Gampang, Bangun Stadion Pakai BOT

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Gampang, Bangun Stadion Pakai BOT

Naskah Pesta Bola Indonesia 2018 Oleh: Mafia Wasit

Salah satu janji kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta adalah pembangunan Stadion Bersih, Manusiawi, Wibawa (BMW) untuk keMUdian dipakai oleh Persija Jakarta.

Janji ini terkenal karena Sandi menyebutnya spesifik bahwa Stadion BMW akan sekelas Old Trafford. Pada kenyataannya, jumlah anggaran untuk stadion yang direncanakan akan dibangun di di kawasan Sunter Agung, Jakarta Utara ini justru bernilai nol rupiah, yang mana adalah setara dengan nol dolar, nol euro, nol paun, dan lain-lain.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, menjelaskan jika pembangunan Stadion BMW akan menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Karena masuk kemitraan antara pemerintah dan badan usaha, jadi tidak lagi menggunakan APBD,” kata Sandiaga, dikutip dari detikNews pada November 2017. “Tentunya dengan keterbukaan, ya, semuanya akan dipantau, bahwa kita nggak menggunakan uang rakyat untuk membangun stadion, tapi justru menggalang dari dunia usaha.”

Klaimnya bahwa skema ini merupakan bagian dari inovasinya bersama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yaitu untuk menggandeng dunia usaha dalam membangun Stadion BMW.

Dunia usaha mungkin akan mirip-mirip dan beda tipis dengan swasta. Tanpa APBD, Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, juga melakukan banyak pembangunan melalui skema corporate social responsibility (CSR).

Apapun skemanya, melibatkan pihak swasta adalah salah satu cara yang bisa dicapai dengan (bisa dibilang cenderung) gampang. Ya memang “gampang”, tinggal kasih izin swasta untuk melakukan build–operate–transfer (BOT), maka pasti banyak yang mau membangun Stadion BMW.

Skema BOT

Skema pembangunan build–operate–transfer (BOT) bukan hal baru dan magis. Ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri 19/2016). Skema pembangunan BOT dalam Permendagri tersebut dikenal dengan istilah Bangun Guna Serah (BGS).

BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah (berupa tanah) oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

Singkatnya jika sebuah pihak memakai skema BOT atau BGS, tanah dan bangunannya bukan punya pihak tersebut, tapi mereka melakukan sejenis kerjasama operasi dengan pemilik tanah. Pihak tersebut hanya operator. Lalu, nanti akan ada bagi hasil sesuai kontrak.

Untuk kasus stadion olahraga, banyak stadion megah di luar sana yang memakai skema pembangunan BOT seperti New I-Mobile Stadium (Buriram, Thailand), Allianz Stadium (Tas KresekTurin, Italia), dan ANZ Stadium (Sydney, Australia).

Sementara jika kita mau ambil contoh stadion di Jakarta, soal kontrak stadion dengan BOT (“menjual” aset Pemda) ke swasta pernah dilakukan DKI juga, kok. Ingat, Stadion Lebak Bulus dulu dibangun, dikelola, dan dikuasai oleh Pelita. Setelah kontrak BOT selesai, kemudian yang untung siapa? Ya, kedua pihak.

Stadion Soemantri Brodjonegoro di Kuningan (Jakarta) yang kemarin didatangi oleh legenda hidup AC Milan, David Beckham, juga hasil kerja sama antara Pemda dengan swasta, dalam hal ini adalah Bakrie.

Umumnya stadion-stadion di Indonesia itu punya Pemda, yang dibangunnya dengan APBD atau uang BUMD. Logikanya agak nakal tapi gampang: kalau punya swasta, pengelolaannya pasti bagus; kalau lapangan atau stadionnya pengelolaannya kacau, berarti itu punya Pemda.

Saat ini, stadion yang dikelola Pemda DKI (Dispora) memang banyak, tapi tak satupun yang standar bahkan untuk nasional. Stadion kelas A cuma GBK berdasar Kepres No.7/2001 milik Pemerintahan Pusat.

Masalahnya, kalau nanti Pemda mengeluarkan izin BOT buat swasta bangun stadion sekelas Old Trafford di Jakarta, warganet tak boleh teriak-teriak “Gubernur jual aset daerah”, lho, ya.

Soalnya jika ditarik ke belakang dan tak usah terlalu jauh, skema ini banyak dicap demikian (“aset daerah dijual ke aseng”) ketika Ahok menerapkannya untuk berbagai macam fasilitas. Saat itu Ahok bisa dibilang melakukan gebrakan, meski ia melakukannya juga awalnya karena dijegal oleh DPRD Jakarta, yaitu Haji Lulung.

Akhirnya pada saat Ahok itu, Pemda DKI bisa membuktikan bahwa banyak tanah mereka bisa dibangun fasilitas publik yang sangat bermanfaat untuk masyarakat tanpa harus mengeluarkan dana APBD, mulai dari pembangunan berbagai ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), gedung parkir di Mapolda Metro Jaya, hingga jalan layang di Bundaran Semanggi.

Cukup BOT dengan swasta. Jujur saja, fasilitas yang “dijual ke aseng” tersebut malah kelihatan keren, seperti fasilitas di luar negeri sana.

Mahal atau Nggak, Aseng atau Nggak, ya Bukan Urusan Kita

Kita juga biasanya suka mempermasalahkan biaya pembangunan stadion, meski ditanggung swasta, seolah itu semua adalah urusan kita yang sangat berfaedah. Namun sebagai pembanding saja, stadion mewah tak harus murah.

Menurut data yang dikeluarkan oleh StadiumDB pada 2014, Estadio El Teniente-Codelco di Rancagua (Chile) saja bisa dibangun dengan biaya 9,9 juta dolar AS, atau setara Rp116,5 miliar dengan kurs saat itu. Stadion ini adalah kandang dari kesebelasan O’Higgins.

The Kingspan Stadium di Ravenhill Park (Belfast, Irlandia Utara) juga dibangun hanya dengan biaya 30,4 juta dolar AS, atau Rp357,9 miliar dengan kurs saat itu. Stadion tersebut menjadi kandang Ulster Rugby.

Kalaupun misalnya Stadion BMW sekelas Old Trafford lebih mahal dari itu, setidaknya itu akan ditanggung oleh swasta. Yang penting, kan, bisa dinikmati Jakmania, Persija, dan masyarakat.

Kita tak terlalu ngimpi juga, proposal BOT dijamin sudah banyak menumpuk di meja, bukan hanya untuk Stadion BMW, tapi untuk fasilitas lainnya juga. Sudah banyak pengusaha dan pihak swasta yang mengantre memanfaatkan skema ini. Jangan sampai proposal-proposal tersebut ditumpuk terus dimakan rayap.

Kalau SUDah melibatkan BOT dan swasta, jangan gengsi juga, apalagi sampai dicap “Gubernur jual aset daerah”. Follower saja SUDah banyak yang BOT, masa stadion gak boleh, sih?


Saya tegaskan, penulis adalah @MafiaWasit. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar