Jangan Sampai Kehabisan Bensin, Bielsa!

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Jangan Sampai Kehabisan Bensin, Bielsa!

Oleh: Ivan Rivaldi*

CLS Knights sudah berlaga di ABL pada dua musim terakhir. Musim lalu yang merupakan debut CLS di ABL, tidak berakhir baik karena masih dalam masa transisi. Musim ini, CLS mengganti semua pemain impornya, sementara tidak ada perubahan di pemain lokal kecuali kepindahan “Mr. 1000 Points”, Mario Wuysang.

Di musim ini, dari segi permainan, CLS lebih baik dibandingkan musim lalu. Mereka bahkan hampir dapat meraih kemenangan di Kertajaya saat melawan San Miguel Alab Philippinas, yang mana adalah juara musim lalu. Kehilangan Bobby Ray Parks Jr., yang berpindah ke PBA tidak memengaruhi performa dari San Miguel Alab. Soalnya, mereka masih ditopang pemain andalan asal Kuba, Renaldo Balkman, yang sekilas mirip Snoop Dogg, dan mempunyai pengalaman berlaga di NBA.

CLS berhasil memaksa Balkman cs., untuk melanjutkan laga di babak overtime. Namun sayang tim asuhan Brian Rowsom ini kehabisan bensin. Pada akhirnya, mereka tetap menyerah dari sang juara bertahan.

Istilah “kehabisan bensin” adalah serapan dari bahasa sehari-hari yang sudah sangat lazim digunakan oleh berbagai pengamat olahraga. Biasanya istilah ini dikaitkan dengan hilangnya konsistensi yang membuat tim tersebut gagal mencapai tujuannya seperti kemenangan dan gelar juara.

Inkonsistensi ini adalah momok dari semua tim di olahraga apapun di dunia, termasuk sepakbola. Kita dapat menganalisis, apakah variabel a dapat dipengaruhi oleh variabel b, c, d? Pada hal ini, kita bisa mengatakan bahwa variabel a adalah dependent variable, dan variabel b, c, d, adalah independent variable, yaitu variabel yang memengaruhi a.

Hal ini mengakibatkan kehabisan bensin atau inkonsistensi menjadi dependent variable, dan diikuti oleh banyaknya independent variable yang memengaruhi dari inkonsistensi itu sendiri.

Kini, salah satu independent variable tersebut berada di Barat Yorkshire, di mana hidup seorang pria yang menemukan Mauricio Pochettino dengan hanya melihat kakinya. Dialah Marcelo Bielsa.

Pertandingan ke-23 Leeds United menjamu Aston Villa di Villa Park, cukup menyulitkan bagi Pablo Hernandez dan kawan-kawan. Mereka mengawali laga dengan tertinggal 0-2 sebelum membalikkan keadaan lewat gol telat yang dicetak Kemar Roofe.

Sebagaimana seharusnya tim asuhan Marcelo Bielsa bermain, mereka memang menguasai pertandingan. Ini dapat dilihat dari statistik akhir yang mana mereka menguasai bola sebanyak 66% dengan total operan sebanyak 470 umpan, atau hampir dua kali lipat dari pada lawannya.

Villa sendiri diperkuat oleh nama-nama yang tak asing di kuping. Sebut saja Alan Hutton yang merupakan penggawa timnas Skotlandia, Glenn Whelan yang pernah bermain untuk Stoke City, serta Yannick Bolasie yang dipinjamkan Everton.

Banyak yang mengatakan bahwa permasalahan dari tiap kesebelasan yang dipegang oleh Bielsa adalah konsistensi. Hal ini menjadi masuk akal karena tipe permainan tim yang dilatih oleh Bielsa pasti menguras tenaga pemain-pemainnya. Dengan gaya bermain high defensive line, permainan unorthodox pun tercipta di lapangan dengan pendekatan 3-3-3-1 ala pria kelahiran Rosario ini, yang memudahkan transisi untuk menyerang dan bertahan.

Korban yang paling familier dari strategi Bielsa ini adalah Manchester United. Mereka terlempar dari Europa League setelah dikandaskan Athletic Bilbao pada musim 2011/12. Bilbao sendiri kalah 0-3 dari Atletico Madrid di final. Namun yang menjadi catatan adalah pada musim itu, Bilbao kalah tiga kali dari empat pertandingan liga.

Musim 2011/12 menjadi bukti inkonsistennya kesebelasan yang dipegang El Loco. Di musim yang sama pula, mereka hampir menjuarai Copa del Rey, sebelum dikalahkan Barcelona. Tidak dapat dipungkiri juga, perjalanan Bilbao di Copa del Rey pun terbilang cukup mudah, sehingga memuluskan jalan Bilbao hingga dapat mencapai final.

Ini dapat dilihat dari kesebelasan yang dihadapi Bilbao di semifinal adalah Mirandes yang secara mengejutkan bisa menyingkirkan Espanyol di perempat final. Ditambah dengan kebijakan dari Bilbao yang tidak merekrut pemain non-Basque yang membuat jeda transfer Januari pun tidak begitu terlalu berpengaruh karena terbatasnya pemain yang dapat direkrut.

Di liga, inkonsistensi Bielsa amatlah signifikan. Diperlukan kedalaman skuat yang baik untuk bertahan dengan strategi Bielsa. Secara langsung, banyak pelatih yang memang mengagumi Bielsa di samping inkonsistensi yang pasti terjadi. Pep Guardiola misalnya, yang secara sadar mengakui bahwa taktik yang ia racik, berakar kepada mazhab seorang Bielsa. Lebih jauh lagi, bahkan Pep dan Antonio Conte (di akhir masa jabatan nya di Chelsea) “mengirim” pemain muda nya seperti Izzy Brown, Jack Harrison, dan Lewis Baker, untuk mendapatkan pengalaman dari ahlinya langsung.

Lalu ketika menangani Olympique de Marseille di periode 2014/15, bukti kerja nyata dari Bielsa adalah dapat membuat Benjamin Mendy masuk ke daftar 40 pemain kandidat penerima Golden Boy. Selain itu, Bielsa juga membuat publik tersadar seberapa berbahayanya seorang Dimitri Payet, yang tidak lama kemudian pindah ke West Ham United.

Sepanjang periode 2011 hingga 2019, bisa disebut kalau Marseille adalah kesebelasan yang tingkat konsistensinya paling tinggi yang dapat dilatih Bielsa. Meski trennya menurun, tapi konsistensi mulai terlihat. Keberhasilan ini salah satunya karena Marseille sudah tersingkir di dua kompetisi, yaitu Coupe de la Ligue dan Coupe de France. Bielsa di Marseille juga berhasil menemukan Michy Batshuayi dari Standard Liege.

Kini, Bielsa ditunjuk untuk kembali membawa Leeds United ke tempat yang seharusnya. Dengan “gila”-nya Andrea Radrizzani, ditunjukkan dengan pembelian Elland Road, dibutuhkan seorang rekan kerja yang sama “gila”-nya untuk mengembalikan kejayaan Leeds United, dan pilihan tersebut jatuh kepada Bielsa.

Selain karena alasan taktis, Bielsa pun dapat membentuk karakter dan memanfaatkan skuat yang ada. Saking gilanya, Bielsa pernah menginstruksikan pemain-pemainnya untuk memunguti sampah, yang dikonfirmasi kebenarannya oleh Kemar Roofe. Tentu, ini bukan sekadar untuk kebersihan sekitar, tapi membentuk karakter dan kebiasaan.

Konsistensi Leeds hingga paruh musim ini selain merupakan angin segar, juga adalah sebagai pertanda, bahwa dampak dari strategi Bielsa baru saja akan dimulai. Karena Leeds relatif masih dapat dikatakan konsisten apabila dibandingkan dengan tim-tim Bielsa yang lainnya, dan setelah paruh musim, semuanya mengalami penurunan.

Musim depan di Premier League mungkin adalah musim di mana kita dapat menyaksikan kembali generasi terbaru dari Mark Viduka, Rio Ferdinand, Ian Harte, dan Harry Kewell, dengan komando si gila dari Rosario.

Mantenga la calma y continue, Bielsa!


*Penulis adalah Mahasiswa tahun ketiga jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Milanisti paruh waktu. Dapat dihubungi melalui akun twitter @rivaldiiivan

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar