan Andre Gomes pun semakin menenggelamkan produk La Masia dalam tubuh Barcelona. Alih-alih akan kembali mempercayai lulusan La Masia, Barcelona malah semakin jor-joran dalam membeli pemain. Terhitung, Ousmane Dembele, Phil Coutinho, dan Arturo Vidal, menjadi bukti betapa royalnya Barcelona dalam mengeluarkan uang. Puncaknya pada 18 April 2018, Barcelona bermain tanpa satu pun pemain La Masia tatkala berhadapan dengan Celta Vigo di Balaidos.

Hingga kini, praktis hanya ada seorang Carles Alena yang mulai rutin masuk ke dalam tim utama Barcelona asuhan Ernesto Valverde. Namun biar begitu, Barcelona tetaplah Barcelona dengan segala permainan hebatnya yang selalu mereka tontonkan setiap pertandingan.


*Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi di salah satu universitas negeri di Jawa Tengah. Penulis dapat dihubungi melalui akun twitter @Antorodwi26 dan Instagram @torodwi23

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar